BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aktivitas seksual merupakan kebutuhan biologis setiap manusia untuk mendapatkan keturunan. Namun, masalah seksual dalam kehidupan rumah tangga seringkali
mengalami hambatan atau gangguan karena salah satu pihak (suami atau isteri) atau bahkan keduanya, mengalami gangguan seksual. Alangkah baiknya apabila
kita dapat mengenal organ reproduksi dengan baik sehingga kita dapat melakukan deteksi dini apabila terdapat gangguan pada organ reproduksi. Organ
reproduksi pada wanita dibedakan menjadi dua, yaitu organ kelamin dalam dan organ kelamin luar. Organ kelamin luar memiliki dua fungsi, yaitu sebagai jalan
masuk sperma ke dalam tubuh wanita dan sebagai pelindung organ kelamin dalam dari organisme penyebab infeksi.
Saluran kelamin wanita memiliki lubang yang berhubungan dengan dunia luar, sehingga mikroorganisme penyebab penyakit bisa masuk dan menyebabkan infeksi
kandungan salah satunya adalah radang yang terjadi akibat infeksi yang menjalar keatas dari uterus dan bisa datang dari tempat ekstra vaginal lewat jalan
darah, atau menjalar dari jaringan-jaringan sekitarnya dan biasa disebut dengan adneksitis. Menurut Hanifa Winkjosastro (2007) prevalensi adneksitis di
Indonesia sebesar 1 : 1000 wanita dan rata-rata terjadi pada wanita yang sudah pernah melakukan hubungan seksual. Adneksitis bila tidak ditangani dengan
baik akan menyebar ke organ lain disekitarnya. Maka dari itu sangat diperlukan peran tenaga kesehatan dalam membantu perawatan klien adneksitis dengan
baik.
Salah satu tenaga kesehatan yang dapat memberikan asuhan secara komprehensif yaitu bidan melalui asuhan kebidanan yang sudah dimilikinya. Beberapa peran
bidan diantaranya yaitu peran bidan sebagai pengelola dimana bidan memiliki beberapa tugas salah satunya tugas kolaborasi. Dalam kolaborasi ini bidan harus
menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga. Oleh karena itu pada kesempatan
kali ini kami akan membahas secara lebih dalam tentang adneksitis dan penatalaksanaannya dengan konsep asuhan kebidanan.
1.2
Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mempunyai pengalaman nyata dalam memberi asuhan kebidanan pada klien adneksitis dengan manajemen kebidanan Varney dan pendokumentasian
menggunakan SOAP.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan teori tentang adneksitis.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep dasar adneksitis dan konsep manajemen kebidanan.
3. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data subyektif dan obyektif pada klien adneksitis.
4. Mahasiswa mampu menetapkan diagnosa, masalah, diagnosa potensial, kebutuhan dan tindakan segera pada klien adneksitis.
5. Mahasiswa mampu merencanakan asuhan kebidanan pada klien adneksitis.
6. Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada klien adneksitis.
7. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap asuhan yang diberikan pada klien adneksitis.
8. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan kebidanan pada klien adneksitis.
9. Mahasiswa mampu melakukan pembahasan dengan membandingkan antara kasus yang didapat dengan teori yang ada.
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar
Adneksitis
2.1.1 Pengertian
1. Adneksitis atau Salpingo-ooforitis adalah radang pada tuba falopi dan radang ovarium yang terjadi secara bersamaan (Hanifa Wiknjosastro, 2007).
2. Adnexitis adalah infeksi / radang pada adneksa rahim. Adneksa adalah jaringan yang berada di sekitar rahim. Ini termasuk tuba falopii dan ovarium.
Adnexitis disebut juga PID (Pelvic Inflammatory Disease), salpingitis parametritis / salpingo-oophoritis (Hendrawan Nadesul, 2008).
3. Adnexitis adalah inflamasi pada adnexa yaitu salah satu atau kedua tuba falopii dan ovarium (I.B.G.Manuaba, 2007).
2.1.2 Etiologi
|
Pada wanita rongga perut langsung berhubungan dengan dunia luar dengan perantara traktus genetalia. Radang atau infeksi rongga perut disebabkan oleh
infeksi bakteri dan jarang oleh virus. Sebagian besar disebabkan oleh gonococcus, stapylococus, streptococcus, E.Coli, chlamydia trachoma, dan clostridium
dimana bakteri-bakteri tersebut hidup tanpa oksigen. ISK banyak disebabkan oleh bakteri Staphylococcus haemolyticus, streptococcus aureus, escherichia coli. Proses invasi mikroba patogen ini dibantu secara aktif oleh adanya tindakan medis obstetri yang dilakukan secara manipulatif atau eksploratif dan
berlangsung cukup lama, serta dalam kondisi membuka introitus vulva lebar-lebar. Infeksi yang terjadi pada jaringan yang terluka tidak terlokalisasi,
sehingga menyebar ke jaringan-jaringan di sekitarnya. Manifestasi klinisnya muncul pada hari ke-2 sampai ke-10 setelah tindakan ditandai dengan demam
tinggi paling sedikit 2 hari, nyeri pada palpasi bimanual, dan kemungkinan keluarnya lochea berbau (Darmadi, 2008).
Diantara sebab yang paling banyak ialah infeksi gonorroe, infeksi puerperal dan postabortum. Kira-kira 10% infeksi disebabkan oleh tuberculosis. perempuan
yang mengidap TBC paru-paru, misalnya. Basil Tuberculosis akan terbawa aliran darah, lalu singgah di saluran telur. Di sana terjadi peradangan
saluran telur atau adnexitis tuberculosis, salah satu penyebab mandulnya perempuan (Hendrawan Nadesul, 2008). Selanjutnya akibat tindakan kerokan,
laparotomi, pemasangan IUD serta perluasan radang dari alat yang letaknya tidak jauh seperti appendiks (Hanifa Wiknjosastro, 2007). Jika terjadi infeksi
disana (appendicitis acute), jika nanahnya pecah bisa menjalar megenai indung telur, saluran telur, dan organ di sekitar situ (Hendrawan Nadesul,
2008).
2.1.3 Patofisiologi
Radang tuba fallopii dan radang ovarium biasanya terjadi bersamaan. Radang itu kebanyakan akibat infeksi yang menjalar ke atas dari uterus, walaupun
infeksi ini juga bisa datang dari tempat ekstra vaginal lewat jalan darah, atau menjalar dari jaringan – jaringan sekitarnya. Pada salpingo ooforitis
akuta, gonorea ke tuba dari uterus melalui mukosa. Penjalaran kencing nanah berasal dari dinding rahim yang sebelumnya berasal dari vagina, leher rahim,
dan kemudian tiba di dinding rahim. Dari endometrium dinding rahim kuman kencing nanah lalu memasuki saluran telur kiri dan atau kanan. Disana terbentuk
infeksi yang berakhir dengan perlengketan yang menyumbat saluran telur (Hendrawan Nadesul, 2008). Pada endosalping tampak edema serta hiperemi dan
infiltrasi leukosit, pada infeksi yang ringan epitel masih utuh, tetapi pada infeksi yang lebih berat kelihatan degenarasi epitel yang kemudian menghilang
pada daerah yang agak luas dan ikut juga terlihat lapisan otot dan serosa. Dalam hal yang akhir ini dijumpai eksudat purulen yang dapat keluar melalui
ostium tuba abdominalis dan menyebabkan peradangan di sekitarnya. Infeksi ini menjalar dari serviks uteri atau kavum uteri dengan jalan darah atau limfe ke
parametrium terus ke tuba dan dapat pula ke peritonium pelvic (Hanifa Wiknjosastro, 2007).
2.1.4 Pembagian
1. Salpingo ooporitis akuta
Salpingo ooporitis akuta yang disebabkan oleh gonorroe sampai ke tuba dari uterus sampai ke mukosa. Pada gonoroe ada kecenderungan perlekatan fimbria pada
ostium tuba abdominalis yang menyebabkan penutupan ostium itu. Nanah yang terkumpul dalam tuba menyebabkan terjadi piosalping. Pada salpingitis gonoroika
ada kecenderungan bahwa gonokokus menghilang dalam waktu yang singkat, biasanya 10 hari sehingga pembiakan negative.
Salpingitis akut banyak ditemukan pada infeksi puerperal atau pada abortus septic ada juga disebabkan oleh berbagai tindakan kerokan. Infeksi dapat
disebabkan oleh bermacam kuman seperti streptokokus (aerobic dan anaaerobic), stafilokokus, e. choli, clostridium wechii, dan lain-lain. Infeksi ini
menjalar dari servik uteri atau kavum uteri dengan jalan darah atau limfe ke parametrium terus ke tuba dan dapat pula ke peritoneum pelvic. Disini timbul
salpingitis interstitial akuta ; mesosalping dan dinding tuba menebal dan menunjukkan infiltrasi leukosit, tetapi mukosa sering kali normal. Hal ini
merupakan perbedaan yang nyata dengan salpingitis gonoroika, dimana radang terutama terdapat pada mukosa dengan sering terjadi penyumbatan lumen tuba.
2. Salpingo ooporitis kronika
a. Hidrosalping
Pada hidrosalping terdapat penutupan ostium tuba abdominalis. Sebagian dari epitel mukosa tuba masih berfungsi dan mengeluarkan cairan akibat retensi
cairan tersebut dalam tuba. Hidrosalping sering kali ditemukan bilateral, berbentuk seperti pipa tembakau dan dapat menjadi sebesar jeruk keprok.
Hidrosalping dapat berupa hidrosalping simpleks dan hidrosalping follikularis. Pada hidrosalping simpleks terdapat satu ruangan berdinding tipis, sedang
hidrosalping follikularis terbagi dalam ruangan kecil.
b. Piosalping
Piosalping dalam stadium menahun merupakan kantong dengan dinding tebal yang berisi nanah. Pada piosalping biasanya terdapat perlekatan dengan jaringan
disekitarnya. Pada salpingitis interstialis kronika dinding tuba menebal dan tampak fibrosis dan dapat pula ditemukan pengumpulan nanah sedikit di tengah –
tengah jaringan otot.
c. Salpingitis interstisialis kronika
Dinding tuba menebal dan tampak fibrosis dan dapat pula ditemukan pengumpulan nanah sedikit ditengah-tengah jaringan otot. Terdapat pula perlekatan
dengan-dengan jaringan-jaringan disekitarnya seperti ovarium, uterus, dan usus.
d. Kista tubo ovarial, abses tubo ovarial.
Pada kista tubo ovarial, hidrosalping bersatu dengan kista folikel ovarium, sedang pada abses tubo ovarial piosalping bersatu dengan abses ovarium. Abses
ovarium yang jarang terdapat sendiri, dari stadium akut dapat memasuki stadium menahun.
e. Salpingitis tuberkulosa
Merupakan bagian penting dari tuberkulosis genetalis.
2.1.5 Tanda dan gejala
1. Gambaran klinik salpingo ooforitis akuta ialah demam, leukositosis dan rasa nyeri disebelah kanan atau kiri uterus, penyakit tersebut tidak jarang
dijumpai terdapat pada kedua adneksa, setelah lewat beberapa hari dijumpai pula tumor dengan batas yang tidak jelas dan nyeri tekan. Pada pemeriksaan air
kencing biasanya menunjukkan sel-sel radang pada pielitis. Pada torsi adneksa timbul rasa nyeri mendadak dan apabila defence musculaire tidak terlalu
keras, dapat diraba nyeri tekan dengan batas nyeri tekan yang nyata. Gerakan-gerakan serviks terasa nyeri, hipersensitif daerah ovarium dan tuba falopii.
Demam kadang disertai mual dan muntah, nadi menjadi cepat, mengeluarkan lochia yang berbau dan keruh dalam waktu yang lebih lama (I.B.G.Manuaba, 2007).
2. Gejala salpingo ooforitis kronika tidak selalu jelas, penyakit bisa didahului oleh gejala – gejala penyakit akut dengan panas, rasa nyeri cukup kuat di
perut bagian bawah, akan tetapi bisa pula dari permulaan sudah subakut atau menahun. Penderita pada umumnya merasa nyeri di perut bagian bawah sebelah kiri
atau kanan, yang bertambah keras pada pekerjaan berat, disertai dengan penyakit pinggang. Hal ini dikarenakan adanya kontraski otot-otot abdomen yang
menimbulkan ketegangan dinding abdomen sehingga terjadi kelemahan pada otot-otot abdomen dan akhirnya timbul nyeri. Gejala pada fase kronik sama seperti
adnexitis akut hanya pada adnexitis kronik tidak terdapat peningkatan suhu tubuh. Haid pada umumnya lebih banyak dari biasanya dengan siklus yang sering
kali tidak teratur, nyeri pada saat menstruasi atau dismenorhoe karena terjadinya kram atau kontraksi otot uterus, nyeri saat berhubungan seksual atau
dispareunia. Jika hal tersebut terjadi secara terus-menerus maka berbahaya untuk terjadinya infertilitas karena adanya pembengkakan dan jaringan parut yang
lengket pada tuba falopii sehingga menyebabkan tuba non patten (tidak berlubang). Fase kronik dapat terjadi beberapa bulan sampai bertahun-tahun.
(Hanifa Wiknjosastro, 2007)
2.1.6 Komplikasi
Pembedahan pada salpingo-ooforitis akuta perlu dilakukan apabila :
1. Jika terjadi ruptur atau abses ovarium.
2. Jika terjadi gejala-gejala ileus karena perlekatan.
3. Jika terjadi kesukaran untuk membedakan antara apendiksitis akuta dan adneksitis akuta.
Gejala : nyeri kencing, rasa tidak enak di bawah perut, demam, ada lendir/bercak keputihan di celana dalam yang terasa panas, infeksi yang mengenai
organ-organ dalam panggul/ reproduksi. Penyebab infeksi lanjutan dari saluran kencing dan daerah vagina. Selain itu komplikasi yang terjadi dapat berupa
appendisitis akuta, pielitis akuta, torsi adneksa dan kehamilan ektopik yang terganggu. Biasanya lokasi nyeri tekan pada appendisitis akuta (pada titik Mac
Burney) lebih tinggi daripada adneksitis akuta, akan tetapi apabila proses agak meluas perbedaan menjadi kurang jelas.
2.1.7 Penatalaksanaan
Terapi sederhana dapat dilakukan dengan duduk diantara 2 sujud, dua tangan dikepala di pinggang, tarik nafas tangan ke pangkal paha lalu badan bungkuk,
tangan putar simpan di pantat bawah dan tahan nafas dada dan keluar nafas dihidung badan tegak tangan ke paha dan simpan dipinggang 30 menit. Jika
penyakitnya masih dalam keadaan subakut, penderita harus diberi terapi antibiotika dengan spektrum luas. Jika keadaan sudah tenang, dapat diberi terapi
diatermi dalam beberapa seri dan penderita dinasehatkan supaya jangan melakukan pekerjaan yang berat-berat. Dengan terapi ini biarpun sisa-sisa peradangan
masih ada, keluhan-keluhan penderita seringkali hilang atau sangat berkurang. Perlekatan-perlekatan tetap ada dan ini menyebabkan bahwa keluhan-keluhan
tidak dapat hilang sama sekali.
Terapi operatif mempunyai tempat pada salpingo-ooforitis konika.
Indikasi terapi ini adalah:
1. Apabila setelah berulang kali dilakukan terapi dengan diatermi keluhan tetap ada dan mengganggu kehidupan sehari-hari.
2. Apabila tiap kali timbul reaktivisasi dari proses radang.
3. Apabila ada tumor disebelah uterus dan setelah dilakukan beberapa seri terapi diatermi tumor tidak mengecil, sehingga timbul dugaan adanya hidrosalping,
piosalping, kista tubo-ovarial dan sebagainya.
4. Apabila ada infertilitas yang sebabnya terletak pada tuba, dalam hal ini sebaiknya dilakukan laparoskopi dahulu untuk mengetahui apakah ada harapan yang
cukup besar bahwa dengan pembedahan tuba dapat dibuka dengan sempurna dan perlekatan dapat dilepaskan.
Terapi operatif kadang-kadang mengalami kesukaran berhubung dengan perlekatan yang erat antara tuba / ovarium dengan uterus, omentum dan usus, yang memberi
harapan yang terbaik untuk menyembuhkan penderita ialah operasi radikal, terdiri atas histerektomi dan salpingo-ooforektomi bilateral. Akan tetapi, hal ini
hanya dapat dilakukan pada wanita yang hampir menopause. Pada wanita yang lebih muda satu ovarium untuk sebagian atau seluruhnya perlu ditinggalkan,
kadang-kadang uterus harus ditinggalkan dan hanya adneksa dengan kelainan yang nyata diangkat. Jika operasi dilakukan atas dasar indikasi infertilitas,
maka tujuannya adalah untuk mengusahakan supaya fungsi tuba pulih kembali. Perlu dipikirkan kemungkinan diadakan in vitro fertilization.
Terapi pada salpingo-ooforitis akuta bisa juga dilakukan dengan istirahat baring, perawatan umum, pemberian antibiotika dan analgetika. Dengan terapi
tersebut penyakit menjadi sembuh atau menahun. Jarang sekali salpingo-ooforitis akuta memerlukan terapi pembedahan.
(Hanifa Wiknsosastro, 2007)
1.2 Konsep Dasar Manajemen Kebidanan
1.2.1 Pengertian
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisir pikiran serta tindakan berdasarkan teori yang ilmiah,
penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian tahapan untuk mengambil keputusan yang berfokus pada ibu (PPKC, 2004 : 1).
1.2.2 Tujuan
Memberikan asuhan yang adekuat dan terstandar pada ibu dengan adneksitis dengan memperhatikan riwayat kesehatannya.
1.2.3 Langkah-langkah
1. Pengkajian
Mengumpulkan semua data dalam bentuk data subjektif, objektif, dan data penunjang yang akan memberikan gambaran keadaan kesehatan ibu.
· Data Subjektif
1) Identitas
- Nama : menggunakan nama inisial
- Umur : dapat dijumpai pada semua umur (dari 19 – 80 tahun) dengan rata-rata puncaknya pada usia 52 tahun.
- Agama : Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dsb.
- Pendidikan : dasar dalam memberikan KIE.
- Pekerjaan : mengetahui pengaruh aktifitas terhadap kesehatan ibu. Pekerjaan berat akan memperberat nyeri di perut bagian bawah.
2) Keluhan utama
Demam, keluar nanah dari kemaluan, nyeri di perut bagian bawah kanan / kiri, nyeri tekan, haid lebih banyak dari biasanya dengan siklus yang sering kali
tidak teratur, nyeri pada saat menstruasi / dismenorea, nyeri saat berhubungan seksual.
3) Riwayat Obstetri lalu
Tentang riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu. Infeksi puerperal dan post abortum bisa menyebabkan adneksitis.
4) Riwayat menstruasi
Nyeri pada saat menstruasi perlu dikaji karena bisa menjadi salah 1 tanda adneksitis.
5) Riwayat KB
Penggunaan KB IUD.
6) Riwayat kesehatan
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya ibu pernah mengalami gejala-gejala yang sama.
7) Pola kehidupan sehari-hari
a. Pola nutrisi
Perlu ditanyakan bagaimana pemenuhan nutrisi, berhubungan dengan imunitas ibu.
Apakah makan dengan porsi banyak, cepat saji. Jumlah cairan yang dikonsumsi.
b. Pola istirahat
Istirahat yang kurang dapat mengganggu kondisi kesehatan ibu.
c. Pola aktifitas
Aktifitas ibu bekerja dengan beban kerja tinggi / kegiatan fisik yang memberatkan ibu akan menimbulkan rasa lebih nyeri di bagian perut bawah kanan / kiri.
d. Pola eliminisasi
Adakah nyeri saat BAK.
e. Pola sexual
Terkadang timbul nyeri saat melakukan hubungan seksual.
f. Personal hygiene
Terutama kebersihan genetalia.
8) Keadaan psikososial
Respon ibu terhadap penyakitnya dan support dari keluarga.
· Data Objektif
1) Pemeriksaan Umum
- Keadaan umum: baik
- Kesadaran : composmentis
- Tanda-tanda vital : tekanan darah stabil berkisar antara 120/80-110/70 mmHg, nadi batas normal antara 80–100 x/menit), suhu normal 36,5 – 37,5˚C. Suhu
tubuh bisa meningkat (>37,5˚C) ataupun tidak.
2) Pemeriksaan Khusus
Muka : pucat/tidak.
Mata : konjungtiva merah muda / pucat.
Abdomen : nyeri tekan di daerah perut bagian bawah kiri ataupun kanan.
Vagina vulva : terdapat condiloma ataupun tidak, keluar pus atau tidak.
3) Pemeriksaan Penunjang
VT : terdapat nyeri di adneksa.
2. Identifikasi Masalah / Diagnosa Kebidanan
Identifikasi terhadap masalah atau diagnosa berdasarkan interpretasi yang benar atas data yang dikumpulkan.
Dx: P... dengan adneksitis.
3. Identifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial
Identifikasi diagnosa atau masalah potensial dibuat setelah mengidentifikasi diagnosa atau masalah kebidanan. Langkah ini membutuhkan antisipasi dan bila
mungkin dilakukan pencegahan.
Diagnosa potensial :
a. Ruputur / abses ovarium
b. Gejala illeus karena perlekatan
4. Identifikasi kebutuhan segera
Pada tahap ini bidan mengidentifikasi perlunya tindakan segera, baik tindakan konsultasi, kolaborasi dengan dokter atau rujukan berdasarkan kondisi klien.
5. Menyusun rencana asuhan
Pada langkah ini ditentukan oleh hasil kajian pada langkah sebelumnya. Informasi atau data yang kurang dapat dilengkapi. Setiap rencana asuhan harus
disetujui oleh kedua belah pihak.
a. Jelaskan hasil pemeriksaan.
R/ Klien mengerti dengan kondisinya saat ini.
b. Diskusikan dengan klien agar tidak melakukan pekerjaan berat
R/ pekerjaan berat akan menambah rasa nyeri yang dialami.
c. Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan personal hygiene terutama alat kelamin.
R/ memperkecil resiko naiknya bakteri ke atas.
d. Kolaborasi dengan dokter
R/ penatalaksanaan dan pemberian terapi.
6. Implementasi
Merupakan pelaksanaan dari rencana asuhan yang telah dibuat sebelumnya.
7. Evaluasi
Langkah ini sebagai pengecekan apakah rencana asuhan tersebut efektif dalam pelaksanaannya. Untuk pencatatan asuhan dapat diterapkan dalam bentuk SOAP.
S : Data Subyektif
Data ini diperoleh melalui anamnesa.
O : Data Obyektif
Hasil pemeriksaan klien dan pemeriksaan pendukung lainnya.
A : Analisis
Interpretasi berdasarkan data yang terkumpul dibuat kesimpulan.
P : Penatalaksanaan
Merupakan tindakan dari diagnosa yang telah dibuat.
(Salmah, 2002 : 157 – 164)
DAFTAR PUSTAKA
Darmadi dr. 2008. Infeksi Nosokomial : Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta : Salemba Medika.
Manuaba, I.B.G., Manuaba, I.A.Chandranita, dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
Nadesul, Hendrawan dr. 2008. Cara Sehat Menjadi Perempuan. Jakarta : Kompas.
Wiknjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
0 comments:
Post a Comment