Saturday, 12 March 2016

SAP Prolapsus Uteri

SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)

Pokok Bahasan : Prolapsus uteri
Hari/Tanggal : / April 2015
Tempat : IRJ Kandungan RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Waktu : 07.30 WIB

I. Latar Belakang
Prolapsus organ panggul adalah keadaan yang sering terjadi terutama pada wanita tua. Diperkirakan lebih dari 50% wanita yang pernah melahirkan normal akan mengalami keadaan ini dalam berbagai tingkatan, namun oleh karena tidak semua diantara mereka mengeluhkan hal ini pada dokter maka angka kejadian yang pasti sulit ditentukan. Prolapsus organ panggul disebut pula sebagai prolapsus uteri, prolapsus genitalis, prolapsus uterovaginal, pelvic relaxation, disfungsi dasar panggul, prolapsus urogenitalis, atau prolapsus dinding vagina (Widjanarko, 2009).
Di Indonesia prolapsus genetalia lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua, dan wanita dengan pekerjaan berat dan sering muncul pada wanita usia 60 tahun lebih. Jarang sekali prolapsus uteri dapat ditemukan pada seorang nulipara. Djafar Sidik dalam penyelidikannya selama 2 tahun (1969-1970) memperoleh 63 kasus prollapsus genetalis dari 5.372 kasus ginekologik di RS Dr. Pringadi di Medan, terbanyak pada grande multipara dalam masa menopause, dan 31,74 pada wanita petani, dari 63 kasus tersebut 69% berumur 40 tahun. Jarang sekali prolapsus uteri dapat ditemukan pada seorang nulipara (Winkjosastro, 2005).
Berdasarkan uraian diatas, kejadian prolapsus uteri sangat berkaitan dengan riwayat kejadian persalinan terutama persalinan normal, karena itu upaya pencegahan dan pendeteksian dini menjadi perhatian bidan, sehingga diharapkan kejadian prolapsus uteri dapat berkurang. Selain itu dalam penatalaksanaanya memerlukan partisipasi dan kerjasama dari semua pihak termasuk profesi kebidanan.

II. Tujuan
Setelah diberikan penyuluhan, peserta diharapkan mengetahui tentang prolapsus uteri.

III. Tujuan Khusus
1. Peserta mengetahui tentang pengertian prolapsus uteri.
2. Peserta mengetahui tentang etiologi prolapsus uteri.
3. Peserta mengeta gejala prolapsus uteri.
4. Peserta mengetahui tentang komplikasi prolapsus uteri.
5. Peserta mengetahui tentang pencegahan prolapsus uteri.
6. Peserta mengetahui tentang pengobatan prolapsus uteri.


IV. Sasaran
Pasien dan keluarga pasien poli kandungan RSUD Dr. Soetomo

V. Komunikator
Mahasiswa profesi Program Studi Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.

VI. Materi
Terlampir (prolapsus uteri)


VII. Metode
Metode yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah metode ceramah dan tanya jawab. Metode ceramah dipadukan dengan metode tanya jawab dimaksudkan untuk memotivasi minat dan keterlibatan peserta penyuluhan.

VIII. Media
1. Leaflet
2. Lembar balik

IX. Pengorganisasian
Penanggung jawab : 1. K. Kasiati, S.Pd., M.Kes
2. Ernawati, S.Kep., Ns.
Moderator : Ayu MK
Penyaji : Alawiyah RD
Fasilitator : Petisa AS
Observer : Anindya DR

X. Kegiatan Penyuluhan
No. Waktu Pembicara Peserta
1.
2 Menit
Pembukaan:
1. Memberi salam.
2. Memperkenalkan diri.
3. Menyampaikan topik bahasan.
4. Menjelaskan tujuan penyuluhan.
5. Melakukan kontrak waktu
Menjawab salam.
Mendengarkan.
Mendengarkan.
Mendengarkan.
Mendengarkan dan memberikan persetujuan.
2.
10 Menit
Penyajian Materi:
1. Mengkaji pengetahuan awal peserta tentang topik yang akan disampaikan.
2. Menyampaikan materi tentang prolaps uterus.
Menjawab.
Mendengarkan dan memperhatikan.
1.
5 Menit
Evaluasi:
1. Memberikan kesempatan pada peserta untuk bertanya.
2. Menanyakan kembali pada peserta tentang materi yang telah diberikan.
Bertanya.
Menjawab.
2.
3 Menit
Penutup:
1. Menyimpulkan materi.
2. Memberi salam
Mendengarkan.
Menjawab salam.

XI. Evaluasi
1. Struktural
1) Peserta hadir di tempat penyuluhan.
2) Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di Poli Kandungan RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
3) Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan 3 hari sebelumnya.
4) Tidak ada peserta penyuluhan yang meninggalkan tempat sebelum penyuluhan selesai.
2. Proses
1) Masing-masing anggota tim bekerja sesuai tugas.
2) Peserta antusias terhadap penyuluhan, serta peserta yang terlibat aktif dalam penyuluhan 50% dari yang hadir.
3. Hasil
Peserta mengerti dan memahami penjelasan yang diberikan oleh penyuluh sesuai dengan tujuan khusus, yaitu perserta dapat:
1) Mengetahui tentang pengertian Prolapsus uteri.
2) Mengetahui tentang etiologi Prolapsus uteri.
3) Mengetahui tentang gejala Prolapsus uteri.
4) Mengetahui tentang pengobatan Prolapsus uteri.
5) Mengetahui tentang pencegahan Prolapsus uteri.
6) Mengetahui tentang pengobatan Prolapsus uteri.
4. Antisipasi masalah
1) Bila peserta tidak aktif dalam kegiatan (tidak ada pertanyaan) fasilitator dapat menstimulasi dengan cara berdialog dengan pemberi materi dalam membahas apa yang sedang diberikan.
2) Pertanyaan yang mungkin tidak dapat dijawab oleh kelompok penyaji hendaknya dilakukan konfirmasi dengan anggota pengorganisasian lainnya.

MATERI PENYULUHAN
PROLAPSUS UTERI

I. PENGERTIAN
Prolapsus uteri adalah keadaan yang terjadi akibat otot penyangga uterus menjadi kendor sehingga uterus akan turun atau bergeser kebawah dan dapat menonjol keluar dari vagina (Widjanarko, 2009).

II. ETIOLOGI
Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan penyulit, merupakan penyebab prorapsus genetalis, dan memperburuk prolaps yang sudah ada. Faktor-faktor lain adalah tarikan pada janin pada pembukaan yang belum lengkap, perasat crede yang berlebihan untuk mengeluarkan plasenta, dan sebagainya. Jadi, tidaklah mengherankan jika prolapsus genatalia dapat terjadi segera sesudah partus atau dalam masa nifas. Ascites dan tumor-tumor di daerah pelvis mempermudah terjadinya prolapsus genetalis. Bila prolapsus uteri dijumpai pada nulipara, faktor penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang uterus.

III. GEJALA
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:
1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genetalia eksterna.
2. Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang.
3. Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
a. miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian bila lebih berat juga pada malam hari.
b. perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya
c. stress incontinence, yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk, mengejan.Kadang-kadang dapat terjadi retensio urinae pada sistokel yang besar sekali.
4. Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:
a. obstipasi karena faeses berkumpul dalam rongga rektokel
b. baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada rektokel dari vagina.
5. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut :
a. Pengeluaran serviks uteri dari vulva menggangu penderita waktu berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai luka dan dekubitus pada portio uteri.
b. Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena infeksi serta luka pada portio uteri.
6. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa penuh di vagina.

IV. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri adalah :
1. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri.
2. Dekubitus
3. Hipertrofi serviks uteri dan elangasio kolli
4. Gangguan miksi dan stress incontinence
5. Infeksi jalan kencing
6. Kemandulan
7. Kesulitan pada waktu partus
8. Haemorroid
9. Inkarserasi usus halus

V. PENCEGAHAN
1. Pemendekan waktu persalinan, terutama kala pengeluaran dan kalau perlu dilakukan elektif (umpama ekstraksi forseps dengan kepala sudah di dasar panggul), membuat episiotomi, memperbaiki dan mereparasi luka atau kerusakan jalan lahir dengan baik, memimpin persalinan dengan baik agar dihindarkan penderita meneran sebelum pembukaan lengkap betul, menghindari paksaan dalam pengeluaran plasenta (perasat crede), mengawasi involusi uterus pasca persalinan tetap baik dan cepat, serta mencegah atau mengobati hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan intraabdominal seperti batuk-batuk yang kronik.
2. Menghindari mengangkat benda-benda yang berat.
3. Menganjurkan agar penderita jangan terlalu banyak punya anak atau sering melahirkan.

VI. PENGOBATAN
1. Pengobatan Medis
a. Latihan-latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolapsus enteng, terutama yang terjadi pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan.
Caranya : penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah selesai berhajat, atau penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan air kencing dan tiba-tiba menghentikannya.
Latihan ini bisa menjadi lebih efektif dengan menggunakan perineometer menurut Kegel. Alat ini terdiri atas obturator yang dimasukkan kedalam vagina, dan yang dengan suatu pipa dihubungkan dengan suatu manometer. Dengan demikian, kontraksi otot-otot dasar panggul dapat diukur.
b. Stimulasi otot-otot dengan alat listrik
Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat pula ditimbulkan dengan alat listrik, elektrodenya dapat dipasang dalam pressarium yang dimasukkan ke dalam vagina.
c. Pengobatan dengan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat paliatif, yakni menahan uterus di tempatnya selama dipakai. Oleh karena jika pessarium diangkat, timbul prolapsus lagi.
Prinsip pemakaian pessarium:
Alat tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah.
Jika pessarium terlalu kecil atau dasar panggul terlalu lemah, pessarium akan jatuh dan prolapsus uteri akan timbul lagi. Pessarium yang paling baik adalah pessarium cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah dapat digunakan pessarium Napier, yang terdiri dari suatu gagang (steam) dengan ujung atas suatu mangkok (cup) dengan beberapa lobang dan diujung bawah 4 tali. Mangkok ditempatkan di bawah serviks dan tali-tali dihubungkan dengan sabuk pinggang untuk memberi sokongan kepada pessarium. Sebagai pedoman untuk mencari ukuran yang cocok, diukur dengan jari jarak antara forniks vagina dengan pinggir atas introitus vaginae, ukuran tersebut dikurangi dengan 1 cm untuk mendapat diameter dari pessarium yang akan dipakai.
Pessarium diberi zat pelicin dan dimasukkan miring sedikit ke dalam vagina. Setelah bagian atas masuk kedalam vagina, bagian tersebut ditempatkan ke forniks vagina posterior. Apabila pessarium tidak dapat dimasukkan, sebaiknya dipakai pessarium dari karet dengan per di dalamnya. Pessarium ini dapat dikecilkan dengan menjepit pinggir kanan dan kiri antara 2 jari, dan dengan demikian lebih mudah dimasukkan ke dalam vagina. Untuk mengetahui setelah dipasang, apakah ukurannya cocok, penderita disuruh batuk atau mengejan. Jika pessarium tidak keluar, penderita di suruh jalan- jalan, apabila ia tidak meras nyeri, pessarium dapat dipakai terus.
Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asal saja penderita diawasi secara teratur. Periksa ulang sebaiknya dilakukan 2-3 bulan sekali; vagina diperiksa inspekulo untuk menentukan ada tidaknya perlukaan; pessarium dibersihkan dan disucihamakan, dan kemudian dipasang kembali. Apabila pessarium dibiarkan dalam vagina tanpa pengawasan yang teratur, dapat timbul komplikasi ulserasi, dan terpendamnya sebagian dari pessarium dalam dinding vagina, malahan bisa terjadi fistula vesikovaginalis atau fistula rektovaginalis.
Kontraindikasi pemakaian pessarium:
adanya radang pelvis akut atau subakut dan karsinoma.
Indikasi penggunaan pessarium :
a. kehamilan
b. bila penderita belum siap untuk dilakukan operasi
c. sebagai terapi tes, menyatakan bahwa operasi harus dilakukan
d. penderita menolak untuk dioperasi, lebih suka terapi konsevatif
e. untuk menghilangkan simptom yang ada, sambil menunggu waktu operasi dapat dilakukan.
Jenis-jenis pessarium untuk prolapsus uteri
2. Pengobatan Operatif
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa faktor seperti umur penderita, keinginanya untuk masih mendapatkan anak atau untuk mempertahankan uterus, tingkat prolapsus dan adanya keluahan.
Macam-Macam Operasi
1. Ventrofiksasi
Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan anak dilakukan operasi untuk membuat uterus ventrofiksasi dengan cara memendekkan ligamentum rotundum atau mengikatkan ligamentum rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi Purandare.
2. Operasi Manchester
Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong, di muka serviks; dilakukan pula kolporafia anterior dan kolpoperineoplastik. Amputasi serviks dilakukan untuk memperpendek serviks yang memanjang (elo ngasio kolli). Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, abortus, partus prematurus, dan distosia servikalis pada persalinan. Bagian yang penting dari operasi Manchester adalah penjahitan ligamentum kardinale didepan serviks karena dengan tindakan ini ligamentum kardinale diperpendek, sehingga uterus akan terletak dalam posisi anteversifleksi dan turunnya terus dapat dicegah.
3. Histerektomi vaginal
Opersi ini tepat untuk dilakukan pada prolapsus uteri dalam tingkat lanjut, dan pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus diangkat, puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan kiri atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah prolaps vagina dikemudian hari.
4. Kolpokleisis (opearsi Neugebauer-Le Fort)
Pada waktu obat-obat serta pemberian anestesi dan perawatan pra/pasca operasi belum baik untuk wanita tua yang seksual tidak aktif lagi dapat dilakukan operasi sederhana dengan menjahitkan dinding vagina depan dengan dididing belakang, sehingga lumen vagina tertutup dan uterus terletak di atas vagina. Akan tetapi operasi ini tidak memperbaiki sistokel dan rektokelnya sehingga dapat menimbulkan inkontinensia urine, obstipasi serta keluhan prolaps lainnya juga tidak hilang.
Share:  

0 comments:

Post a Comment