Sunday 13 March 2016

, ,

Asuhan Kebidanan pada Neonatus Premature

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sejak tahun 1961 WHO mengganti istilah prematur baby dengan low birth baby (bayi dengan berat lahir rendah = BBLR). Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat kurang dari 2500 gram pada waktu lahir bayi prematur. (Sarwono, 2007) 

Kalisifikasi bayi baru lahir :
Berdasarkan umur kehamilan atau masa gestasi.
a. Preterm Infant atau bayi prematur, yaitu bayi yang lahir pada umur kehamilan tidak mencapai 37 minggu.
b. Term Infant atau bayi cukup bulan (Maturelaterm), yaitu bayi yang lahir pada umur kehamilan lebih dari pada 37 – 42 minggu.
c. Post Term Infant atau bayi lebih bulan (Postrem/Postmature) yaitu bayi yang lahir pada umur kehamilan lebih dari 42 minggu.
(Sarwono, 2007)
Berdasarkan pengelompokan tersebut di atas, bayi berat badan lahir rendah (BBLR) dapat dikelompokan menjadi prematuritas murni dan dismaturitas. Prematuritas murni, yaitu bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan masa kehamilan (berat badan terletak antara presentil ke-10 sampai presentil ke-90 pada intrature). Dismaturitas, yaitu bayi dengan berat badan kurang dari berat badan yang seharusnya untuk usia kehamilan, ini menunjukkan bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin.


1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui, mengerti, memahami dan memberikan asuhan kebidanan pada neonatus prematur menurut alur pikir Varney dan mendokumentasikannya dalam bentuk SOAP.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Melakukan pengkajian data subyektif dan obyektif.
1.2.2.2 Menganalisa data untuk menentukan diagnosis aktual dan diagnosis potensial
1.2.2.3 Menganalisa masalah dan kebutuhan pada neonatus prematur.
1.2.2.4 Mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera.
1.2.2.5 Merencanakan asuhan kebidanan yang menyeluruh.
1.2.2.6 Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
1.2.2.7 Melakukan evaluasi terhadap asuhan yang dilaksanakan.
1.2.2.8 Melakukan pendokumentasian hasil asuhan kebidanan.

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Dasar
2.1.1. Pengertian bayi baru lahir
Menurut Donna L. Wong (2003), Bayi baru lahir adalah bayi dari lahir sampai usia 4 minggu. Lahirrnya biasanya dengan usia gestasi 38 – 42 minggu.
Menurut Dep. Kes. RI (2005), Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram.
Menurut M. Sholeh Kosim (2007), Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara 2500 – 4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan congenital (cacat bawaan) yang berat.

2.1.2 Perubahan Fisiologi BBL atau Neonatus
2.1.2.1 Sistem pencernaan
Sebelum lahir, janin cukup bulan akan mulai menghisap dan menelan. Reflek gumoh dan reflek batuk yang matang sudah terbentuk baik pada saat lair.
Kemampuan bayi baru lahir cukup bulan untuk menelan dan mencerna makanan (selain susu) masih terbatas. Hubungan antara esofagus bawah dan lambung masih belum sempurna yang mengakibatkan “gumoh” pada bayi baru lahir dan neonatus, kapasitas lambung masih terbatas kurang dari 30 cc untuk bayi baru lahir cukup bulan. Kapasitas lambung ini akan bertambah secara lambat bersamaan dengan tumbuhnya bayi baru lahir. Pengaturan makanan yang sering oleh bayi sendiri penting contohnya memberi ASI on demand (Helen Varney etc, 2008 : 885-886).
2.1.2.2 Sistem Pernapasan
Selama dalam uterus, janin mendapatkan oksigen dari pertukaran gas melalui plasenta. Setelah bayi lahir, pertukaran gas harus melalui paru – paru (Helen Varney etc, 2008 : 879-880).
a) Perkembangan paru-paru
Paru-paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx yang bercabang dan kemudian bercabang kembali membentuk struktur percabangan bronkus proses ini terus berlanjit sampai sekitar usia 8 tahun, sampai jumlah bronkus dan alveolus akan sepenuhnya berkembang, walaupun janin memperlihatkan adanya gerakan napas sepanjang trimester II dan III. Paru-paru yang tidak matang akan mengurangi kelangsungan hidup BBL sebelum usia 24 minggu. Hal ini disebabkan karena keterbatasan permukaan alveolus, ketidakmatangan sistem kapiler paru-paru dan tidak tercukupinya jumlah surfaktan (Helen Varney etc, 2008 : 879-880).
b) Pernafasan awal
Faktor-faktor yang berperan pada rangsangan nafas pertama bayi adalah :
v Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar rahim yang merangsang pusat pernafasan di otak.
v Tekanan terhadap thorax oleh dinding vagina, yang terjadi selama proses persalinan pervaginam, yang merangsang masuknya udara ke dalam trachea dan berikutnya ke dalam paru-paru, selain itu tekanan pada thorax mengakibatkan cairan yang mengisi mulut dan hidung keluar sebagian, oleh karena itu pada bayi baru lahir yang lahir dengan pervaginam tidak memerlukan suction pada hidung.
(Helen Varney etc, 2008 : 879-880)
Persalinan yang dilakukan dengan sesar atau tidak pervaginam menyebabkan bayi baru lahir tidak mendapatkan manfaat dari penekanan pada thorak ini, sehingga pada bayi yang lahir dengan sesar mengalami paru-paru basah yang lebih persisten. Sisa cairan di paru-paru dikeluarkan dari paru-paru dan diserap oleh pembuluh limfe dan darah (Helen Varney etc, 2008 : 879-880).
Kekuatan otot-otot pernafasan dan kemampuan difragma untuk bergerak mempengaruhi keadekuatan setiap inspirasi. Selain itu, interaksi antara system pernapasan, kardiovaskuler dan susunan saraf pusat menimbulkan pernapasan yang teratur dan berkesinambungan serta denyut yang diperlukan untuk kehidupan (Helen Varney etc, 2008 : 879-880).
Agar alveolus dapat berfungsi, harus terdapat survaktan (lemak lesitin /sfingomielin) yang cukup dan aliran darah ke paru-paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan, dan jumlahnya meningkat sampai paru-paru matang (sekitar 30-34 minggu kehamilan). Fungsi surfaktan adalah untuk mengurangi tekanan permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan (Helen Varney etc, 2008 : 879-880).
Tidak adanya surfaktan menyebabkan alveoli kolaps setiap saat akhir pernapasan, yang menyebabkan sulit bernafas. Peningkatan kebutuhan ini memerlukan penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan ini menyebabkan stres pada bayi yang sebelumnya sudah terganggu (Helen Varney etc, 2008 : 879-880).
2.1.2.3 Sistem Kardiovaskuler
1) Darah
Darah janin mengandung eritrosit (sel darah merah) dengan ukuran dan jumlah yang lebih besar disertai kandungan hemoglobin yang lebih pekat sehingga penyerapan oksigen lebih maksimal. Saat lahir, darah janian memperlihatkan peningkatan populasi eritrosit berinti (bahkan lebih tinggi lagi apabila bayi mendapat stress, imatur, atau mengidap sindrom Down). Selama 3 bulan pertama kehidupan, eritrosit lebih rapuh, memperlihatkan peningkatan metabolism, dan memiliki usia yang lebih singkat sementara produksi eritropoetin tertekan (Jane and Melvyn, 2007 : 319-320).
2) Hemostasis
Kadar vitamin K pada neonates adalah sekitar 50% dari kadar dewasa, dan hal ini mempengaruhi efisiensi jenjang pembekuan. Kadar vitamin K rendah karena penyaluran vitamin oleh plasenta kurang dan tidak ada kolonisasi bakteri di usus yang mensintesis vitamin K. Oleh karena itu, kadar semua factor pembekuan dependen vitamin K rendah dan terjadi peningkatan kecenderungan perdarahan, yang memudahkan terjadinya penyakit hemoragik pada bayi baru lahir (Haemorrhagic disease of newborn, HDNB). Trombosit neonates memperlihatkan penurunan agregasi dan daya lekat karena produksi tromboksan A 2–nya terganggu. Hal ini melindungi bayi aterm dari thrombosis tetapi meningkatkan kerentanan perdarahan pada bayi premature atau yang mengidap penyakit (Jane and Melvyn, 2007 : 320).
3) Sirkulasi
Dua kejadian penentu yang memicu penutupan pirau janin adalah penghentian sirkulasi umbilicus sehingga perfusi plasenta juga terhenti, dan inflasi serta ekspansi paru, yang menyebabkan peningkatan aliran darah paru. Tarikan nafas pertama menyebabkan ekspansi paru dan vasodilatasi pembuluh paru sebagai respon terhadap peningkatan tekanan parsial oksigen. Dinding arteri umbilikalis yang tebal mampu menghasilkan tekanan intralumen yang tinggi, yang menghentikan sirkulasi plasenta dan mencegah aliran darah dari bayi ke plasenta (Jane and Melvyn, 2007 : 320).
Katup foramen ovale terdorong menutup karena penurunan aliran umbilicus menyebabkan penurunan aliran balik vena dari vena kava infrerior sehingga tekanan di atrium kanan turun. Peningkatan aliran darah paru menyebabkan peningkatan aliran balik ke atrium kiri sehingga tekanan di atrium tersebut meningkat. Dengan demikian gradient tekanan di firamen ovale menjadi terbalik. Penutupan foramen ovale pada awalnya bersifat reversible. Setelah beberapa hari penutupan fungsional, jaringan yang berkaitan dengan foramen ovale berfusi dan penutupan menjadi permanen. Duktus venosus mengalami konstriksi saat aliran umbilicus terhenti (Jane and Melvyn, 2007 : 321-324).
2.1.2.4 Sistem Metabolik
Untuk memfungsikan otak memerlukan glukosa dalam jumlah tertentu. Dengan tindakan penjepitan tali pusat dengan klem pada saat lahir seorang bayi harus mulai mempertahankan kadar glukosa darahnya sendiri. Pada setiap bayi baru lahir, glukosa darah akan turun dalam waktu cepat (1 sampai 2 jam).
Koreksi penurunan kadar gula darah dapat dilakukan dengan 3 cara :
  • Melalui penggunaan ASI
  • Melaui penggunaan cadangan glikogen
· Melalui pembuatan glukosa dari sumber lain terutama lemak.
BBL yang tidak mampu mencerna makanan dengan jumlah yang cukup, akan membuat glukosa dari glikogen (glikogenisasi).Hal ini hanya terjadi jika bayi mempunyai persediaan glikogen yang cukup.Bayi yang sehat akan menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen terutama di hati, selama bulan-bulan terakhir dalam rahim. Bayi yang mengalami hipotermia, pada saat lahir yang mengakibatkan hipoksia akan menggunakan cadangan glikogen dalam jam-jam pertama kelahiran. Keseimbangan glukosa tidak sepenuhnya tercapai dalam 3-4 jam pertama kelahiran pada bayi cukup bulan. Jika semua persediaan glikogen digunakan pada jam pertama, maka otak dalam keadaan berisiko. Bayi yang lahir kurang bulan (prematur), lewat bulan (post matur), bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan dalam rahim dan stres janin merpakan risiko utama, karena simpanan energi berkurang (digunakan sebelum lahir) (Fraser Cooper, 2009 : 692-693).
Gejala hipoglikemi dapat tidak jelas dan tidak khas,meliputi; kejang-kejang halus, sianosis,, apneu, tangis lemah, letargi,lunglai dan menolak makanan. Hipoglikemi juga dapat tanpa gejala pada awalnya. Akibat jangka panjang hipoglikemi adalah kerusakan yang meluas di seluruh di sel-sel otak (Helen Varney etc, 2008 : 883-884).

2.2 Konsep BBLR (Bayi Prematur)

2.2.1 Pengertian BBLR
Menurut WHO, bayi prematur adalah bayi hidup sebelum usia kehamilan minggu ke-37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). The American Academy of Pediatrie, mengambil batasan 35 minggu untuk menyebut. ( Sarwono, 2007)
Berdasarkan atas timbulnya bermacam-macam promblematik pada derajat prematuritas maka Usher (1975) menggolongkan bayi tersebut dalam tiga kelompok :
1. Bayi yang sangat prematur (Extremely premature) : 24 – 30 minggu. Bayi dengan masa gestasi 24 – 27 minggu masih sangat sukar hidup terutama di negara yang belum atau sedang berkembang. Bayi dengan masa gestasi 25 – 30 minggu masih mungkin dapat hidup dengan perawatan yang intensif agar dapat dicapai hasil yang optimum.
2. Bayi pada derajat prematur yang sedang (moderately Premature) ; 31 – 36 minggu. Pada golongan ini kesanggupan untuk hidup jauh lebih baik dari golongan pertama dan gejala sisa yang dihadapinya di kemudian hari juga lebih ringan, asal diawasi intensif.
3. Borderline premature ; masa gestasi 37 – 38 minggu, bayi ini mempunyai sifat-sifat premature dan matur. Biasanya beratnya seperti bayi matur dan dikelola seperti bayi matur, akan tetapi sering timbul problematik seperti yang dialami bayi prematur misalnya sindroma gangguan pernafasan, daya hisap yang lemah dan sebagainya, sehingga bayi ini harus diawasi dengan seksama. (Sarwono, 2007)
2.1.2 Faktor predisposisi
1. Faktor Ibu
Ø Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya : perdarahan antepartum, trauma fisik psikologis, DM, toksema Gravidarum, dan nefritis akut
Ø Usia ibu
Angkan kejadian tertinggi pada usia < 20 tahun dan multigarvida yang jarak kelahirannya terlalu dekat. Kejadian terendah pada usia antara 26 – 35 tahun.
Ø Keadaan social ekonomi
Kejadian tertinggi terdapat pada golongan social ekonomi rendah. Hal ini disebabkan keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang.
Ø Kelinan bentuk uterus (misalnya: uterus bikorms, inkompeten serviks)
Ø Tumor (misalnya : mioma uterus, sistoma).
Ø Akut dengan gejala panas tinggi (mis: tifus abdominalis, malaria)
Ø Kroms (misalnya : TBC, penykit jantung, gromerulonefritis kroms).
Ø Kebiasaan : pekerjaan yang melelahkan, merokok dan alcohol.
(Sarwono, 2007)
2. Faktor Janin
Ø Kehamilan ganda
Ø Hidramnion
Ø Ketuban pecah dini
Ø Cacat bawahan
Ø Infeksi (misalnya : rubella, sifilis, toksoplasmosis)
Ø Insufisiesi plasenta.
Ø Inkompatibilitas darah ibu dan janin (faktor rhesus, gol. darah ABO)
(Sarwono, 2007)
3. Faktor Plasenta
Ø Plasenta Previa
Ø Solusio Plasenta (Sarwono, 2007)
4. Faktor lingkungan
Tempat tinggal di daerah tinggi radiasi dan zat – zat racun.
(Sarwono, 2007)
2.1.3 Tanda Bayi Prematur
A. Tanda dan Gejala Bayi Prematur
· Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu
· Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram
· Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm
· Kuku panjangnya belum melewati ujung jari
  • Batas dahi dan rambut kepala tidak jelas
· Lingkaran kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm
· Lingkaran dada sama dengan atau kurang dari 30 cm
  • Rambut lanugo masih banyak
· Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
· Tulang rawan dan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya, sehingga seolah-olah tidak teraba tulang rawan daun telinga
  • Tumit mengilap, telapak kaki halus
· Tanus otot lemak, sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah
· Fungsi syaraf yang belum atau kurang matang, mengakibatkan reflek hisap, menelan dan batuk masih lemah atau tidak efektif dan tangisnya lemah.
· Jaringan kelenjar mamal masih kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan lemak masih tidak atau sedikit. ( Sarwono, 2007)

2.1.4 Penyakit yang dapat terjadi
Tingkat kematangan fungsi sistem organ neonatus merupakan syarat unutuk dapat beradaptasi dengan kehidupan luar rahim. Penyakit yang terjadi pada bayi prematus berhubungan dengan belum matangnya fungsi organ-organ tubuhnya. Makin muda umur kehamilan, makin tidak sempurna organ-organnya. Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang, bayi prematur cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan dikelola pada masa noenatal. Adapun masalah-masalah yang dapat terjadi sebagai berikut :
a. Hipotermia
Dalam kandungan, bayi berada dalam suhu lingkungan yang normal dan stabil yaitu antara 36o - 37oC. Segera setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah. Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada kehilangan panas tubuh bayi. Selain itu, hipotermia dapat terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan otot-otot yang belum cukup memadai, lemak subkutan yang sedikit, belum memotongnya sistem syaraf pengatur suhu tubuh, luas permukaan tubuh relatif lebih besar dibanding dengan berat badan sehingga mudah kehilangan panas.
Tanda khusus hipotermia.
§ Suhu tubuh di bawah normal
§ Kulit dingin
§ Sianosis
b. Sindrom gawat napas
Kesukaran pernafasan pada bayi prematur dapat disebabkan belum sempurnanya pembentukan surfaktan paru yang merupakan suatu yang dapat menurunkan tegangan dingin alveoli paru. Pertumbuhan surfaktan paru mencapai maksimum pada minggu ke-35 kehamilan.
Defisiensi surfaktan menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya. Alveolis akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi sehingga untuk pernafasan berikut yang disertai usaha inspirasi yang kuat.
Tanda khusus sindrom gawat panas
§ Pernapasan cepat
§ Sianosis periolal
§ Meruntuh waktu ekspirasi
§ Retraksi substernal dan internal
c. Hipoglikemia
Glukosa merupakan sumber utama energi selama masa janin. Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah itu karena terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan terhentinya pemberian glukosa.
Bayi aterm dapat mempertahankan kadar gula darah 50-60 mg/dl selama 72 jam pertama, sedangkan cadangan glikogen pada bayi premature belum mencukupi.
Tanda khusus hipoglikemia
§ Gemetar atau tremor
§ Sianosis
§ Apatis
§ Kejang
§ Tangisan lemah atau melengkung
§ Kelumpuhan atau letargi
§ Kesulitan minum
§ Terdapat gerakan putar mata
§ Keringat dingin
§ Hipotermia
§ Gagal jantung dan henti jantung (sering berbagai gejala muncul bersama-sama)
.
d. Gangguan Alat Pencernaan
Distensi abdomen akibat dari moltilitas usus berkurang, volume lambung berkurang, daya mencerna dan mengabsorbsi makanan berkurang, vitamin dan mineral yang larut dalam makanan berkurang, kerja dari sfingter kardio-esofagus yang belum sempurna menyebabkan regurgitasi isi lambung ke esophagus dan dapat terjadi aspirasi. (Sarwono, 2007)
e. Gangguan Imunologik
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar IgG gamma glubolin. (Sarwono, 2007)
f. Perdarahan Intraventrikuler
Lebih dari 50% bayi premature menderita perdarahan interventrikuler. Bayi premature sering menderita apnea, asfiksia berat dan sindrom gangguan nafas akibatnya menjadi hipoksia, hipertensi dan hiperkapnia. Keadaan ini mengakibatkan aliran darah ke otak bertambah. Karena tidak ada otoregulasi cerebral maka mudah terjadi perdarahan dari pembuluh darah kapiler. (Sarwono, 2007)
g. Retrolental Fibroplasi
Dengan menggunakan oksigen konsentrasi tinggi maka akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah retina yang diikuti oleh proliferasi kapiler-kapiler baru ke daerah yang iskemik sehingga terjadi perdarahan, fibrosis, distorsi dan parut retina sehingga bayi menjadi buta. Untuk menghindari hal tersebut, maka oksigen yang diberikan tidak lebih dari 40% ( + 2 liter/menit). (Sarwono, 2007)
h. Gangguan pada Ginjal
Ginjal imatur. Gangguan pada produksi urine, urea clearance rendah, tidak sanggup mengurangi kelebihan cairan dan elektrolit pada tubuh sehingga mengakibatkan edema. (Sarwono, 2007)
i. Perdarah pada Bayi
Akibat dari pembuluh darah rapuh (fragile) dan kekurangan factor pembekuan darah. (Sarwono, 2007)
h. Kelainan pada Hati
Imatur pada hati bisa mengakibatkan terjadinya hiperbilirubinemia dan devisiansi vitamin K. ( Sarwono, 2007)

2.1.5. Penatalaksanaan
A. Pengaturan suhu
Untuk menanggani bayi premature yang hipotermi, maka bayi bias dirawat di incubator. Agar bayi bias mempertahankan suhu pada 37 oC maka incubator diatur pada suhu 35 oC dengan berat badan < 2 kg dan untuk bayi dengan berat badan 2–2,5 kg adalah 34oC. ( Sarwono, 2007)
Cara lain yang lebih mudah adalah dengan Metode Kanguru. Metode Kanguru adalah sebuah metode perawatan bayi yang baru lahir dengan cara meletakan bayi di dada ibu (skin to skin) untuk menyalurkan kehangatan pada bayi. Tujuannya kontak kulit ke kulit antara ibu dan bayi dapat menurunkan hilangnya panas melalui konduksi dan radiasi serta bertujuan untuk mempertahankan neutral thermal environment/NTE, yaitu kisaran suhu lingkungan sehingga bayi dapat mempertahankan suhu tubuhnya tetap normal dengan metabolisme basal minimum dan kebutuhan oksigen terkecil. Metoda ini dapat juga dilakukan untuk bayi sehat. Sehingga dengan kontak langsung kulit ibu bayi ini kebutuhan dasar dari bayi berupa kehangatan, ASI, kasih sayang dan perlindungan bisa dipenuhi.
Ø Cara melakukan Metode Kanguru, yaitu:
· Beri bayi pakaian, topi, popok dan kaus kaki yang telah dihangatkan lebih dahulu
· Letakkan bayi di dada ibu, dengan posisi tegak langsung ke kulit ibu dan pastikan kepala bayi sudah terfiksasi pada dada ibu. Posisikan bayi dengan siku dan tungkai tertekuk , kepala dan dada bayi terletak di dada ibu dengan kepala agak sedikit mendongak.
· Dapat pula memeakai baju dengan ukuran lebih besar dari badan ibu , dan bayi diletakkan diantara payudara ibu, baju ditangkupkan, kemudian ibu memakai selendang yang dililitkan di perut ibu agar bayi tidak terjatuh.
· Bila baju ibu tidak dapat menyokong bayi , dapat digunakan handuk atau kain lebar yang elastik atau kantong yang dibuat sedemikian untuk menjaga tubuh bayi.
· Ibu dapat beraktivitas dengan bebas, dapat bebas bergerak walau berdiri , duduk , jalan, makan dan mengobrol. Pada waktu tidur , posisi ibu setengah duduk atau dengan jalan meletakkan beberapa bantal di belakang punggung ibu.
· Bila ibu perlu istirahat , dapat digantikan oleh ayah atau orang lain.
· Dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan persiapan ibu, bayi, posisi bayi, pemantauan bayi, cara pamberian asi , dan kebersihan ibu dan bayi.
Ø Manfaat Metode Kanguru
· Meningkatkan hubungan emosi ibu – anak
· Menstabilkan suhu tubuh , denyut jantung , dan pernafasan bayi
· Meningkatkan pertumbuhan dan berat badan bayi dengan lebih baik
· Mengurangi lama menangis pada bayi
· Memperbaiki keadaan emosi ibu dan bayi
· Meningkatkan produksi ASI
· Menurunkan resiko terinfeksi selama perawatan di rumah sakit
· Mempersingkat masa rawat di rumah sakit
· Mempercepat kenaikan berat badan bayi
· Menstabilkan denyut jantung dan pernapasan
· Memperpanjang waktu tidur
· Menciptakan suasana nyaman dan mengurangi stress pada bayi
B. Makanan Bayi
Bayi premature beresiko mengalami kekurangan DHA (Docosahexaenoic acid) karena bayi premature kehilangan kesempatan lebih lama untuk berada di dalam rahim ibu selam trimester ketiga. Padahal trimester ketiga kehamilan merupakan masa penting bagi DHA untuk membentuk perkembangan jaringna otak bayi. Selain itu, berbagai masalah kesehatan dan system pencernaan bayi premature yang masih belum matang sering menjadi penyebab mengapa bayi premature lebih beresiko mengalami kekurangan zat gizi penting bagi pertumbuhannya. ASI mengandung DHA (salah satu asam lemak omega-3) yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan jaringan saraf otak bayi. DHA diyakini dapat mengoptimalkan fungsi otak dan meningkatkan perkembangan kognitif bayi sehingga bayi lebih pintar. Mengingat hal ini, Ibu yang melahirkan bayi premature sangat disarankan untuk memberikan ASI pada bayi.
C. Pencegahan Infeksi
Bayi premature mudah sekali terkena infeksi karena daya tahan tubuh belum sempurna. Oleh Karena itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan yang dimulai pada masa perinatal yaitu dengan memperbaiki keadaan social-ekonomi, program pendidikan (nutrisi, kebersihan serta kesehatan, mencegah tuna aksara, KB, perawatan antenatal, natal dan post natal), screening (TORCH, Hepatitis, dan AIDS), vaksinasi tetanus, tempat kelahiran dan perawatan yang terjamin kebersihannya.
Tindakan aseptic dan antiseptic harus selalu digalakkan. Infeksi yang sering terjadi adalah infeksi silang melalui para dokter, bidan, perawat dan petugas lainnya. Oleh karena itu perlu :
1. Diadakan pemisahan antara bayi yang terinfeksi dan bayi yang tidak terinfeksi
2. Mencuci tangan sebelum dan setelah memegang bayi.
3. Segera membersihkan tempat tidur bayi setelah tidak dipakai lagi
4. Membersihkan ruangan pada waktu tertentu
5. Setiap bayi mempunyai perlengkapan sendiri
6. Kalau perlu dimandikan di tempat tidur bayi itu sendiri
7. Petugas harus memakai pakaian khusus di ruanagn tersebut
8. Petugas yang menderita penyakit menular (infeksi saluran nafas, diare, dsb) dilarang merawat.
9. Kulit dan tali pusat bayi harus dibersihakan sebaik-baiknya
10. Pengunjung hanya boleh melihat bayi dari luar kaca. (Sarwono, 2007)

KONSEP DASAR ASUHAN KEBIDANAN

PADA NEONATUS PREMATUR

NO. REGISTER :
Penting di ketahui untuk mengetahui rekam medic pasien
ANAMNESA :
Tanggal : (mengetahui tanggal pelaksanaan anamnesa)
Pukul : WIB (mengetahui waktu pelaksanaan anamnesa)
Oleh Mahasiswa : (mengetahui siapa yang melakukan anamnesa)
I. DATA SUBYEKTIF
1.1. Identitas Anak
Nama : (mengetahui identitas pasien)
Tempat, Tanggal lahir : (membantu menentukan umur pasien)
Umur : perlu diketahu untuk mengantisipasi diagnosa masalah kesehatan dan tindakan yang dilakukan. (Modul Pelatihan Fungsional Bidan di Desa, Depkes RI:10)
Jenis Kelamin : (mengetahui jenis kelamin bayi)
Anak Ke : (mengetahui jumlah saudara)
BB : (membantu mendiagnosa apakah termasuk BBLR atau tidak)
PB : (mengetahui panjang badan bayi)
1.2. Identitas Orang Tua
Nama Ibu dan Ayah : (untuk lebih memperkuat identitas bayi sehingga tidak keliru bila ada kesamaan nama dengan klien yang lain)
Umur Ibu dan Ayah : (mengetahui apakah memang ibu termasuk kelompok yang beresiko melahirkan bayi prematur)
Agama : perlu diketahui karena berpengaruh didalam kehidupan termasuk kesehatan dan akan mudah dalam mengatasi masalah kesehatan pasien. (Modul Pelatihan Fungsional Bidan di Desa, Depkes RI:10)
Pendidikan : tingkat pendidikan sangat besar pengaruhnya di dalam tindakan asuhan kebidanan, selain itu anak akan lebih terjamin pada orang tua pasien (anak) yang tingkat pendidikannya tinggi. (Modul Pelatihan Fungsional Bidan di Desa, Depkes RI:10)
Pekerjaan : jenis pekerjaan dapat menunjukkan tingkat keadaan ekonomi keluarga, juga dapat mempengaruhi kesehatan. (Modul Pelatihan Fungsional Bidan di Desa, Depkes RI:10)
Alamat : dicatat untuk mempermudah hubungan bila keadaan mendesak dan dapat memberi petunjuk keadaan lingkungan tempat tinggal pasien. (Modul Pelatihan Fungsional Bidan di Desa, Depkes RI:10)
No. Telepon : untuk lebih mempermudah komunikasi saat rawat jalan
1.3 Keluhan Utama
1.4 Riwayat Kehamilan Sekarang
Gerakan janin pertama, primigravida usia kehamilan 16 minggu, multigravida usia kehamilan 18 minggu.
Keluhan yang dirasakan pada TM I,II,II
ANC: minimal 4x (1x TM I, 1x TM II, dan 2x TM III)
Penyuluhan yang sudah didapat saat hamil untuk mengetahui KIE yang didapat ibu selama hamil dan sebagai acuan untuk memberikan KIE lanjutan
Imunisasi TT untuk mengetahui status imunisasi TT ibu
1.5 Riwayat Penyakit Kehamilan
Apakah ibu sebelumnya pernah menderita penyakit selama hamil seperti pre-eklampsi, eklampsi, DMG dapat mengganggu kehamilan dan pertumbuhan janin.
1.6 Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam keluarga ibu ada yang menderita penyakit menular seperti hepatitis, TBC, HIV AIDS maupun penyakit menurun seperti asma, jantung, darah tinggi, kencing manis. Adakah riwayat kehamilan kembar
1.7 Kebiasaan Ibu Waktu Hamil
Untuk mengetahui kebiasaan ibu saat hamil yang dapat mempengaruhi kesehatan bayi seperti makanan, obat-obatan, jamu, merokok, dan hewan peliharaan.
1.8 Riwayat Persalinan
1. Jenis persalinan
Adanya perbedaan adaptasi fisiologis antara bayi lahir pervaginam dan perabdominan.
2. Penolong
Untuk mengetahui apakah bayi mendapat imunisasi, obat-obatan dan konseling yang tepat dari tenaga kesehatan pada saat bayi lahir.
3. Lama persalinan
- Kala I : Jam, Menit
- Kala II : Jam, Menit
untuk mengetahui lama proses persalinan, kala 1 pada primi terjadi selama 13 jam, multi terjadi selama 8 jam. Kala II pada primi terjadi selama 2 jam dan mult terjadi selama 1 jam, sehingga apabila terdapat komplikasi pada bayi dapat diketahui penyebab yang mungkin berasal dari lama persalinan
4. Ketuban pecah:
Spontan/Amniotomi :
5. Komplikasi persalinan:
- Ibu : tidak ada
- Bayi : tidak ada
untuk mengidentifikasi riwayat persalinan yang berefek kepada bayi setelah lahir.
1.9 Pola Kehidupan Bayi Sehari-hari
1. Pola nutrisi
Jenis minum : ASI/PASI
Frekuensi minum : normal tiap 2 jam sekali
Cara menghisap : kuat/sedang/tidak kuat
2. Pola eliminasi
BAK : normal 6-8x/hari
BAB : normal ≥ 3x/hari
3. Pola istirahat
Teratur/tidak, lama tidur (bayi premature lebih banyak tidur)
4. Personal hygien
Mandi : normal 2x/hari
Ganti popok: setiap selesai BAK dan BAB
5. Pola aktivitas
Gerak bayi : aktif/lemah (bayi premature gerak bayi lemah)
II. DATA OBYEKTIF
2.1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : mengetahui apakah bayi dalam keadaan baik/tidak
2.2 Pemeriksaan fisik
1. Antropometri
Berat badan : ≤ 2500 gr
Panjang badan : ≤ 45 cm
Lingkar Kepala : ≤ 33 cm
Lingkar dada : ≤ 30 cm
Lila : ≥ 11 cm
(Staf Pengajar IKA FKUI 1985, 1053)
2. Tanda-tanda Vital
Suhu (untuk menghindari dari keadaan hipotermia atau hipertermia. Suhu normal 36,5-37,5 0C)
Nadi (bervariasi antara 85-200x/menit)
Pernafasan ( untuk mengetahui apakah ada gangguan pernafasan. Frekuensi nafas yang normal pada bayi baru lahir adalah 40-60 kali per menit).
1. Kulit
tipis, transparan, lanugo banyak, lemak subkutan kurang (Staf Pengajar IKA FKUI 1985, 1040,1053).
2. Kepala
tulang kepala sering menunjukkan moulage, yaitu tulang parietal biasanya berhimpit dengan tulang oksipital dan frontal. Perhatikan juga adanya kaput suksadaneum, perdarahan subaponeurotik, hematoma sefal, hidrosefalus (Staf Pengajar IKA FKUI 1985, 1040,1053).
3. Wajah
Ada edema atau tidak, Mata ( tidak jarang menunjukkan perdarahan konjungtiva atau retina, tetapi hal ini tidak berarti banyak (Staf Pengajar IKA FKUI 1985, 1040,1053).
4. Telinga
tulang rawan dan daun telinga belum cukup sehingga elastisitas daun telinga masih kurang (Staf Pengajar IKA FKUI 1985, 1040,1053).
5. Leher
Untuk mengetahui ada/tidak pembesaran kelenjar tyroid, vena jugularis dan kkelenjar limfe
6. Dada
diperhatikan kemungkinan ada retraksi, ronkhi, wheezing, dispneu, murmur
7. Abdomen
diperhatiakn kemungkinan adanya kelainan, asites, bising usus, kembung
8. Punggung
Untuk mengetahui ada/tidak spina bifida atau kelainan lain
9. Genetalia
biasanya imatur, desensus testikulorum biasanya belum sempurna, labio minora belum tertutup labia majora (Staf Pengajar IKA FKUI 1985, 1040,1053).
10. Anus
Untuk mengetahui ada/tidaknya anus
11. Ekstremitas
seringkali terdapat edema pada anggota gerak yang menjadi lebih nyata 24-28 jam. Edema ini seringkali dapat berubah sesuai dengan perubahan posisi (Staf Pengajar IKA FKUI 1985, 1040,1053).
2.3. Refleks
Reflex Moro : Reflek ini ditemukan oleh seorang pediatri bernama Ernst Moro. Reflek ini muncul sejak lahir, paling kuat pada usia satu bulan dan akan mulai mengjilang pada usia dua bulan. Reflek ini terjadi jika kepala bayi tiba-tiba terangkat, suhu tubuh bayi berubah secara drastis atau pada saat bayi dikagetkan oleh suara yang keras. Kaki dan tangan akan melakukan gerakan ekstensi dan lengan akan tersentak ke atas dengan telapak tangan ke atas dan ibu jarinya bergerak fleksi. Siingkatnya, kedua lengan akan terangkat dan tangan seperti ingin mencengkeram atau memeluk tubuh dan bayi menangis sangat keras. Reflek ini normalnya akan menghilang pada usia tiga sampai empat bulan, meskipun terkadang akan menetap hingga usia enam bulan. Tidak adanya reflek ini pada kedua sisi tubuh atau bilateral (kanan dan kiri) menandakan adanya kerusakan pada sistem saraf pusat bayi, sementara tidak adanya reflek moro unilateral (pada satu sisi saja) dapat menandakan adanya trauma persalinan seperti fraktur klavikula atau perlukaan pada pleksus brakhialis. Erb’s palsy atau beberapa jenis paralysis kadang juga timbul pada beberapa kasus. Sebuah cara untuk memeriksa keadaan reflek adalah dengan melatakkan bayi secara horizontal dan meluruskan punggungnya dan biarkan kepala bayi turun secara pelan-pelan atau kagetkan bayi dengan suara yang keras dan tiba-tiba. Reflek moro ini akan membantu bayi untuk memeluk ibunya saat ibu menggendong bayinya sepanjang hari. Jika bayi kehilangan keseimbangan, reflek ini akan menyebabkan bayi memeluk ibunya dan bergantung pada tubuh ibunya.
Reflex Rooting : Reflek ini ditunjukkan pada saat kelahiran dan akan membantu proses menyusui. Reflek ini akan mulai terhambat pada usia sekitar empat bulan dan berangsur-angsur akan terbawa di bawah sadar. Seorang bayi baru lahir akan menggerakkan kepalanya menuju sesuatu yang menyentuh pipi atau mulutnya, dan mencari obyek tersebut dengan menggerakkan kepalanya terus-menerus hingga ia berhasil menemukan obyek tersebut. Setelah merespon rangsang ini (jika menyusui, kira-kira selama tiga minggu setelah kelahiran) bayi akan langsung menggerakkan kepalanya lebih cepat dan tepat untuk menemukan obyek tanpa harus mencari-cari.
Reflex Walking : Reflek ini muncul sejak lahir, walaupun bayi tidak dapat menahan berat tubuhnya, namun saat tumit kakinya disentuhkan pada suatu permukaan yang rata, bayi akan terdorong untuk berjalan dengan menempatkan satu kakinya di depan kaki yang lain. Reflek ini akan menghilang sebagai sebuah respon otomatis dan muncul kembali sebagai kebiasaan secara sadar pada sekitar usia delapan bulan hingga satu tahun untuk persiapan kemampuan berjalan.
Reflex Grap/plantar : Reflek plantar ini dapat diperiksa dengan menggosokkan sesuatu di telapan kakinya, maka jari-jari kakinya akan melekuk secara erat.
Reflex Suckling : Reflek ini secara umum ada pada semua jenis mamalia dan dimulai sejak lahir. Reflek ini berhubungan dengan rreflek rooting dan menyusui, dan menyebabkan bayi untuk secara langsung mengisap apapun yang disentuhkan di mulutnya.
2.4. Assessment
Diagnosa : By. Ny. “..” Umur …. Hari dengan …
Masalah : yang menyertai diagnosa dan keadaan pasien.
Diagnosa Potensial :
Diambil berdasarkan diagnosa yang telah ditemukan berdasarkan data yang ada kemungkinan menimbulkan keadaan yang gawat.
Identifikasi Kebutuhan segera:
Mencakup tentang tindakan segera untuk menangani diagnosa/masalah potensial yang dapat berupa konsultasi, kolaborasi dan rujukan.
2.5. Planning
1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu
R : agar ibu mengetahui pertimbangan bayinya dan merasa tenang
2.Beritahu tanda bahaya BBL
R : agar ibu lebih waspada
3.Observasi intake dan Output bayi
R : deteksi dini adanya kelainan
4.Observasi TTV tiap 2 jam
R : deteksi dini adanya komplikasi
5.Rawat bayi dalam inkubator
R : agar bayi memperoleh keadaan yang hangat sehingga terhindar dari hipotermi
6.Berikan oksigen menggunakan head box
R : diharapakan bayi dapat bernafas dengan normal dan terhindar dari asfiksia
7.Kolaborasi dengan dokter Sp.A untuk penangan lebih lanjut
R : diharapkan bayi mendapatkan penanganan lebih lanjut
Implementasi
Tgl : jam:
Penatalaksanaan dari rencana asuhan yang telah direncanakan yang bisa dilakukan seluruh / sebagian oleh bidan atau tenaga kehatan lainnya secara menyeluruh sesuai dengan rencana asuhan yang telah disusun.
Evaluasi
Tgl: jam:
Pebedaan langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan. Apakah benar – benar telah terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan dalam masalah & diagnosa. Rencana tersebut dianggap efektif jika memang benar & efektif dalam pelaksanaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakart : PT. Bina Pustaka
Wiknjosastro, Hanifa, Prof, dr, DSOG. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Share:  

0 comments:

Post a Comment