Saturday 12 March 2016

, ,

Asuhan Kebidanan pada Wanita Reproduksi dengan Kista Ovarium

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Ovarium merupakan organ genitalia interna yang mempunyai fungsi yang vital dalam perjalanan reproduksi seorang wanita. Fungsi ovarium berhubungan dengan produksi ovum dan pembentukan hormon reproduksi yaitu hormon estrogen dan progesteron. Adanya berbagai gangguan pada fungsi ovarium akan menimbulkan efek terhadap proses pada pematangan ovulasi dari sel telur dan produksi hormon.
Salah satu gangguan yang sering terjadi adalah kista ovarium yang merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi pada indung telur atau ovarium dimana cairan yang terkumpul ini dibungkus oleh semacam selaput yang terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium. Jenis tumor kistik terbanyak pada ovarium adalah kista denoma ovarii musinosum dengan angka kejadian 40% dari seluruh jenis tumor kistik ovarium lainnya. Selanjutnya adalah kistadenoma ovarii serosum yang angka kejadiannya hampir sama dengan kista denoma ovarii musinosum. Jenis lainnya adalah kista endometrioid dan kista dermoid dengan angka kejadian 10% (Joedosepoetro, 2005).
Tumor-tumor kistik ovarium tersebut mempunyai potensi keganasan yang berbeda-beda, salah satunya adalah 30-35% Kistadenoma serosum dapat menjadi ganas. Bila pada suatu kasus terdapat implantasi pada peritoneum disertai dengan asites, maka prognosisnya kurang baik, walaupun diagnosis histopatologis pertumbuhan itu mungkin jinak.
Penanganan kasus ini dilakukan dengan pengangkatan tumor dengan tindakan operatif yang selanjutnya dilakukan pemeriksaan histologik untuk mengidentifikasi adanya keganasan.
Bidan mempunyai peran dalam mendeteksi dini gangguan yang terjadi pada masa reproduksi termasuk pada kistoma ovarium. Sehingga jika terjadi kasus ini dapat tertangani dengan cepat. Selain itu juga bidan dapat memberikan asuhan pre dan pasca operasi sesuai dengan kebutuhan pasien. Dengan demikian, penulis tertarik untuk mengkaji pasien dengan kistoma ovarium di Poli Kandungan RSUD dr. Soetomo Surabaya.
, ,

Asuhan Keperawatan pada Bayi dengan Ikterus Neonatorum

BAB 1

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 Angka Kematian Bayi (AKB) masih berada pada kisaran 34 per 1000 kelahiran hidup atau 157.000 bayi meninggal per tahun atau 430 bayi per hari, dan hampir setengah dari kematian bayi ini terjadi pada masa neonatal yaitu pada bulan pertama kelahiran, dimana bayi sangat rentan terhadap kesakitan dan kematian. Sedangkan dalam Millenium Developmen Goals (MDGs), Indonesia menargetkan pada tahun 2015 AKB menurun menjadi 17 bayi per 1000 kelahiran hidup.
Masa neonatal juga merupakan masa kritis bagi kesehatan bayi karena harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauteri ke kehidupan ekstrauteri. Kemungkinan timbul masalah atau penyulit pada masa ini yang bila tidak ditangani dengan baik akan dapat membahayakan kesehatan atau mendatangkan kematian bagi bayi. Salah satu masalah yang sering timbul pada bayi baru lahir adalah ikterus neonatorum. Dan salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih dikenal sebagai kern ikterus). Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup.
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Perawatan Ikterus berbeda diantara negara tertentu, tempat pelayanan tertentu dan waktu tertentu. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pengelolaan pada BBL, seperti ; pemberian makanan dini, kondisi ruang perawatan, penggunaan beberapa propilaksis (misal; luminal) pada ibu dan bayi, fototherapi dan transfusi pengganti.
Seorang bidan mempunyai peran yang penting dalam memberikan asuhan pada bayi baru lahir. Bidan diharapkan dapat mencegah dan mendeteksi lebih awal adanya masalah pada bayi baru lahir seperti ikterus neonatorum. Dengan asuhan dan penanganan yang tepat diharapkan morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir dapat dicegah.
, ,

Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir

BAB 1

PENDAHULUAN


1.1 Latar belakang
Indikator derajat kesehatan dapat dinilai dari Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (AKI), Umur Harapan Hidup (UHH) dan Angka Kematian Balita (AKABA). Angka kematian bayi di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Angka kematian bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. SUSENAS (2005) menunjukkan bahwa AKB di Indonesia adalah 35 bayi per 1000 kelahiran hidup. Tingginya angka kematian bayi dapat menjadi petunjuk bahwa pelayanan maternal dan neonatal kurang baik, untuk itu dibutuhkan upaya untuk menurunkan angka kematian bayi tersebut (Direktorat Kesehatan Anak Khusus, 2010).
Pada dekade 1990-an, rata-rata penurunan AKB adalah lima persen per tahun, sedikit lebih tinggi daripada dekade 1980-an sebesar empat persen per tahun. Keberhasilan dalam menurunkan AKB ini cukup signifikan, namun AKB di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, yaitu 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina; 1,8 kali lebih tinggi dari Thailand dan 4,6 kali lebih tinggi dari Malaysia (Bappenas, 2008).
Dilihat dari AKB-nya, dalam periode 1991-2005 Indonesia sudah memenuhi target dari MDGs, artinya ditinjau dari tujuan dapat dikatakan sudah berhasil. Tetapi kecenderungan yang terjadi, berdasarkan prediksi dari tim BPS-UNDP-Bappenas (2005) penurunan AKB tidak berlangsung cepat, tetapi turun perlahan secara eksponensial. Berdasarkan pola ini, diperkirakan di tahun 2015 AKB di Indonesia mencapai 21 kematian bayi per 1000 kelahiran. Angka ini belum memenuhi target dari MDGs yaitu sebesar 17 kematian bayi per 1000 kelahiran. Untuk itu pemerintah harus berupaya keras melalui berbagai program intervensi untuk menekan AKB ini (Bappenas, 2008).
Diantara provinsi-provinsi di Indonesia pada tahun 2007, posisi Jawa Timur apabila dilihat dari AKB-nya, termasuk kelompok menengah yaitu 35 kematian per 1000 kelahiran. AKB terendah yaitu DI Yogyakarta dengan 19 kematian bayi per 1000 kelahiran, sedangkan yang tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Barat dengan 74 kematian bayi per 1000 kelahiran (Bappenas, 2008). Pada tahun 2008 AKB Jawa Timur turun dari 35 menjadi 32. Apabila dicermati lebih lanjut, kabupaten/kota di Jawa Timur mempunyai AKB yang sangat beragam, yang terendah di Kota Blitar (22 kematian per 1000 kelahiran) sedangkan tertinggi di Kabupaten Probolinggo (69 kematian per 1000 kelahiran). Terjadinya keragaman dan ketimpangan antar daerah menarik untuk dikaji, apa penyebabnya dan apakah ada aspek wilayah berpengaruh terhadap AKB. Aspek wilayah dalam penelitian ini terkait dengan perbedaan karakteristik antar daerah, diantaranya adalah ketersediaan tenaga medis serta fasilitas kesehatan yang dimiliki oleh kabupaten/kota di Jawa Timur (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2009).
Diperkirakan 2/3 kematian bayi dibawah umur 1 tahun terjadi pada masa bayi baru lahir (BBL). Kehidupan pada masa BBL sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faal. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologis seperti pertukaran gas melalui plasenta digantikan oleh aktif nya fungsi paru untuk bernafas (pertukaran oksigen dengan karbon dioksida), saluran cerna berfungsi untuk menyerap makanan, ginjal berfungsi untuk mengeluarkan bahan yang tidak terpakai lagi oleh tubuh untuk mempertahankan homeostasis kimia darah, hati berfungsi untuk menetralisir dan mengekresikan bahan racun yang tidak diperlukan badan, sistem imunologi berfungsi untuk mencegah infeksi dan sistem kardiovaskuler serta endokrin bayi menyesuaikan diri dengan perubahan fungsi organ tersebut diatas. Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faal yang disebabkan prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir (Direktorat Kesehatan Anak Khusus, 2010).
Disamping penyesuaian fisiologik bayi baru lahir merupakan periode yang penting dan rawan, penanganan dan pemeriksaan bayi baru lahir juga merupakan faktor penting dalam menemukan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian. Misalnya sebagai akibat hipotermia pada bayi baru lahir dapat terjadi cold stress yang selanjutnya dapat menyebabkan hipoksemia atau hipoglikemia dan mengakibatkan kerusakan otak. Contoh lainnya misalnya, kurang baiknya pembersihan jalan nafas waktu lahir dapat menyebabkan masuknya cairan lambung kedalam paru-paru yang mengakibatkan kesulitan pernafasan. Tidak kurang penting adalah pencegahan terhadap infeksi yang dapat terjadi melalui tali pusat pada waktu pemotongan tali pusat, melalui mata, melalui telinga pada waktu persalinan atau pada waktu memandikan/membersihkan bayi dengan bahan atau cairan atau alat yang kurang bersih (Direktorat Kesehatan Anak Khusus, 2010).
, ,

Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin Fisiologis

BAB 1

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Persalinan merupakan proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perdarahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks (Wiknjosastro dkk, 2008).
Persalinan merupakan rangkaian kejadian yang kompleks, meliputi fisik, dan psikis. Dalam proses tersebut tidak selamanya berjalan dengan lancar, akan tetapi terdapat penyulit-penyulit yang dapat menyebabkan kematian ibu maupun bayi. Angka Kematian Ibu (AKI) yang merupakan angka kejadian kematian ibu akibat proses kehamilan, persalinan, dan nifas, merupakan salah satu indikator penting untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI Indonesia sebesar 228/100.000 kelahiran hidup dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) adalah sebesar 226/100.000 kelahiran hidup, meskipun demikian, angka tersebut masih tertinggi di Asia. Hal ini menunjukkan bahwa derajat kesehatan dan kesejahteraan perempuan di Indonesia masih perlu penanganan serius dari semua pihak (SDKI, 2007).
Sebagian besar penyebab kematian ibu dapat dicegah dengan penanganan yang adekuat. Salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian tersebut adalah pelayanan maternal dan neonatal yang berkualitas, dekat dengan masyarakat, dan difokuskan pada tiga pesan kunci Making Pergnancy Safer, yaitu setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat, dan setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan serta penanganan komplikasi keguguran (Saifuddin dkk, 2002).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melaksanakan Making Pregnancy Safer untuk menurunkan AKI di Indonesia adalah dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan dalam menolong persalinan. Adanya perubahan paradigma menunggu terjadinya dan menangani komplikasi menjadi pencegahan terjadinya komplikasi diharapkan dapat memberikan konstribusi dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir (Wiknjosastro dkk, 2008).
Dengan demikian, pengetahuan dan pemahaman bidan tentang persalinan merupakan hal yang penting untuk dapat melaksanakan asuhan kebidanan yang maksimal, dan pengetahuan tentang persalinan fisiologi merupakan dasar penting yang harus diketahui untuk melakukan pemantauan perkembangan kesehatan ibu, melakukan deteksi dini serta penanganan yang adekuat untuk menjamin kesejahteraan ibu dan bayinya yang pada akhirnya dapat menurunkan Angka Kematian Ibu di Indonesia.
, ,

Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil dengan HIV / AIDS

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kehamilan pada manusia diawali oleh konsepsi, yaitu proses fertilisasi atau pembuahan telur oleh sebuah sel sperma dan berlangsung rata-rata 266 hari (38 minguu) dari konsepsi, atau 40 minggu dari permulaan siklus menstruasi terakhir (Neil A. Campbel, 2007). Masa ini juga merupakan tahap penyesuaian sebelum memasuki masa menjadi seorang ibu. Sehingga penting sekali dilakukannya konseling, terutama pada ibu hamil yang dideteksi dengan HIV/AIDS.
Acquired Imunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia setelah sistem kekebalan tubuhnya dirusak oleh virus HIV ( Human Imunodeficiensy Virus). HIV/AIDS telah menimbulkan kekhawatiran dikarenakan prognosisnya yang buruk dan menyebabkan kematian. Di Indonesia, menurut Ditjen PP dan PL Kemenkes RI (2014) dilaporkan sampai Maret 2014 kasus AIDS sebanyak 54.231. Di Jawa Timur terdapat kasus HIV 16.752 sedangkan kasus AIDS 10.116. Menurut Yayasan Pelita Ilmu menyebutkan bahwa pada tahun 2014 diperkirakan terdapat 5.775 kasus baru dengan 34.287 kasus kumulatif HIV di seluruh Indonesia. Kondisi tersebut menunjukkan pentingnya implementasi program prevention of mother to child transmission of HIV (PMTCT) yang bertujuan untuk menyelamatkan ibu dan bayi dari infeksi HIV. Program PMTCT dapat berjalan dengan baik bila didukung sepenuhnya oleh tenaga kesehatan, salah satunya bidan. Bidan bertugas memberi KIE untuk meningkatkan pengetahuan ibu akan penularan HIV dari ibu positif HIV ke anaknya.
Pada ibu hamil dengan HIV, hal yang perlu diperhatikan adalah resiko penularan terhadap janin. Pada penderita HIV, selama perjalanan penyakitnya akan mengalami penurunan kondisi tubuh jika tidak mendapatkan pemantauan dan penanganan yang adekuat dari petugas kesehatan. Selain penularan terhadap janin, komplikasi lain yang ditimbulkan adalah kejadian abortus dan IUGR.
Selain adanya pengaruh fisik terhadap ibu dan bayi, terdapat hal lain yang penting dan harus dipertimbangkan oleh tenaga kesehatan ketika memberikan asuhan adalah kondisi psikologis ibu yang kemungkinan akan mengalami cemas, depresi, dilema serta khawatir akan kesehatan bayinya. Oleh karena itu, konseling sangat bermanfaat untuk memberikan informasi dan nasehat kepada pasangan usia subur terutama memperhatikan faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhi hasil akhir kehamilan, wanita yang bersangkutan diberi nasihat tentang resiko yang ada pada dirinya dan diberikan suatu strategi untuk mengurangi atau mengeliminasi pengaruh infeksi HIV pada dirinya dan yang terpenting adalah mencegah penularan terhadap bayinya.


1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan dan melaksanakan Asuhan Kebidanan pada ibu hamil dengan HIV/AIDS menurut pemikiran varney dan mendokumentasikannya dalam bentuk SOAP.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu :
1.2.2.1 Melakukan pengkajian data subyektif dan obyektif
1.2.2.2 Menganalisa data untuk menentukan diagnosis aktual dan diagnosis potensial yang mungkin timbul pada ibu hamil dengan HIV/AIDS.
1.2.2.3 Mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera pada ibu hamil dengan HIV/AIDS
1.2.2.4 Merencanakan asuhan kebidanan yang menyeluruh berdasarkan kebutuhan ibu hamil dengan HIV/AIDS.
1.2.2.5 Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
1.2.2.6 Melakukan evaluasi terhadap asuhan yang dilaksanakan.
1.2.2.7 Melakukan pendokumentasian hasil asuhan kebidanan dalam bentuk SOAP

, ,

Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil Fisiologis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok paling beresiko terkena bermacam gangguan kesehatan (kesakitan dan kematian). Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2007, Angka Kematian Ibu di Indonesia sebesar 226/100.000 kelahiran hidup. Dengan angka tersebut, secara matematis dapat diartikan bahwa dalam setiap jamnya terjadi 1 kematian ibu di Indonesia, atau 24 kematian ibu per hari, 98 kematian ibu per minggu. Ini suatu angka kematian yang fantastis untuk ukuran era globalisasi. Oleh karena itu kita harus berupaya untuk menurunkannya (Depkes RI, 2008).
Pengawasan antenatal memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan yang menyertai hamil secara dini, sehingga dapat diperhitungkan dan disiapkan langkah-langkah dalam pertolongan persalinannya. Diketahui bahwa janin dalam rahim dan ibunya merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi, sehingga kesehatan ibu yang optimal akan meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, dan perkembangan janin (Manuaba, 2007).
Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa kehamilan antara lain sistem reproduksi (uterus, vagina, payudara), sistem kardiovaskuler, sistem respirasi, sistem pencernaan, sistem urinaria, metabolik, sistem integumen, sistem muskuloskeletal, sistem endokrin, adanya perubahan hormon estrogen-progesteron, ovarium dan plasenta, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, kelenjar pituitari, pankreas, dan kelenjar adrenal. Asuhan pada ibu hamil ini diharapkan dapat membantu proses penyesuaian selama kehamilan sehingga bisa berjalan normal dan tanpa adanya masalah atau penyulit. Dalam melewati proses kehamilan seorang wanita harus mendapat penatalaksanaan yang benar, karena dapat berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas ibu. Ini terbukti dengan angka kematian yang tinggi di negara Indonesia. Dengan demikian penulis ingin mempelajari lebih lanjut dalam management kebidanan pada ibu hamil normal sehingga dapat menjaga kesehatan ibu dan bayi, melaksanakan asuhan yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati dan merujuk bila terjadi komplikasi, serta memberi pendidikan kesehatan pada ibu tentang perawatan kesehatan diri dan nutrisi selama hamil.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu hamil fisiologis dengan menerapkan pola pikir melalui pendekatan manajemen kebidanan kompetensi bidan di Indonesia dan pendokumentasian menggunakan SOAP.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu membuat teori kehamilan fisiologis trimester III
2. Mahasiswa mampu membuat konsep dasar asuhan kebidanan pada kehamilan fisiologis trimester III
3. Mahasiswa mampu membuat kasus kehamilan fisiologis trimester III
4. Mahasiswa mampu membuat pembahasan dari kasus kehamilan fisiologis trimester III
5. Mahasiswa mampu membuat kesimpulan dari kasus kehamilan fisiologis trimester III
6. Mahasiswa dapat mendokumentasikan asuhan kebidanan dengan menggunakan dokumentasi SOAP pada kasus kehamilan fisiologis trimester III
, ,

Asuhan Kebidanan pada Ibu dengan KB IUD

BAB 1

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada pada posisi keempat di dunia, dengan laju pertumbuhan yang masih relatif tinggi. Esensi tugas program Keluarga Berencana (KB) dalam hal ini telah jelas yaitu menurunkan fertilitas agar dapat mengurangi beban pembangunan demi terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Seperti yang disebutkan dalam UU No.10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, definisi KB yakni upaya meningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga guna mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
Berdasarkan data dari SDKI 2002 – 2003, angka pemakaian kontrasepsi (contraceptive prevalence rate/CPR) mengalami peningkatan dari 57,4% pada tahun 1997 menjadi 60,3% pada tahun 2003. Pada 2015 jumlah penduduk Indonesia hanya mencapai 255,5 juta jiwa. Namun, jika terjadi penurunan angka satu persen saja, jumlah penduduk mencapai 264,4 juta jiwa atau lebih. Sedangkan jika pelayanan KB bisa ditingkatkan dengan kenaikan CPR 1%, penduduk negeri ini sekitar 237,8 juta jiwa (Kusumaningrum, 2009).
Menurut SDKI 2002-2003 Pada tahun 2003, kontrasepsi yang banyak digunakan adalah metode suntikan (49,1 persen), pil (23,3 persen), IUD/spiral (10,9 persen), implant (7,6 persen), MOW (6,5 persen), kondom (1,6 persen), dan MOP (0,7 persen). Alat kontrasepsi sangat berguna sekali dalam program KB namun perlu diketahui bahwa tidak semua alat kontrasepsi cocok dengan kondisi setiap orang. Untuk itu, setiap pribadi harus bisa memilih alat kontrasepsi yang cocok untuk dirinya. Pelayanan kontrasepsi (PK) adalah salah satu jenis pelayanan KB yang tersedia. Sebagian besar akseptor KB memilih dan membayar sendiri berbagai macam metode kontrasepsi yang tersedia. Faktor lain yang mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi antara lain faktor pasangan (umur, gaya hidup, jumlah keluarga yang diinginkan, pengalaman dengan metode kontrasepsi yang lalu), faktor kesehatan (status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul), faktor metode kontrasepsi (efektivitas, efek samping, biaya), tingkat pendidikan, pengetahuan, kesejahteraan keluarga, agama, dan dukungan dari suami/istri. Faktor-faktor ini nantinya juga akan mempengaruhi keberhasilan program KB. Hal ini dikarenakan setiap metode atau alat kontrasepsi yang dipilih memiliki efektivitas yang berbeda-beda.
Strategi peningkatan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti IUD, terlihat kurang berhasil, yang terbukti dengan jumlah peserta KB IUD yang terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Maka perlu dilakukan upaya untuk lebih mempopulerkan kembali metode kontrasepsi IUD karena merupakan kontrasepsi yang cost efektif, memiliki efektivitas yang tinggi, reversibel dan berjangka panjang, tidak perlu lagi mengingat kapan kontrol, tidak mempengaruhi hubungan seksual dan tidak ada efek samping hormonal.
,

Asuhan Keperawatan pada Bayi dengah Hirschprung

BAB 1

PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal yang harus dimiliki dan dipelihara dengan baik oleh setiap orang terutama oleh anak- anak. Kesehatan anak harus benar- benar diperhatikan karena akan menunjang terhadap perkembangan anak selanjutnya dimasa yang akan datang, memperhatikan kesehatan anak sejak dini akan menunjang terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak baik dari segi fisik maupun dari segi psikis.
Penyakit Hirschsprung merupakan gangguan perkembangan sistem saraf enterik dan ditandai dengan tidak ditemukannya sel ganglion pada colon bagian distal sehingga terjadi obstruksi fungsional. Penyakit hirsprung adalah penyakit obstruksi usus fungsional akibat aganglionik meissner dan aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus kearah proksimal, 70- 80 % terbatas di daerah rectosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitar 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pylorus ( Arif Mansjoer, 2000).
Penyakit hirsprung pertama kali dijelaskan oleh Ruysch pada tahun 1691 dan dipopulerkan oleh Hirschsprung pada tahun 1886, patofisiologinya belum diketahui hingga pertengahan abad ke 20, ketika Whitehouse dan Kernohan mendapatkan aganglionosis pada usus bagian distal sebagai penyebab obstruksi dalam laporan kasus pasien mereka. Pada tahun 1949, Swenson menjelaskan penatalaksanaan definitif Hirschsprung yaitu dengan rectosigmoidectomy dengan anastomosis colonal. Setelah itu diketahui jenis teknik operasi lainnya, termasuk teknik Duhamel dan Soave. Pada masa kini, adanya kemajuan pada teknik operasi, termasuk prosedur minimal invasif, dan diagnosis dini telah mengurangi mortalitas dan morbiditas pasien dengan penyakit Hirschsprung.
Menurut data di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung persentase penyakit hirsprung merupakan peringkat terbanyak ke dua dari lima besar penyakit kongenital yang ada di rumah sakit tersebut ). Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis membuat laporan komprehensif yang akan membahas tentang konsep dasar hirschprung dan asuhan keperawatan yang berikan.
,

Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Pre Eklampsia Berat

BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Di negara – negara maju dan sedang berkembang, kematian maternal merupakan masalah yang besar. Tingkat kematian maternal di Indonesia diperkirakan sekitar 450 per 100.000 kelahiran hidup. (Wiknjosastro, 2007). Penyebab terpenting kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan 40 – 60%, infeksi 20 – 30%, dan keracunan kehamilan 20 – 30%, sisanya sekitar 5% disebabkan penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan dan masa nifas. Di Indonesia eklampsia disamping perdarahan dan infeksi masih merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi (Winkjosastro, 2007).). Pre eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit, yang langsung disebabkan oleh kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana hal itu terjadi. Istilah kesatuan penyakit harus diartikan bahwa kedua peristiwa dasarnya sama dan bahwa eklampsia merupakan peningkatan yang lebih berat dan berbahaya dari pre eklampsia, dengan tambahan gejala-gejala tertentu. Pre eklamsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke -3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa.
Masa nifas masa yang sangat penting bagi tenaga kesehatan untuk melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada komplikasi nifas (Sulistyawati, 2009). Pre eklampsi dalam kehamilan dan persalinan sebagian besar berlanjut pada masa nifas (Fraser, 2009), pada ibu nifas kejang dapat terjadi untuk pertama kalinya setelah melahirkan. Kejang dapat juga terjadi kembali seteleh melahirkan. Oleh karena itu pasien harus diobservasi denga seksama (WHO, 2001). Biasanya tanda-tanda pre eklamsia timbul dalam urutan: pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria (Wiknjosastro, 2007). Pre eklampsia dibagi menjadi pre eklampsia ringan dan berat. (WHO, 2001). Jika seorang ibu pascapartum menunjukkan tanda-tanda yang berhubungan dengan pre eklamsia, bidan harus waspada kemungkinan tersebut dan harus melakukan observasi tekanan darah dan urine dan mencari bantuan medis (Fraser, 2009). Pentingnya diagnosa secara dini membantu penatalaksanaan secara dini sehingga penatalaksanaan pre-eklamsi yang baik dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas ibu dan janin.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Diharapkan mahasiswa dapat melaksanakan asuhan kebidanan dan membuat dokumentasi kebidanan pada ibu nifas dengan pre eklampsi berat
1.2.2 Tujuan khusus
Diharapkan mahasiswa mampu :
1. Melakukan pengkajian data subyektif dan obyektif
2. Menganalisa data untuk menentukan diagnosis aktual dan diagnosis potensial yang mungkin timbul pada ibu nifas dengan PEB
3. Mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera pada ibu nifas dengan PEB
4. Merencanakan asuhan kebidanan yang menyeluruh berdasarkan kebutuhan ibu ibu nifas dengan PEB
5. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
6. Melakukan evaluasi terhadap asuhan yang dilaksanakan.
7. Melakukan pendokumentasian hasil asuhan kebidanan dalam bentuk SOAP

1.3 Pelaksanaan
Tempat : ruang merpati IRNA Obgyn RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Waktu : 8-27 September 2014

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Penulis
Penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan selama pendidikan.
1.4.2 Manfaat Bagi Klien
Klien mendapatkan asuhan kebidanan yang bermutu.

SAP Prolapsus Uteri

SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)

Pokok Bahasan : Prolapsus uteri
Hari/Tanggal : / April 2015
Tempat : IRJ Kandungan RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Waktu : 07.30 WIB

I. Latar Belakang
Prolapsus organ panggul adalah keadaan yang sering terjadi terutama pada wanita tua. Diperkirakan lebih dari 50% wanita yang pernah melahirkan normal akan mengalami keadaan ini dalam berbagai tingkatan, namun oleh karena tidak semua diantara mereka mengeluhkan hal ini pada dokter maka angka kejadian yang pasti sulit ditentukan. Prolapsus organ panggul disebut pula sebagai prolapsus uteri, prolapsus genitalis, prolapsus uterovaginal, pelvic relaxation, disfungsi dasar panggul, prolapsus urogenitalis, atau prolapsus dinding vagina (Widjanarko, 2009).
Di Indonesia prolapsus genetalia lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua, dan wanita dengan pekerjaan berat dan sering muncul pada wanita usia 60 tahun lebih. Jarang sekali prolapsus uteri dapat ditemukan pada seorang nulipara. Djafar Sidik dalam penyelidikannya selama 2 tahun (1969-1970) memperoleh 63 kasus prollapsus genetalis dari 5.372 kasus ginekologik di RS Dr. Pringadi di Medan, terbanyak pada grande multipara dalam masa menopause, dan 31,74 pada wanita petani, dari 63 kasus tersebut 69% berumur 40 tahun. Jarang sekali prolapsus uteri dapat ditemukan pada seorang nulipara (Winkjosastro, 2005).
Berdasarkan uraian diatas, kejadian prolapsus uteri sangat berkaitan dengan riwayat kejadian persalinan terutama persalinan normal, karena itu upaya pencegahan dan pendeteksian dini menjadi perhatian bidan, sehingga diharapkan kejadian prolapsus uteri dapat berkurang. Selain itu dalam penatalaksanaanya memerlukan partisipasi dan kerjasama dari semua pihak termasuk profesi kebidanan.

II. Tujuan
Setelah diberikan penyuluhan, peserta diharapkan mengetahui tentang prolapsus uteri.

III. Tujuan Khusus
1. Peserta mengetahui tentang pengertian prolapsus uteri.
2. Peserta mengetahui tentang etiologi prolapsus uteri.
3. Peserta mengeta gejala prolapsus uteri.
4. Peserta mengetahui tentang komplikasi prolapsus uteri.
5. Peserta mengetahui tentang pencegahan prolapsus uteri.
6. Peserta mengetahui tentang pengobatan prolapsus uteri.

SAP Mioma Uteri

SATUAN ACARA PENYULUHAN MIOMA


Pokok Bahasan : Mioma
Hari/Tanggal : / April 2015
Waktu Pertemuan : 20 menit
Tempat : Poli Kandungan RSUD dr. Soetomo
Sasaran : Seluruh pasien yang berada di poli kandungan

A. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah melaksanakan kegiatan penyuluhan diharapkan peserta dapat memahami tentang mioma
2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah mendapatkan penyuluhan diharapkan peserta mampu:
1. Menjelaskan pengertian mioma
2. Mengenali penyebab mioma
3. Mengetahui tanda dan gejala mioma
4. Mengetahui diagnosis mioma
5. Mengetahui penatalaksanaan mioma
6. Mengetahui komplikasi pada mioma

SAP Kista

SATUAN ACARA PENYULUHAN KISTA OVARIUM



Topik : Kista Ovarium
Peserta : Pasien Poli Kandungan RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan keluarga
Tempat : Ruang Tunggu Pasien Poli Kandungan RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Hari/Tanggal : / April 2015
Waktu Pertemuan : 30 menit

1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah diberikan penyuluhan, peserta diharapkan mengetahui tentang kista ovarium.

SAP Kanker Serviks

SATUAN ACARA PENYULUHAN KANKER SERVIKS


Pokok Bahasan           : Kanker Mulut Rahim
Sasaran                        : Pengunjung Poli Kandungan (Pasien dan Keluarga)
Hari, tanggal               :            /     April 2015
Waktu                         : 20 menit
Tempat                        : Ruang Tunggu Poli Kandungan

1.             Tujuan
1.1.  Tujuan Umum
Diharapkan setelah diberi penyuluhan tentang kanker mulut rahim, pengunjung Poli Kandungan mengetahui tentang kanker mulut rahim dan mampu mencegah sejak dini.
1.2    Tujuan Khusus.
Setelah diberi penyuluhan, pengunjung Poli Kandungan diharapkan mampu :
1.2.1    Menjelaskan pengertian kanker mulut rahim
1.2.2    Menjelaskan penyebab kanker mulut rahim
1.2.3    Menjelaskan wanita yang berisiko terkena kanker mulut rahim
1.2.4    Menyebutkan tanda dan gejala kanker mulut rahim
1.2.5    Menyebutkan stadium pada kanker mulut rahim
1.2.6    Mengetahui cara mengenali kanker mulut rahim
1.2.7        Mengetahui cara pengobatan kanker mulut rahim

2.             Media dan Metode
2.1    Media         : Flip Chart dan Leaflet
2.2    Metode       : Ceramah dan Tanya jawab

3.             Materi
3.1  Pengertian kanker mulut rahim
3.2  Penyebab kanker mulut rahim
3.3  Wanita yang berisiko terkena kanker mulut rahim
3.4  Tanda dan gejala kanker mulut rahim
3.5  Stadium pada kanker mulut rahim
3.6  Cara mengenali kanker mulut rahim
3.7    Cara pengobatan kanker mulut rahim

SAP P4K

SATUAN ACARA PENYULUHAN PROGRAM PERENCANAAN PERSALINAN DAN PENCEGAHAN KOMPLIKASI (P4K)

 

I. Pokok Bahasan : Program Perencanaan Persalinan Dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
II. Sasaran : Ibu-ibu hamil
III. Hari/tanggal : Januari 2015
IV. Waktu : 30 Menit
V. Tempat : BPM Sudjiati Frans, SST
VI. Tujuan :
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan ini, diharapkan ibu hamil dan masyarakat dapat mengerti tentang pentingnya Program Perencanaan Persalinan Dan Pencegahan Komplikasi (P4K) ini.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan tentang Program Perencanaan Persalinan Dan Pencegahan Komplikasi (P4K), masyarakat mampu :
a. Menjelaskan tentang pengertian dari P4K
b. Menyebutkan kegunaan stiker P4K dan tujuannya
c. Menjelaskan manfaat dari P4K
d. Menjelaskan jenis kegiatan dari P4K

SAP Senam Hamil

SATUAN ACARA PENYULUHAN
SENAM HAMIL


Pokok Bahasan : Senam Hamil
Sasaran         : Ibu hamil
Hari / Tanggal : Kamis, 20 Oktober 2014
Alokasi waktu : 30 menit
Tempat         : RB Endang Widayat Sidoarjo

1. TUJUAN
Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan, ibu dapat mempraktekkan senam hami
Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan, peserta penyuluhan dapat:
1. Menjelaskan pengertian senam hamil dengan benar.
2. Menjelaskan tujuan senam hamil dengan benar.
3. Menyebutkan manfaat senam hamil.
4. Menyebutkan syarat senam hamil.
5. Menyebutkan kontraindikasi senam hamil.
6. Menyebutkan kapan senam hamil harus dihentikan.
7. Mendemonstrasikan langkah-langkah senam hamil dengan benar.

2. MEDIA
- Lembar balik
- Leaflet

3. METODE
- Diskusi
- Tanya jawab

4. MATERI
Materi yang disampaikan pada peserta antara lain:
1. Pengertian senam hamil
2. Tujuan senam hamil
3. Manfaat senam hamil
4. Syarat senam hamil
5. Kontraindikasi senam hamil
6. Kondisi penghentian senam hamil
7. Teknik / langkah-langkah senam hamil
 (terlampir)

SAP KB Pascasalin

SATUAN ACARA PENYULUHAN
KB PASCASALIN


Pokok Bahasan : Kontrasepsi Pasca Salin
Sasaran            : Ibu postpartum dan keluarga
Hari / Tanggal : Kamis,  Oktober 2014
Alokasi waktu : 30 menit
Tempat            : Poli KB/ Post Partum Rumkital Dr. Ramelan Surabaya

1. TUJUAN
Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan, ibu dan suami dapat mempertimbangkan kontrasepsi yang diinginkan pasca salin
 Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan, peserta penyuluhan dapat:
1) Menjelaskan tentang pengertian KB
2) Menjelaskan tujuan penggunaan KB pasca salin
3) Menjelaskan tentang macam-macam KB pasca salin

SAP Imunisasi

SATUAN ACARA PENYULUHAN IMUNISASI

Pokok Bahasan : Imunisasi Dasar Lengkap
Sasaran : Ibu postpartum dan keluarga
Hari / Tanggal : Selasa, 14 Oktober 2014
Alokasi waktu : 30 menit
Tempat : Ruang penyuluhan NICU Intermediate RSUD Dr.Soetomo Surabaya

1. TUJUAN
Tujuan Umum
Setelah mendapatkan penjelasan tentang imunisasi, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan pengetahuan peserta mengenai pentingnya imunisasi dan dapat memotivasi diri, keluarga, teman, dan lingkungan sekitar untuk membawa bayinya ke pelayanan kesehatan terdekat guna mendapatkan imunisasi lengkap.

SAP ASI Eksklusif

SATUAN ACARA PENYULUHAN ASI EKSKLUSIF

 

Pokok Bahasan  : ASI eksklusif
Sasaran             : Ibu postpartum dan keluarga
Hari / Tanggal    : Jumat, 12 September 2014
Alokasi waktu   : 30 menit
Tempat              : Ruang Merpati IRNA Obgyn RSUD Dr.Soetomo Surabaya

1. TUJUAN
Tujuan Umum
Setelah mengikuti kegiatan, ibu diharapkan dapat memberikan ASI eksklusif dan menyusui dengan cara yang benar.
Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan, peserta penyuluhan dapat:
1) Menjelaskan pengertian ASI eksklusif
2) Menjelaskan komposisi ASI
3) Menjelaskan keuntungan pemberian ASI
4) Menjelaskan faktor yang dapat meningkatkan maupun menghambat ASI
5) Penyimpanan ASI bagi ibu yang bekerja
6) Cara menyusui yang benar