Monday 22 August 2016

Registrasi Tenaga Kesehatan - Mereview STR di Indonesia

Undang-undang RI No.36 
tentang 
Tenaga Kesehatan

sebelum berbicara tentang registrasi,, admin saran kan untuk membaca link dibawah ini :

Registrasi Tenaga Kesehatan

Pada artikel ini admin mau mengajak teman sejawat memahami pentingnya berorganisasi, bertanggung jawab pada profesi, memahami etika profesi. Kenapa ada organisasi profesi? salah satunya adalah mengcover jika ada hal - hal yang tidak di inginkan yang terjadi pada diri. 
Petikan dalam Undang - Undang ini menyatakan bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mampu untuk meningkatkan kesadaran,kemauan,dan kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi serta sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud  dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab, yang memiliki  etik dan moral yang tinggi,keahlian, dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan memenuhi rasa keadilan dan perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan;
Ketentuan mengenai tenaga kesehatan masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan belum menampung kebutuhan hukum masyarakat sehingga perlu dibentuk undang-undang tersendiri yang mengatur tenaga kesehatan secara komprehensif.

REGISTRASI DAN PERIZINAN TENAGA KESEHATAN

Pada tulisan ini, andmin akan menuliskan secara garis besar bagaimana pentingnya pembuatan STR untuk tenaga medis seperti yang sudah disebutkan pada UU Kesehatan No. 36 tahuun 2014. UU ini merupakan revisi dari UU yang sama tahun 2009. 

Pada pasal 44 : 1 dinyatakan bahwa Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki STR
Kemudian pasal 46 : 1 - 2 menyatakan : Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan wajib memiliki izin. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk SIP.
Ayat : 3 : SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/ kota tempat Tenaga Kesehatan menjalankan praktiknya.

Untuk hal - hal yang belum di tetapkan pada UU ini, penjelasan lebih lanjut bisa di baca pada Permenkes masing - masing profesi, karena UU ini jelas menyatakan pada Pasal 46 : 7 ; Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.

jadi semua profesi telah diatur oleh undang-undang,, berdasarkan pengalaman admin dalam pengurusan STR ini, cukup "beralur-alur". Dari Ujian kompetensi, pemberkasan sampai terbitnya STR dan pastinya membutuhkan waktu. Pengalaman tentang perjuangan pengurusan STR tersebut tidak membuat tenaga kesehatan khususnya menjadi trauma dalam mengurus STRnya. Apalagi dengan disahkannya Undang-Undang  Tentang Tenaga Kesehatan dimana dalam pengurusan STR ini nantinya dipegang oleh konsil masing-masing tenaga kesehatan. Diharapkan pengurusan STR akan lebih mudah, murah, cepat dan birokrasinya bagus.



Untuk profesi tenaga kesehatan dokter dan dokter gigi, karena sudah mempunyai konsil sendiri sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran tentunya pengurusan STR tersebut sudah mempunyai mekanisme sendiri. Sedangkan bagi profesi selain dokter, misal untuk profesi bidan,, RUU masih di godok,, admin intip dari draft RUU Kebidanan di majalahbidan.com nanti isinya meliputi :

12 Bab 74 pasal ditambah dengan penjelasan umum serta penjelasan pasal demi pasal
Bab 1 Ketentuan Umum

Bab 2 Pendidikan Kebidanan

Bab 3 Registrasi dan Izin Praktik

Bab 4 Bidan Warga Negara Indonesia Lulusan Luar Negeri

Bab 5 Bidan Warga Negara Asing

Bab 6 Praktik Kebidanan
Bab 7 Hak dan Kewajiban
Bab 8 Organisasi Profesi
Bab 9 Konsil Kebidanan
Bab 10 Pembbinaan dan Pengawasan
Bab 11 Ketentuan Peralihan
Bab 12 Ketentuan Penutup
 ( draft RUU dapat di unduh di Draft RUU Bidan )


Untuk STR bidan sendiri di Indonesia,,

menilik tulisan admin sebelumnya tentang perpanjangan STR "yg sudah lama sekali admin posting dg menyertakan buku harian",, admin klarifikasi dan mohon maaf ada kesalahpahaman dengan hasil rapat dan dengan sengaja admin delete agar tidak terjadi kekeliruan yang berlanjut,, karena itu untuk perpanjangan STR bagi Bidan di Indonesia akan diserahkan kepada pengurus daerah masing-masing.. 

dan apabila masih bingung dan banyak pertanyaan tentang STR terutama perpanjangan STR untuk Bidan,, silahkan menanyakan langsung kepada pengurus daerah masing-masing yaaaa :) bisa ke PC (Pengurus Cabang untuk Kab/Kota) atau PD (Pengurus Daerah Propinsi) atau bisa langsung ke web PP IBI ..

untuk RUU Kebidanan semoga segera disahkan,, dan pengurusan STR semoga lebih baik,, aamiin..
semangat untuk Bidan Indonesia
terimakasih semoga membantu dan bermanfaat ^^


Tuesday 24 May 2016

Mengapa Harus Memilih Bidan

Sebagian besar dari kita tahu bagaimana benar memilih dokter kandungan OB tetapi sangat sedikit dari kita yang menyadari banyak faktor untuk mempertimbangkan dalam memilih bidan. Lebih buruk lagi, tidak semua dari kita, memberikan kepentingan tinggi untuk mempekerjakan bidan selama kehamilan. Pada artikel ini, kita tidak hanya akan memberikan tips tentang bagaimana memilih seorang bidan, kami juga akan memberikan alasan tentang mengapa memiliki bidan sangat penting.
mengapa harus memilih bidan
mengapa harus memilih bidan

Thursday 12 May 2016

,

KUMPULAN PERTANYAAN DAN JAWABAN PENGADAAN PNS DI LINGKUNGAN PEMDA DARI PTT PUSAT

BIRO KEPEGAWAIAN SETJEN KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2016

PNS PTT
Logo IBI

Dikutip dari : web IBI

1. Mengapa PTT Pusat diangkat menjadi CPNS ?

  • Adanya kebijakan moratorium pengadaan CPNS kecuali tenaga kesehatan.
  • Kemenkes telah mengusulkan kepada kemenpan RB pengangkatan ± 190.000 Nakes menjadi CPNS sampai tahun 2019
  • Tahun 2016 diprioritaskan pengangkatan Nakes menjadi CPNS dari formasi PTT Pusat yang berjumlah 45.133 orang

Monday 25 April 2016

,

Bingung Cara Hitung SKP Bidan?

CARA HITUNG SATUAN KREDIT PROFESI BIDAN


dikutip dari majalah bidan*

Permenkes 1796 tahun 2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan pasal 5 menyebutkan bahwa sertifikat kompetensi yang telah habis masa berlakunya dapat diperpanjang melalui partisipasi tenaga kesehatan dalam kegiatan pendidikan dan/atau pelatihan, serta kegiatan ilmiah lainnya sesuai dengan bidang tugasnya atau profesinya.
ujian bidan
ujian bidan

Partisipasi tenaga kesehatan tersebut dapat digunakan sepanjang telah memenuhi persyaratan perolehan Satuan Kredit Profesi (SKP). SKP selama 5 tahun harus mencapai minimal 25 SKP.

Wednesday 20 April 2016

D4 vs S1 ??

APA ITU D4 ? APA ITU S1 ? APA BEDANYA ?


hmm dulu pun mikirnya begitu,, apa sih bedanya,, kenapa dua2 nya bisa sama2 melanjutkan jenjang kuliah S2,, padahal *menurut saya* jelas bgt beda nya,, dr segi waktu saja sudah merasakan bedanya apalagi yang sedang melanjutkan jenjang dari lulusan D3.. so,, berpengaruh juga pasti sama UUD,, yang ujung2nya duit..

Bidan Unair
Bidan Unair

Friday 1 April 2016

,

Bidan jadi Korban atau siap Bersaing dalam MEA (Masyarakat Ekonomi Asean)

KOMPETISI BIDAN PADA ERA MEA

Apa Yang Harus Anda Ketahui Tentang MEA

Persaingan di bursa tenaga kerja akan semakin meningkat menjelang pemberlakuan pasar bebas Asean pada akhir 2015 mendatang. Ini akan mempengaruhi banyak orang, terutama pekerja yang berkecimpung pada sektor keahlian khusus.

Berikut hal hal yang perlu Anda ketahui dan antisipasi dalam menghadapi pasar bebas Asia Tenggara yang dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
MEA (Masyarakat Ekonomi Asean)
MEA (Masyarakat Ekonomi Asean)



Apa itu Masyarakat Ekonomi Asean?
, ,

Peraturan Menteri Kesehatan RI tentang Izin dan Praktik Bidan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/149/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

Kemenkes RI
Kemenkes RI

dikutip dari web : http://bidanshop.blogspot.co.id/2010/03/permenkes-no1492010-izin-dan-praktik.html

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Monday 28 March 2016

,

BIDAN PTT

2000 BIDAN PTT MENOLAK DIANGKAT SEBAGAI TENAGA P3K

di kutip dari infopegkes.tk

Update terbaru mengenai solusi yang ditawarkan oleh menteri mengenai pengangkatan bidan sebagai tenaga P3k ternyata Sebanyak 2.000 bidan desa PTT berusia di atas 35 tahun menolak dijadikan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Bagi mereka, P3K sama saja dengan status pegawai kotrak.
Save Bidan PTT
Save Bidan PTT

Tuesday 22 March 2016

Angka Kematian Ibu di Indonesia Masih Tinggi

AKI INDONESIA MASIH MENGKHAWATIRKAN


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) Yohana Yembise mengatakan angka kematian ibu (AKI) melahirkan di Indonesia masih sangat tinggi sehingga perlu perhatian dari semua pihak.
Indonesia disebutnya tidak akan dapat memenuhi harapan target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015
Angka Kematian Ibu di Indonesia


"Peringatan Hari Ibu tahun 2015 harus menjadi cambuk pengingat bagi seluruh bangsa Indonesia agar terus memperjuangkan upaya menekan angka kematian ibu," kata Yohana, Rabu (16/12). 

Angka Kematian Ibu di Dunia Turun

AKI DUNIA TURUN 50%


REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Angka kematian ibu hamil turun hampir 50 persen di seluruh dunia dalam seperempat abad terakhir.

Namun, menurut laporan PBB dan Bank Dunia, hanya sembilan negara mencapai target yang telah ditetapkan. 
AKI Dunia prosentase turun 50%
Angka Kematian Ibu - AKI Indonesia

"Laporan ini menunjukkan, pada akhir 2015, angka kematian ibu akan turun 44 persen dari tingkat kematian tahun 1990," kata Dr. Lale Say, koordinator kesehatan reproduksi sekaligus peneliti di WHO, dilansir dari Times Live, Senin (16/11). 

Unicef Buatkan Aplikasi Untuk Bidan Indonesia


APLIKASI BIDAN INDONESIA


REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Angka kematian ibu dan bayi dalam proses kehamilan dan persalinan di Indonesia masih terbilang tinggi. Data Unicef menyebutkan, setiap tahun, sekitar 5 ribu orang ibu dan 28 ribu bayi meninggal selama kehamilan dan persalinan.
Unicep membuat aplikasi untuk bidan indonesia berisi info bidan
Aplikasi Bidan Indonesia dari UNICEF

Kasus kematian ibu dan bayi terkait erat dengan posisi tenaga medis yang bekerja dalam proses persalinan. Masih menurut catatan Unicef, sebanyak 21 persen perempuan di Indonesia melahirkan dengan bantuan dokter, 62 persen dengan dibantu bidan, sedangkan sisanya, masih mengandalkan dukun beranak dan pihak lainnya. 

Kabar Gembira untuk Bidan PTT


BIDAN PTT

Nasib Bidan PTT bagaimana? Nasib Bidan Honorer Bagaimana?
Nasib Bidan PTT

Saturday 19 March 2016

SAP Perawatan Nifas


SATUAN ACARA PENYULUHAN 

PERAWATAN NIFAS 


Pokok Bahasan : Perawatan Nifas
Hari/tanggal : Rabu/28 September 
Waktu Pertemuan : 35 menit
Tempat : Di VK-IRD RSUD Dr Soetomo Surabaya
Sasaran : Ibu nifas di VK-IRD RSUD Dr Soetomo Surabaya
A. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah melaksanakan kegiatan penyuluhan diharapkan pasien mengerti dan mampu melakukan perawatan pada ibu nifas dirumah.
2. Tujuan khusus

Thursday 17 March 2016

Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil dengan Komplikasi HELLP Syndrome

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kematian ibu dan perinatal merupakan ukuran penting dalam menilai keberhasilan pelayanan kesehatan suatu negara. Keadaan ibu maternal di Indonesia masih memprihatinkan. Kematian ibu makternal masih tinggi yaitu 228/100.000 kelahiran hidup. Penyebab terbanyak kematian maternal adalah perdarahan, preeklampsi, dan infeksi (www.datastatistik-indonesia.com, 2007).
Di Indonesia, preeklampsia terjadi pada 14% kehamilan. Kira-kira 85% preeklampsi terjadi pada kehamilan pertama. Pada preeklampsia dijumpai HELLP syndrome yang mempengaruhi sekitar 2% sampai 12% PEB, dengan angka mortalitas 2% sampai 24%. Insiden paling tinggi terdapat pada ibu multipara, berusia lanjut. Sedangkan di RSU Haji sendiri, dari seluruh kasus kegawatdaruratan obstetric, PEB menduduki peringkat ke-6 dari 10 kasus kegawatdaruratan. Tahun 2011 kejadian PEB di RSU Haji Surabaya sebanyak 61 kasus dari 2.368 persalinan.

Asuhan Kebidanan pada Akseptor KB Tubektomi (MOW)


BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Angka kesejahteraan masyarakat dalam suatu negara sangat ditentukan dari jumlah penduduk yang ada dalam negara tersebut. Semakin banyak jumlah suatu penduduk, maka permasalahan-permasalahan yang dialami pun akan lebih konpleks, dan jika tidak diimbangi dengan kualitas Sumber Daya Manusia yang baik, maka akan sulit bagi negara tersebut untuk maju dan berkembang. Demikian pula yang terjadi di Indonesia, meski Indonesia memiliki wilayah yang luas dan Sumber Daya Alam yang melimpah, namun jika tidak ditunjang dengan SDM yang berkualitas, maka hal itu akan membuat Indonesia sulit berkembang, selain itu, persebaran penduduk yang tidak merata menyebabkan ketidak harmonisan kemajuan suatu wilayah (Sudibyo, 2011).
Berdasarkan sensus tahun 2010 diketahui bahwa pertumbuhan penduduk melebihi proyeksi nasional yaitu sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,49 per tahun, dan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2011 telah bertambah menjadi 241 juta jiwa lebih (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2012)

Asuhan Kebidanan pada Anak dengan Hidrocephalus


BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Hidrocephalus merupakan pembesaran abnormal dari ventrikel otak yang disebabkan oleh peningkatan gradient tekanan antara cairan intraventrikal dan otak. Hidrocephalus pada masa neonatus hamper selalu berasal dari konginetal dan dapat berkaitan dengan meningomielokel. Pada bayi yang lebih tua dan anak-anak hal ini dapat terjadi setelah meningitis tetapi pada beberapa kasus tidak terdapat riwayat infeksi demikian pula tidak ada suatu kelainan anatomis yang nyata.

Wednesday 16 March 2016

Asuhan Kebidanan pada Ibu dengan Myoma Uteri

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Myoma kadang-kadang disebut juga fibroid atau lemiomata adalah tumor jinak yang berasal dari sel-sel otot polos. Tumor itu mengandung sejumlah jaringan ikat yang berbeda yang mungkin terdiri dari sel-sel otot polos yang telah mengalami degenerasi. Umumnya fibroid ditemukan dalam dekade ke empat atau kelima dari kehidupan.
Myoma uteri dapat mempengaruhi kehamilan, misalnya menyebabkan infertil, bisa terjadi sebagai akibat keguguran spontan, berulang atau tertutupnya bagian tuba yang berbeda di dalam rahim. Komplikasi kehamilan bias berbentuk persalinan premature, abortus, solutio plasenta dan distocia fibroid bias tumbuh cepat dalam masa hamil dan mengalami infark. Sebuah fibroid yang mengalami infark dapat menimbulkan rasa nyeri dan bias merupakan sebuah komplikasi kehamilan yang sangat sulit menanganinya.

Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil dengan DMG (Diabetes Mellitus Gestasional)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut penelitian epidemiologi tahun delapan puluhan di berbagai kota di Indonesia, prevalensi diabetes berkisar antara 1,5 s.d. 2,3%. Hasil penelitian epidemiologis berikutnya tahun 1993 di Jakarta membuktikan adanya peningkatan prevalensi DM dari 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993, kemudian pada tahun 2001 di Depok, daerah sub-urban di selatan Jakarta, menjadi 12,8% (Sastro Asmoro, 2009).
Penelitian terakhir oleh Litbang Depkes di seluruh provinsi Indonesia yang hasilnya dikeluarkan bulan Desember 2008 menunjukkan bahwa prevalensi DM secara nasional tahun 2007 adalah 5,7 % (1,5 % terdiri dari pasien diabetes yang sudah terdiagnosis sebelumnya, sedangkan sisanya 4,2% baru ketahuan diabetes saat penelitian) (Soegondo S., 2009).

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Down Syndrome

BAB I

PENDAHULUAN


1. 1 Latar Belakang

Down Sindrom (mongoloid) adalah suatu kondisi di mana materi genetik tambahan menyebabkan keterlambatan perkembangan anak, dan kadang mengacu pada retardasi mental. Anak dengan down sindrom memiliki kelainan pada kromosom nomor 21 yang tidak terdiri dari 2 kromosom sebagaimana mestinya, melainkan tiga kromosom (trisomi 21) sehingga informasi genetika menjadi terganggu dan anak juga mengalami penyimpangan fisik. Dahulu orang-orang dengan down sindrom ini disebut sebagai penderita mongolisme atau mongol. Istilah ini muncul karena penderita ini mirip dengan orang-orang Asia (oriental) karena matanya yang khas, tetapi sekarang istilah ini sudah tidak digunakan lagi karena dapat menyinggung perasaan suatu bangsa.
Perkembangan yang lambat merupakan ciri utama pada anak down sindrom. Baik perkembangan fisik maupun mental. Hal ini yang menyebabkan keluarga sulit untuk menerima keadaan anak dengan down sindrom. Setiap keluarga menunjukkan reaksi yang berbeda-beda terhadap berita bahwa anggota keluarga mereka menderita down sindrom, sebagian besar memiliki perasaan yang hampir sama yaitu: sedih, rasa tak percaya, menolak, marah, perasaan tidak mampu dan juga perasaan bersalah (Selikowitz, 2001). Untuk dapat membantu mengoptimalkan perkembangan anak dengan Down Sindrom, keluarga diharapkan untuk selalu memberikan dukungan sosial kepada anak tersebut. Dukungan sosial berfokus pada sifat interaksi yang berlangsung dalam berbagai hubungan sosial sebagaimana yang dievaluasi oleh individu.
,

Asuhan Kebidanan pada Ibu dengan Adnexitis

BAB 1

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Aktivitas seksual merupakan kebutuhan biologis setiap manusia untuk mendapatkan keturunan. Namun, masalah seksual dalam kehidupan rumah tangga seringkali mengalami hambatan atau gangguan karena salah satu pihak (suami atau isteri) atau bahkan keduanya, mengalami gangguan seksual. Alangkah baiknya apabila kita dapat mengenal organ reproduksi dengan baik sehingga kita dapat melakukan deteksi dini apabila terdapat gangguan pada organ reproduksi. Organ reproduksi pada wanita dibedakan menjadi dua, yaitu organ kelamin dalam dan organ kelamin luar. Organ kelamin luar memiliki dua fungsi, yaitu sebagai jalan masuk sperma ke dalam tubuh wanita dan sebagai pelindung organ kelamin dalam dari organisme penyebab infeksi.

A Cervical Screening Test

 3 Cara Skrining Kanker Serviks


Upaya preventif terhadap kanker serviks bisa dilakukan melalui skrining kanker ini. Skrining kanker serviks bisa dilakukan dengan tiga cara.

Tuesday 15 March 2016

,

Jurnal Hubungan Obesitas dengan Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea

HUBUNGAN ANTARA OBESITAS DENGAN PENYEMBUHAN LUKA POST SECTIO CAESAREA

STUDI KASUS DI RS BANTUAN 05.08.05 SURABAYA

 
Anindya DR1, Budi Utomo2, Budi Wicaksono3, Eighty Mardiyan Kurniawati4
1. Program Studi Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Indonesia
2. Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya, Indonesia
3. Departemen SMF Obstetri Ginekologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Indonesia
4. Departemen SMF Obstetri Ginekologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Indonesia
Alamat korespondensi:
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

ABSTRACT
Background. Obesity is an emerging endemic throughout the world, includes in developing countries. The prevalence of obesity in Indonesia for adult women (> 18 years) is 32.9%, it was increase 18.1% from 2007 (13.9%) and 17.5% from 2010 (15.5%) (Riskesdas, 2013). Obesity can increase morbidity and mortality. Boyle (2009) said that nutrition affects wound healing and obesity may inhibit wound healing. The purpose of this study was to determine the relationship of obesity with wound healing post sectio caesarea.

Hubungan antara Obesitas dengan Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea

BAB 1

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Kelebihan lemak tubuh atau obesitas saat ini merupakan sebuah epidemi yang muncul di seluruh dunia termasuk di negara yang sedang berkembang. Defisiensi nutrisi seperti Protein Energy Malnutrition (PEM), anemia, defisiensi vitamin dan mikronutrien adalah masalah nutrisi yang lebih diprioritaskan di Indonesia, namun kelebihan dan ketidakseimbangan asupan gizi yang berhubungan dengan pola hidup sedentary kini perlu diperhatikan karena meningkatnya angka kelebihan berat badan dan obesitas (Atmarita, 2005). Angka kejadian obesitas yang diteliti oleh Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) pada tahun 2004 pada wanita di Indonesia meningkat dari tahun 1998 sebesar 11,02% dari 5,9% (Kartikawati, 2013). Prevalensi obesitas perempuan dewasa (>18 tahun) 32,9%, naik 18,1% dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5% dari tahun 2010 (15,5%). Prevalensi obesitas terendah di provinsi Nusa Tenggara Timur (5,6%), dan prevalensi obesitas tertinggi di provinsi Sulawesi Utara (19,5%) (Riskesdas, 2013).
,

Hubungan Inisiasi Menyusu Dini dengan Tinggi Fundus Uteri pada Ibu Postpartum

BAB 1

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Setelah kelahiran bayi dan keluarnya plasenta, ibu memasuki masa penyembuhan fisik dan psikologis yang disebut dengan masa nifas. Masa nifas dimulai sesaat setelah keluarnya plasenta dan selaput janin serta berlanjut hingga 6 minggu (Fraser, 2009). Proses pemulihan kesehatan pada masa nifas merupakan hal yang sangat penting bagi ibu setelah melahirkan. Masa nifas hari pertama merupakan masa kritis yang rentan sekali terjadi perdarahan, karena kontraksi uterus yang lemah akibat berkurangnya kadar oksitosin yang disekresi oleh kelenjar hipopise posterior (Grahacendikia, 2009).
Saat ini pemerintah sedang menggalakkan program pemberian ASI secara eksklusif yang pelaksanaannya dengan cara menyusui sedini mungkin yaitu ±30 menit setelah persalinan (Depkes, 2001). Namun pelaksanaan menyusui dini masih sering diabaikan, banyak yang tidak menyadari betapa pentingnya memberikan ASI pada bayi segera setelah dilahirkan (Rosita, 2008). Peningkatan pengguna ASI telah menjadi global action dari beberapa negara di dunia sejak adanya pertemuan di Italy (Innocenti Declaration on The Protection, Promotion and Support of Breast Feeding, 1990).

Monday 14 March 2016

SAP Pap Smear dan IVA

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PAP SMEAR DAN IVA

 
Pokok Bahasan   : Pemeriksaan Pap Smear dan IVA
Hari/Tanggal/Jam : Minggu, 28 Juni 2015 jam 09.00 WIB
Tempat                : Rumah ibu Yayuk, RT 4 RW 4 Kelurahan Jemurwonosari
Waktu                 : 35 menit 

I. Latar Belakang
Untuk menghindari penyakit kanker di wilayah rahim, sebagian besar dokter ahli kandungan menyarankan agar wanita melakukan pap smear secara teratur setahun sekali. Cara itu bisa mendeteksi kanker pada stadium awal sehingga proses penyembuhan bisa dilakukan. Dari semua kanker yang menyerang wanita, hanya kanker serviks yang bisa dicegah dengan vaksinasi. Karena hanya kanker serviks yang disebabkan oleh virus HPV.

SAP Kehamilan Risiko Tinggi

SATUAN ACARA PENYULUHAN

KEHAMILAN RISIKO TINGGI

 
Pokok Bahasan : Kehamilan Resiko Tinggi
Sasaran             : Ibu-ibu hamil
Hari, tanggal      : Sabtu, 13 Juli 2013
Waktu               : Pukul 09.00 WIB - selesai
Tempat              : Puskesmas Krembangan Selatan

Tujuan             : Setelah mengikuti penyuluhan ini, diharapkan ibu hamil dapat menjelaskan tentang kehamilan resiko tinggi
Media              : Power point, leaflet
Metode            : Ceramah, tanya jawab
Materi              : Kehamilan resiko tinggi

,

Jadwal Imunisasi IDAI 2014


Imunisasi adalah upaya memberikan kekebalan aktif kepada seseorang dengan cara memberikan vaksin. dengan imunisasi, seseorang akan memiliki kekebalan terhadap penyakit. sebaliknya, bila tidak, akan mudah terkena penyakit infeksi berbahaya.
vaksin adalah produk biologis yang berasal dari virus, atau bakteri penyakit yang telah dilemahkan/dimatikan atau rekombinan, yang digunakan untuk menangkal penyakit. kehadiran vaksin dalam tubuh manusia akan mendorong reaksi perlawanan terhadap virus atau bakteri dari penyakit yang bersangkutan.

Sunday 13 March 2016

, ,

Asuhan Kebidanan pada Neonatus Premature

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sejak tahun 1961 WHO mengganti istilah prematur baby dengan low birth baby (bayi dengan berat lahir rendah = BBLR). Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat kurang dari 2500 gram pada waktu lahir bayi prematur. (Sarwono, 2007) 

Kalisifikasi bayi baru lahir :
Berdasarkan umur kehamilan atau masa gestasi.
a. Preterm Infant atau bayi prematur, yaitu bayi yang lahir pada umur kehamilan tidak mencapai 37 minggu.
b. Term Infant atau bayi cukup bulan (Maturelaterm), yaitu bayi yang lahir pada umur kehamilan lebih dari pada 37 – 42 minggu.
c. Post Term Infant atau bayi lebih bulan (Postrem/Postmature) yaitu bayi yang lahir pada umur kehamilan lebih dari 42 minggu.
(Sarwono, 2007)
Berdasarkan pengelompokan tersebut di atas, bayi berat badan lahir rendah (BBLR) dapat dikelompokan menjadi prematuritas murni dan dismaturitas. Prematuritas murni, yaitu bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan masa kehamilan (berat badan terletak antara presentil ke-10 sampai presentil ke-90 pada intrature). Dismaturitas, yaitu bayi dengan berat badan kurang dari berat badan yang seharusnya untuk usia kehamilan, ini menunjukkan bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin.

, ,

Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin dengan PEB

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Preeklampsia adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang timbul setelah usia kehamilan mencapai 20 minggu yang disertai dengan adanya oedema dan protein dalam urin. Pre eklampsia diperkirakan secara luas menyerang 3 - 5% kehamilan (Roberts & Cooper, 2001) atau satu dari sepuluh kehamilan (APEC, 2005a) dengan insiden preeklampsia berat mencapai 4% (Nelson Piercy, 2002). Sampai saat ini, menurut WHO, penyebab kematian ibu terbanyak adalah pre-eklamsia-eklamsia (28.76%), perdarahan (22.42%), infeksi (3.54%) dsb. Pada tahun 2008 ditemukan 4.940 (9,5%) kasus preeklampsia/eklampsia di Propinsi Jawa Timur dan 397 (12,3%) di Kota Surabaya (Laporan LB3 KIA Sie KIB Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur, 2009).
Penyebab pre eklampsia saat ini masih belum jelas, banyak faktor yang diduga menyebabkan terjadinya preeklampsia, antara lain usia, paritas, kelainan vaskular plasenta, kelainan imunologik, genetik, defisiensi kalsium dan psikologi ibu seperti cemas, stress, panik hingga depresi, tapi pada penderita yang meninggal karena preeklamsia terdapat perubahan yang khas pada organ-organ dalam. (Cunningham,2003)
PEB dapat dicegah dengan penanganan yang adekuat, yaitu dengan penatalaksanaan yang tepat, sesuai dengan kasusnya. Bidan harus meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam menangani ibu hamil dan bersalin dengan PEB, sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi. Pertolongan persalinan dengan tindakan memberikan dampak kesakitan pada ibu dan bayi. Persalinan tindakan pervaginam dengan ektraksi vakum dan forsep serta tindakan perabdminal dengan sectio caesarea, dapat meningkatkan bahaya robekan jalan lahir dan perdarahan pasca persalinan yang merupakan faktor penyebab kematian ibu (Cunningham et al., 2006). Oleh karena itu, bidan selaku petugas kesehatan di tempat pelayanan harus mampu memberikan asuhan yang tepat sehingga angka morbiditas dan mortalitas ibu dapat diminimalkan baik pada masa kehamilan, persalinan, dan nifas secara khusus dengan selalu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam pelayanan kebidanan terhadap ibu dan anak.

Saturday 12 March 2016

, ,

Asuhan Kebidanan pada Wanita Reproduksi dengan Kista Ovarium

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Ovarium merupakan organ genitalia interna yang mempunyai fungsi yang vital dalam perjalanan reproduksi seorang wanita. Fungsi ovarium berhubungan dengan produksi ovum dan pembentukan hormon reproduksi yaitu hormon estrogen dan progesteron. Adanya berbagai gangguan pada fungsi ovarium akan menimbulkan efek terhadap proses pada pematangan ovulasi dari sel telur dan produksi hormon.
Salah satu gangguan yang sering terjadi adalah kista ovarium yang merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi pada indung telur atau ovarium dimana cairan yang terkumpul ini dibungkus oleh semacam selaput yang terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium. Jenis tumor kistik terbanyak pada ovarium adalah kista denoma ovarii musinosum dengan angka kejadian 40% dari seluruh jenis tumor kistik ovarium lainnya. Selanjutnya adalah kistadenoma ovarii serosum yang angka kejadiannya hampir sama dengan kista denoma ovarii musinosum. Jenis lainnya adalah kista endometrioid dan kista dermoid dengan angka kejadian 10% (Joedosepoetro, 2005).
Tumor-tumor kistik ovarium tersebut mempunyai potensi keganasan yang berbeda-beda, salah satunya adalah 30-35% Kistadenoma serosum dapat menjadi ganas. Bila pada suatu kasus terdapat implantasi pada peritoneum disertai dengan asites, maka prognosisnya kurang baik, walaupun diagnosis histopatologis pertumbuhan itu mungkin jinak.
Penanganan kasus ini dilakukan dengan pengangkatan tumor dengan tindakan operatif yang selanjutnya dilakukan pemeriksaan histologik untuk mengidentifikasi adanya keganasan.
Bidan mempunyai peran dalam mendeteksi dini gangguan yang terjadi pada masa reproduksi termasuk pada kistoma ovarium. Sehingga jika terjadi kasus ini dapat tertangani dengan cepat. Selain itu juga bidan dapat memberikan asuhan pre dan pasca operasi sesuai dengan kebutuhan pasien. Dengan demikian, penulis tertarik untuk mengkaji pasien dengan kistoma ovarium di Poli Kandungan RSUD dr. Soetomo Surabaya.
, ,

Asuhan Keperawatan pada Bayi dengan Ikterus Neonatorum

BAB 1

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 Angka Kematian Bayi (AKB) masih berada pada kisaran 34 per 1000 kelahiran hidup atau 157.000 bayi meninggal per tahun atau 430 bayi per hari, dan hampir setengah dari kematian bayi ini terjadi pada masa neonatal yaitu pada bulan pertama kelahiran, dimana bayi sangat rentan terhadap kesakitan dan kematian. Sedangkan dalam Millenium Developmen Goals (MDGs), Indonesia menargetkan pada tahun 2015 AKB menurun menjadi 17 bayi per 1000 kelahiran hidup.
Masa neonatal juga merupakan masa kritis bagi kesehatan bayi karena harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauteri ke kehidupan ekstrauteri. Kemungkinan timbul masalah atau penyulit pada masa ini yang bila tidak ditangani dengan baik akan dapat membahayakan kesehatan atau mendatangkan kematian bagi bayi. Salah satu masalah yang sering timbul pada bayi baru lahir adalah ikterus neonatorum. Dan salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih dikenal sebagai kern ikterus). Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup.
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Perawatan Ikterus berbeda diantara negara tertentu, tempat pelayanan tertentu dan waktu tertentu. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pengelolaan pada BBL, seperti ; pemberian makanan dini, kondisi ruang perawatan, penggunaan beberapa propilaksis (misal; luminal) pada ibu dan bayi, fototherapi dan transfusi pengganti.
Seorang bidan mempunyai peran yang penting dalam memberikan asuhan pada bayi baru lahir. Bidan diharapkan dapat mencegah dan mendeteksi lebih awal adanya masalah pada bayi baru lahir seperti ikterus neonatorum. Dengan asuhan dan penanganan yang tepat diharapkan morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir dapat dicegah.
, ,

Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir

BAB 1

PENDAHULUAN


1.1 Latar belakang
Indikator derajat kesehatan dapat dinilai dari Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (AKI), Umur Harapan Hidup (UHH) dan Angka Kematian Balita (AKABA). Angka kematian bayi di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Angka kematian bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. SUSENAS (2005) menunjukkan bahwa AKB di Indonesia adalah 35 bayi per 1000 kelahiran hidup. Tingginya angka kematian bayi dapat menjadi petunjuk bahwa pelayanan maternal dan neonatal kurang baik, untuk itu dibutuhkan upaya untuk menurunkan angka kematian bayi tersebut (Direktorat Kesehatan Anak Khusus, 2010).
Pada dekade 1990-an, rata-rata penurunan AKB adalah lima persen per tahun, sedikit lebih tinggi daripada dekade 1980-an sebesar empat persen per tahun. Keberhasilan dalam menurunkan AKB ini cukup signifikan, namun AKB di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, yaitu 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina; 1,8 kali lebih tinggi dari Thailand dan 4,6 kali lebih tinggi dari Malaysia (Bappenas, 2008).
Dilihat dari AKB-nya, dalam periode 1991-2005 Indonesia sudah memenuhi target dari MDGs, artinya ditinjau dari tujuan dapat dikatakan sudah berhasil. Tetapi kecenderungan yang terjadi, berdasarkan prediksi dari tim BPS-UNDP-Bappenas (2005) penurunan AKB tidak berlangsung cepat, tetapi turun perlahan secara eksponensial. Berdasarkan pola ini, diperkirakan di tahun 2015 AKB di Indonesia mencapai 21 kematian bayi per 1000 kelahiran. Angka ini belum memenuhi target dari MDGs yaitu sebesar 17 kematian bayi per 1000 kelahiran. Untuk itu pemerintah harus berupaya keras melalui berbagai program intervensi untuk menekan AKB ini (Bappenas, 2008).
Diantara provinsi-provinsi di Indonesia pada tahun 2007, posisi Jawa Timur apabila dilihat dari AKB-nya, termasuk kelompok menengah yaitu 35 kematian per 1000 kelahiran. AKB terendah yaitu DI Yogyakarta dengan 19 kematian bayi per 1000 kelahiran, sedangkan yang tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Barat dengan 74 kematian bayi per 1000 kelahiran (Bappenas, 2008). Pada tahun 2008 AKB Jawa Timur turun dari 35 menjadi 32. Apabila dicermati lebih lanjut, kabupaten/kota di Jawa Timur mempunyai AKB yang sangat beragam, yang terendah di Kota Blitar (22 kematian per 1000 kelahiran) sedangkan tertinggi di Kabupaten Probolinggo (69 kematian per 1000 kelahiran). Terjadinya keragaman dan ketimpangan antar daerah menarik untuk dikaji, apa penyebabnya dan apakah ada aspek wilayah berpengaruh terhadap AKB. Aspek wilayah dalam penelitian ini terkait dengan perbedaan karakteristik antar daerah, diantaranya adalah ketersediaan tenaga medis serta fasilitas kesehatan yang dimiliki oleh kabupaten/kota di Jawa Timur (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2009).
Diperkirakan 2/3 kematian bayi dibawah umur 1 tahun terjadi pada masa bayi baru lahir (BBL). Kehidupan pada masa BBL sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faal. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologis seperti pertukaran gas melalui plasenta digantikan oleh aktif nya fungsi paru untuk bernafas (pertukaran oksigen dengan karbon dioksida), saluran cerna berfungsi untuk menyerap makanan, ginjal berfungsi untuk mengeluarkan bahan yang tidak terpakai lagi oleh tubuh untuk mempertahankan homeostasis kimia darah, hati berfungsi untuk menetralisir dan mengekresikan bahan racun yang tidak diperlukan badan, sistem imunologi berfungsi untuk mencegah infeksi dan sistem kardiovaskuler serta endokrin bayi menyesuaikan diri dengan perubahan fungsi organ tersebut diatas. Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faal yang disebabkan prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir (Direktorat Kesehatan Anak Khusus, 2010).
Disamping penyesuaian fisiologik bayi baru lahir merupakan periode yang penting dan rawan, penanganan dan pemeriksaan bayi baru lahir juga merupakan faktor penting dalam menemukan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian. Misalnya sebagai akibat hipotermia pada bayi baru lahir dapat terjadi cold stress yang selanjutnya dapat menyebabkan hipoksemia atau hipoglikemia dan mengakibatkan kerusakan otak. Contoh lainnya misalnya, kurang baiknya pembersihan jalan nafas waktu lahir dapat menyebabkan masuknya cairan lambung kedalam paru-paru yang mengakibatkan kesulitan pernafasan. Tidak kurang penting adalah pencegahan terhadap infeksi yang dapat terjadi melalui tali pusat pada waktu pemotongan tali pusat, melalui mata, melalui telinga pada waktu persalinan atau pada waktu memandikan/membersihkan bayi dengan bahan atau cairan atau alat yang kurang bersih (Direktorat Kesehatan Anak Khusus, 2010).
, ,

Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin Fisiologis

BAB 1

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Persalinan merupakan proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perdarahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks (Wiknjosastro dkk, 2008).
Persalinan merupakan rangkaian kejadian yang kompleks, meliputi fisik, dan psikis. Dalam proses tersebut tidak selamanya berjalan dengan lancar, akan tetapi terdapat penyulit-penyulit yang dapat menyebabkan kematian ibu maupun bayi. Angka Kematian Ibu (AKI) yang merupakan angka kejadian kematian ibu akibat proses kehamilan, persalinan, dan nifas, merupakan salah satu indikator penting untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI Indonesia sebesar 228/100.000 kelahiran hidup dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) adalah sebesar 226/100.000 kelahiran hidup, meskipun demikian, angka tersebut masih tertinggi di Asia. Hal ini menunjukkan bahwa derajat kesehatan dan kesejahteraan perempuan di Indonesia masih perlu penanganan serius dari semua pihak (SDKI, 2007).
Sebagian besar penyebab kematian ibu dapat dicegah dengan penanganan yang adekuat. Salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian tersebut adalah pelayanan maternal dan neonatal yang berkualitas, dekat dengan masyarakat, dan difokuskan pada tiga pesan kunci Making Pergnancy Safer, yaitu setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat, dan setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan serta penanganan komplikasi keguguran (Saifuddin dkk, 2002).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melaksanakan Making Pregnancy Safer untuk menurunkan AKI di Indonesia adalah dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan dalam menolong persalinan. Adanya perubahan paradigma menunggu terjadinya dan menangani komplikasi menjadi pencegahan terjadinya komplikasi diharapkan dapat memberikan konstribusi dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir (Wiknjosastro dkk, 2008).
Dengan demikian, pengetahuan dan pemahaman bidan tentang persalinan merupakan hal yang penting untuk dapat melaksanakan asuhan kebidanan yang maksimal, dan pengetahuan tentang persalinan fisiologi merupakan dasar penting yang harus diketahui untuk melakukan pemantauan perkembangan kesehatan ibu, melakukan deteksi dini serta penanganan yang adekuat untuk menjamin kesejahteraan ibu dan bayinya yang pada akhirnya dapat menurunkan Angka Kematian Ibu di Indonesia.
, ,

Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil dengan HIV / AIDS

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kehamilan pada manusia diawali oleh konsepsi, yaitu proses fertilisasi atau pembuahan telur oleh sebuah sel sperma dan berlangsung rata-rata 266 hari (38 minguu) dari konsepsi, atau 40 minggu dari permulaan siklus menstruasi terakhir (Neil A. Campbel, 2007). Masa ini juga merupakan tahap penyesuaian sebelum memasuki masa menjadi seorang ibu. Sehingga penting sekali dilakukannya konseling, terutama pada ibu hamil yang dideteksi dengan HIV/AIDS.
Acquired Imunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia setelah sistem kekebalan tubuhnya dirusak oleh virus HIV ( Human Imunodeficiensy Virus). HIV/AIDS telah menimbulkan kekhawatiran dikarenakan prognosisnya yang buruk dan menyebabkan kematian. Di Indonesia, menurut Ditjen PP dan PL Kemenkes RI (2014) dilaporkan sampai Maret 2014 kasus AIDS sebanyak 54.231. Di Jawa Timur terdapat kasus HIV 16.752 sedangkan kasus AIDS 10.116. Menurut Yayasan Pelita Ilmu menyebutkan bahwa pada tahun 2014 diperkirakan terdapat 5.775 kasus baru dengan 34.287 kasus kumulatif HIV di seluruh Indonesia. Kondisi tersebut menunjukkan pentingnya implementasi program prevention of mother to child transmission of HIV (PMTCT) yang bertujuan untuk menyelamatkan ibu dan bayi dari infeksi HIV. Program PMTCT dapat berjalan dengan baik bila didukung sepenuhnya oleh tenaga kesehatan, salah satunya bidan. Bidan bertugas memberi KIE untuk meningkatkan pengetahuan ibu akan penularan HIV dari ibu positif HIV ke anaknya.
Pada ibu hamil dengan HIV, hal yang perlu diperhatikan adalah resiko penularan terhadap janin. Pada penderita HIV, selama perjalanan penyakitnya akan mengalami penurunan kondisi tubuh jika tidak mendapatkan pemantauan dan penanganan yang adekuat dari petugas kesehatan. Selain penularan terhadap janin, komplikasi lain yang ditimbulkan adalah kejadian abortus dan IUGR.
Selain adanya pengaruh fisik terhadap ibu dan bayi, terdapat hal lain yang penting dan harus dipertimbangkan oleh tenaga kesehatan ketika memberikan asuhan adalah kondisi psikologis ibu yang kemungkinan akan mengalami cemas, depresi, dilema serta khawatir akan kesehatan bayinya. Oleh karena itu, konseling sangat bermanfaat untuk memberikan informasi dan nasehat kepada pasangan usia subur terutama memperhatikan faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhi hasil akhir kehamilan, wanita yang bersangkutan diberi nasihat tentang resiko yang ada pada dirinya dan diberikan suatu strategi untuk mengurangi atau mengeliminasi pengaruh infeksi HIV pada dirinya dan yang terpenting adalah mencegah penularan terhadap bayinya.


1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan dan melaksanakan Asuhan Kebidanan pada ibu hamil dengan HIV/AIDS menurut pemikiran varney dan mendokumentasikannya dalam bentuk SOAP.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu :
1.2.2.1 Melakukan pengkajian data subyektif dan obyektif
1.2.2.2 Menganalisa data untuk menentukan diagnosis aktual dan diagnosis potensial yang mungkin timbul pada ibu hamil dengan HIV/AIDS.
1.2.2.3 Mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera pada ibu hamil dengan HIV/AIDS
1.2.2.4 Merencanakan asuhan kebidanan yang menyeluruh berdasarkan kebutuhan ibu hamil dengan HIV/AIDS.
1.2.2.5 Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
1.2.2.6 Melakukan evaluasi terhadap asuhan yang dilaksanakan.
1.2.2.7 Melakukan pendokumentasian hasil asuhan kebidanan dalam bentuk SOAP

, ,

Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil Fisiologis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok paling beresiko terkena bermacam gangguan kesehatan (kesakitan dan kematian). Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2007, Angka Kematian Ibu di Indonesia sebesar 226/100.000 kelahiran hidup. Dengan angka tersebut, secara matematis dapat diartikan bahwa dalam setiap jamnya terjadi 1 kematian ibu di Indonesia, atau 24 kematian ibu per hari, 98 kematian ibu per minggu. Ini suatu angka kematian yang fantastis untuk ukuran era globalisasi. Oleh karena itu kita harus berupaya untuk menurunkannya (Depkes RI, 2008).
Pengawasan antenatal memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan yang menyertai hamil secara dini, sehingga dapat diperhitungkan dan disiapkan langkah-langkah dalam pertolongan persalinannya. Diketahui bahwa janin dalam rahim dan ibunya merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi, sehingga kesehatan ibu yang optimal akan meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, dan perkembangan janin (Manuaba, 2007).
Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa kehamilan antara lain sistem reproduksi (uterus, vagina, payudara), sistem kardiovaskuler, sistem respirasi, sistem pencernaan, sistem urinaria, metabolik, sistem integumen, sistem muskuloskeletal, sistem endokrin, adanya perubahan hormon estrogen-progesteron, ovarium dan plasenta, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, kelenjar pituitari, pankreas, dan kelenjar adrenal. Asuhan pada ibu hamil ini diharapkan dapat membantu proses penyesuaian selama kehamilan sehingga bisa berjalan normal dan tanpa adanya masalah atau penyulit. Dalam melewati proses kehamilan seorang wanita harus mendapat penatalaksanaan yang benar, karena dapat berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas ibu. Ini terbukti dengan angka kematian yang tinggi di negara Indonesia. Dengan demikian penulis ingin mempelajari lebih lanjut dalam management kebidanan pada ibu hamil normal sehingga dapat menjaga kesehatan ibu dan bayi, melaksanakan asuhan yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati dan merujuk bila terjadi komplikasi, serta memberi pendidikan kesehatan pada ibu tentang perawatan kesehatan diri dan nutrisi selama hamil.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu hamil fisiologis dengan menerapkan pola pikir melalui pendekatan manajemen kebidanan kompetensi bidan di Indonesia dan pendokumentasian menggunakan SOAP.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu membuat teori kehamilan fisiologis trimester III
2. Mahasiswa mampu membuat konsep dasar asuhan kebidanan pada kehamilan fisiologis trimester III
3. Mahasiswa mampu membuat kasus kehamilan fisiologis trimester III
4. Mahasiswa mampu membuat pembahasan dari kasus kehamilan fisiologis trimester III
5. Mahasiswa mampu membuat kesimpulan dari kasus kehamilan fisiologis trimester III
6. Mahasiswa dapat mendokumentasikan asuhan kebidanan dengan menggunakan dokumentasi SOAP pada kasus kehamilan fisiologis trimester III
, ,

Asuhan Kebidanan pada Ibu dengan KB IUD

BAB 1

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada pada posisi keempat di dunia, dengan laju pertumbuhan yang masih relatif tinggi. Esensi tugas program Keluarga Berencana (KB) dalam hal ini telah jelas yaitu menurunkan fertilitas agar dapat mengurangi beban pembangunan demi terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Seperti yang disebutkan dalam UU No.10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, definisi KB yakni upaya meningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga guna mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
Berdasarkan data dari SDKI 2002 – 2003, angka pemakaian kontrasepsi (contraceptive prevalence rate/CPR) mengalami peningkatan dari 57,4% pada tahun 1997 menjadi 60,3% pada tahun 2003. Pada 2015 jumlah penduduk Indonesia hanya mencapai 255,5 juta jiwa. Namun, jika terjadi penurunan angka satu persen saja, jumlah penduduk mencapai 264,4 juta jiwa atau lebih. Sedangkan jika pelayanan KB bisa ditingkatkan dengan kenaikan CPR 1%, penduduk negeri ini sekitar 237,8 juta jiwa (Kusumaningrum, 2009).
Menurut SDKI 2002-2003 Pada tahun 2003, kontrasepsi yang banyak digunakan adalah metode suntikan (49,1 persen), pil (23,3 persen), IUD/spiral (10,9 persen), implant (7,6 persen), MOW (6,5 persen), kondom (1,6 persen), dan MOP (0,7 persen). Alat kontrasepsi sangat berguna sekali dalam program KB namun perlu diketahui bahwa tidak semua alat kontrasepsi cocok dengan kondisi setiap orang. Untuk itu, setiap pribadi harus bisa memilih alat kontrasepsi yang cocok untuk dirinya. Pelayanan kontrasepsi (PK) adalah salah satu jenis pelayanan KB yang tersedia. Sebagian besar akseptor KB memilih dan membayar sendiri berbagai macam metode kontrasepsi yang tersedia. Faktor lain yang mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi antara lain faktor pasangan (umur, gaya hidup, jumlah keluarga yang diinginkan, pengalaman dengan metode kontrasepsi yang lalu), faktor kesehatan (status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul), faktor metode kontrasepsi (efektivitas, efek samping, biaya), tingkat pendidikan, pengetahuan, kesejahteraan keluarga, agama, dan dukungan dari suami/istri. Faktor-faktor ini nantinya juga akan mempengaruhi keberhasilan program KB. Hal ini dikarenakan setiap metode atau alat kontrasepsi yang dipilih memiliki efektivitas yang berbeda-beda.
Strategi peningkatan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti IUD, terlihat kurang berhasil, yang terbukti dengan jumlah peserta KB IUD yang terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Maka perlu dilakukan upaya untuk lebih mempopulerkan kembali metode kontrasepsi IUD karena merupakan kontrasepsi yang cost efektif, memiliki efektivitas yang tinggi, reversibel dan berjangka panjang, tidak perlu lagi mengingat kapan kontrol, tidak mempengaruhi hubungan seksual dan tidak ada efek samping hormonal.
,

Asuhan Keperawatan pada Bayi dengah Hirschprung

BAB 1

PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal yang harus dimiliki dan dipelihara dengan baik oleh setiap orang terutama oleh anak- anak. Kesehatan anak harus benar- benar diperhatikan karena akan menunjang terhadap perkembangan anak selanjutnya dimasa yang akan datang, memperhatikan kesehatan anak sejak dini akan menunjang terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak baik dari segi fisik maupun dari segi psikis.
Penyakit Hirschsprung merupakan gangguan perkembangan sistem saraf enterik dan ditandai dengan tidak ditemukannya sel ganglion pada colon bagian distal sehingga terjadi obstruksi fungsional. Penyakit hirsprung adalah penyakit obstruksi usus fungsional akibat aganglionik meissner dan aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus kearah proksimal, 70- 80 % terbatas di daerah rectosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitar 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pylorus ( Arif Mansjoer, 2000).
Penyakit hirsprung pertama kali dijelaskan oleh Ruysch pada tahun 1691 dan dipopulerkan oleh Hirschsprung pada tahun 1886, patofisiologinya belum diketahui hingga pertengahan abad ke 20, ketika Whitehouse dan Kernohan mendapatkan aganglionosis pada usus bagian distal sebagai penyebab obstruksi dalam laporan kasus pasien mereka. Pada tahun 1949, Swenson menjelaskan penatalaksanaan definitif Hirschsprung yaitu dengan rectosigmoidectomy dengan anastomosis colonal. Setelah itu diketahui jenis teknik operasi lainnya, termasuk teknik Duhamel dan Soave. Pada masa kini, adanya kemajuan pada teknik operasi, termasuk prosedur minimal invasif, dan diagnosis dini telah mengurangi mortalitas dan morbiditas pasien dengan penyakit Hirschsprung.
Menurut data di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung persentase penyakit hirsprung merupakan peringkat terbanyak ke dua dari lima besar penyakit kongenital yang ada di rumah sakit tersebut ). Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis membuat laporan komprehensif yang akan membahas tentang konsep dasar hirschprung dan asuhan keperawatan yang berikan.
,

Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Pre Eklampsia Berat

BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Di negara – negara maju dan sedang berkembang, kematian maternal merupakan masalah yang besar. Tingkat kematian maternal di Indonesia diperkirakan sekitar 450 per 100.000 kelahiran hidup. (Wiknjosastro, 2007). Penyebab terpenting kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan 40 – 60%, infeksi 20 – 30%, dan keracunan kehamilan 20 – 30%, sisanya sekitar 5% disebabkan penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan dan masa nifas. Di Indonesia eklampsia disamping perdarahan dan infeksi masih merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi (Winkjosastro, 2007).). Pre eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit, yang langsung disebabkan oleh kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana hal itu terjadi. Istilah kesatuan penyakit harus diartikan bahwa kedua peristiwa dasarnya sama dan bahwa eklampsia merupakan peningkatan yang lebih berat dan berbahaya dari pre eklampsia, dengan tambahan gejala-gejala tertentu. Pre eklamsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke -3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa.
Masa nifas masa yang sangat penting bagi tenaga kesehatan untuk melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada komplikasi nifas (Sulistyawati, 2009). Pre eklampsi dalam kehamilan dan persalinan sebagian besar berlanjut pada masa nifas (Fraser, 2009), pada ibu nifas kejang dapat terjadi untuk pertama kalinya setelah melahirkan. Kejang dapat juga terjadi kembali seteleh melahirkan. Oleh karena itu pasien harus diobservasi denga seksama (WHO, 2001). Biasanya tanda-tanda pre eklamsia timbul dalam urutan: pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria (Wiknjosastro, 2007). Pre eklampsia dibagi menjadi pre eklampsia ringan dan berat. (WHO, 2001). Jika seorang ibu pascapartum menunjukkan tanda-tanda yang berhubungan dengan pre eklamsia, bidan harus waspada kemungkinan tersebut dan harus melakukan observasi tekanan darah dan urine dan mencari bantuan medis (Fraser, 2009). Pentingnya diagnosa secara dini membantu penatalaksanaan secara dini sehingga penatalaksanaan pre-eklamsi yang baik dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas ibu dan janin.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Diharapkan mahasiswa dapat melaksanakan asuhan kebidanan dan membuat dokumentasi kebidanan pada ibu nifas dengan pre eklampsi berat
1.2.2 Tujuan khusus
Diharapkan mahasiswa mampu :
1. Melakukan pengkajian data subyektif dan obyektif
2. Menganalisa data untuk menentukan diagnosis aktual dan diagnosis potensial yang mungkin timbul pada ibu nifas dengan PEB
3. Mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera pada ibu nifas dengan PEB
4. Merencanakan asuhan kebidanan yang menyeluruh berdasarkan kebutuhan ibu ibu nifas dengan PEB
5. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
6. Melakukan evaluasi terhadap asuhan yang dilaksanakan.
7. Melakukan pendokumentasian hasil asuhan kebidanan dalam bentuk SOAP

1.3 Pelaksanaan
Tempat : ruang merpati IRNA Obgyn RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Waktu : 8-27 September 2014

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Penulis
Penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan selama pendidikan.
1.4.2 Manfaat Bagi Klien
Klien mendapatkan asuhan kebidanan yang bermutu.

SAP Prolapsus Uteri

SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)

Pokok Bahasan : Prolapsus uteri
Hari/Tanggal : / April 2015
Tempat : IRJ Kandungan RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Waktu : 07.30 WIB

I. Latar Belakang
Prolapsus organ panggul adalah keadaan yang sering terjadi terutama pada wanita tua. Diperkirakan lebih dari 50% wanita yang pernah melahirkan normal akan mengalami keadaan ini dalam berbagai tingkatan, namun oleh karena tidak semua diantara mereka mengeluhkan hal ini pada dokter maka angka kejadian yang pasti sulit ditentukan. Prolapsus organ panggul disebut pula sebagai prolapsus uteri, prolapsus genitalis, prolapsus uterovaginal, pelvic relaxation, disfungsi dasar panggul, prolapsus urogenitalis, atau prolapsus dinding vagina (Widjanarko, 2009).
Di Indonesia prolapsus genetalia lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua, dan wanita dengan pekerjaan berat dan sering muncul pada wanita usia 60 tahun lebih. Jarang sekali prolapsus uteri dapat ditemukan pada seorang nulipara. Djafar Sidik dalam penyelidikannya selama 2 tahun (1969-1970) memperoleh 63 kasus prollapsus genetalis dari 5.372 kasus ginekologik di RS Dr. Pringadi di Medan, terbanyak pada grande multipara dalam masa menopause, dan 31,74 pada wanita petani, dari 63 kasus tersebut 69% berumur 40 tahun. Jarang sekali prolapsus uteri dapat ditemukan pada seorang nulipara (Winkjosastro, 2005).
Berdasarkan uraian diatas, kejadian prolapsus uteri sangat berkaitan dengan riwayat kejadian persalinan terutama persalinan normal, karena itu upaya pencegahan dan pendeteksian dini menjadi perhatian bidan, sehingga diharapkan kejadian prolapsus uteri dapat berkurang. Selain itu dalam penatalaksanaanya memerlukan partisipasi dan kerjasama dari semua pihak termasuk profesi kebidanan.

II. Tujuan
Setelah diberikan penyuluhan, peserta diharapkan mengetahui tentang prolapsus uteri.

III. Tujuan Khusus
1. Peserta mengetahui tentang pengertian prolapsus uteri.
2. Peserta mengetahui tentang etiologi prolapsus uteri.
3. Peserta mengeta gejala prolapsus uteri.
4. Peserta mengetahui tentang komplikasi prolapsus uteri.
5. Peserta mengetahui tentang pencegahan prolapsus uteri.
6. Peserta mengetahui tentang pengobatan prolapsus uteri.