Imunisasi adalah upaya memberikan kekebalan aktif kepada seseorang dengan cara memberikan vaksin. dengan imunisasi, seseorang akan memiliki kekebalan
terhadap penyakit. sebaliknya, bila tidak, akan mudah terkena penyakit infeksi berbahaya.
vaksin adalah produk biologis yang berasal dari virus, atau bakteri penyakit yang telah dilemahkan/dimatikan atau rekombinan, yang digunakan untuk
menangkal penyakit. kehadiran vaksin dalam tubuh manusia akan mendorong reaksi perlawanan terhadap virus atau bakteri dari penyakit yang bersangkutan.
Vaksin Imunisasi
1) Imunisasi BCG
Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. BCG
ulangan tidak dianjurkan karena keberhasilannya diragukan.
Vaksin disuntikkan secara intrakutan pada lengan atas, untuk bayi berumur kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,05 mL dan untuk anak berumur
lebih dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,1 mL.
Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup yang dilemahkan, sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis.
Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita leukemia, penderita yang menjalani pengobatan
steroid jangka panjang, penderita infeksi HIV).
Reaksi yang mungkin terjadi:
1. Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan
ini berubah menjadi pustula (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara
spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut.
2. Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, tanpa disertai nyeri tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu
3-6 bulan.
Komplikasi yang mungkin timbul adalah:
- Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan jarum) dan bukan disayat.
- Limfadenitis supurativa , terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan.
2) Imunisasi DPT
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus. Difteri adalah suatu
infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada
saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat
menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang.
Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang dari 7 tahun. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk
suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha.
Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang
dari 4 minggu.
DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi
karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin.
Pada kurang dari 1% penyuntikan, DPT menyebabkan komplikasi berikut:
- Demam tinggi (lebih dari 40,50 Celsius)
- Kejang
- Kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya)
- syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).
Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami kejang,
penyakit otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan. 1-2 hari setelah
mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan
demam, bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering
menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan.
3) Imunisasi Polio
Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis.
Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian.
Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian.
Terdapat 2 macam vaksin polio:
- IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan
-
OPV
(Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.
Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu.
Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 mL) langsung ke mulut anak.
Kontra indikasi pemberian vaksin polio:
- Diare berat
- Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid)
- Kehamilan.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang.
Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan
kekuatan antibobi sampai pada tingkat yang tertinggi. Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa tidak perlu dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia hendak bepergian ke daerah dimana polio masih banyak ditemukan. Kepada orang dewasa yang belum pernah
mendapatkan imunisasi polio dan perlu menjalani imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV.
Kepada orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh
diberikan IPV. Sebaiknya diberikan OPV. Kepada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada orang yang sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid
atau obat imunosupresan lainnya.
IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare. Jika anak sedang menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi ditunda sampai
mereka benar-benar pulih. IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung hanya selama beberapa hari.
4) Imunisasi Campak
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek).
Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih. Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada umur 6 bulan dan
diulangi 6 bulan kemudian.
Vaksin disuntikkan secara subkutan dalam sebanyak 0,5 mL. Kontra indikasi pemberian vaksin campak:
- infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38?Celsius
- gangguan sistem kekebalan
- pemakaian obat imunosupresan
- alergi terhadap protein telur
- hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
- wanita hamil.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis dan gejala kataral serta ensefalitis (jarang).
5) Imunisasi HBV
Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B.
Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian.
Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian.
Kemasannya berupa PID (Previl Injection Device). 1 buah PID mengandung 1 dosis pemakaian yaitu 0,5 ml, dosis diberikan pada umur 0-7 hari secara
intramuskular di paha. DPT-HB/DPT combo vaksin ini mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis
yang diinaktifkan serta vaksin hepatitis B. untuk pemberian kekebalan aktif terhadap difteri pertusis, tatanus dan hepatitis B. Kemasan berbentuk vial
warna vaksin putih keruh. Pemberian secara intramuskular dosis 0.5 ml diberikan 4 kali dengan interval 4 minggu pada umur 2 bulan.
Vaksin Hepatitis B pertama kali HB-1<7 diberikan segera saat lahir, diberikan sebelum bayi berusia 7 hari setelah si kecil lahir. Sedang vaksin HB
COMBO-1 diberikan pada usia 2 bulan. Vaksin HB COMBO-2 diberikan pada usia 3 bulan, dan vaksin HB COMBO-3 diberikan pada usia 4 bulan.
Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, diberikan vaksin HBV pada lengan kiri dan 0,5 mL HBIG (hepatitis B immune globulin)
pada lengan kanan, dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada saat anak berumur 1-2 bulan, dosis ketiga diberikan pada saat anak berumur
6 bulan.
Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status HBsAgnya tidak diketahui, diberikan HBV I dalam waktu 12 jam setelah lahir. Pada saat persalinan, contoh darah
ibu diambil untuk menentukan status HBsAgnya; jika positif, maka segera diberikan HBIG (sebelum bayi berumur lebih dari 1 minggu).
Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak benar-benar pulih. Vaksin HBV dapat diberikan kepada ibu hamil.
Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistemis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari.
Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistemis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari.
KIPI ( Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi)
KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada
umumnya makin cepat KIPI terjadi makin cepat gejalanya.
Reaksi KIPI | Gejala KIPI |
Lokal | Abses pada tempat suntikan
Limfadenitis Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis, BCG-itis |
SSP | Kelumpuhan akut
Ensefalopati Ensefalitis Meningitis Kejang |
Lain-lain | Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis, edema
Reaksi anafilaksis Syok anafilaksis Artralgia Demam tinggi >38,5°C Episode hipotensif-hiporesponsif Osteomielitis Menangis menjerit yang terus menerus (3jam) Sindrom syok septik |
Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping, maka apabila seorang anak telah mendapatkan imunisasi perlu diobsevasi beberapa saat, sehingga dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa lama observasi sebenarnya sulit ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan observasi selama 15 menit untuk menghindarkan kerancuan maka gejala klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu timbulnya gejala klinis.
Jenis Vaksin | Gejala Klinis KIPI | Saat timbul KIPI |
Toksoid Tetanus (DPT, DT, TT) | Syok anafilaksis
Neuritis brakhial Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian |
4 jam
2-18 hari tidak tercatat |
Pertusis whole cell (DPwT) | Syok anafilaksis
Ensefalopati Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian |
4 jam
72 jam tidak tercatat |
Campak | Syok anafilaksis
Ensefalopati Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian Trombositopenia Klinis campak pada resipien imunokompromais Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian |
4 jam
5-15 hari tidak tercatat 7-30 hari 6 bulan tidak tercatat |
Polio hidup (OPV) | Polio paralisis
Polio paralisis pada resipien imunokompromais Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian |
30 hari
6 bulan |
Hepatitis B | Syok anafilaksis
Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian |
4 jam
tidak tercatat |
BCG | BCG-itis | 4-6 minggu |
0 comments:
Post a Comment