BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Down Sindrom (mongoloid) adalah suatu kondisi di mana materi genetik tambahan menyebabkan keterlambatan perkembangan anak, dan kadang mengacu pada
retardasi mental. Anak dengan down sindrom memiliki kelainan pada kromosom nomor 21 yang tidak terdiri dari 2 kromosom sebagaimana mestinya, melainkan tiga
kromosom (trisomi 21) sehingga informasi genetika menjadi terganggu dan anak juga mengalami penyimpangan fisik. Dahulu orang-orang dengan down sindrom ini
disebut sebagai penderita mongolisme atau mongol. Istilah ini muncul karena penderita ini mirip dengan orang-orang Asia (oriental) karena matanya yang
khas, tetapi sekarang istilah ini sudah tidak digunakan lagi karena dapat menyinggung perasaan suatu bangsa.
Perkembangan yang lambat merupakan ciri utama pada anak down sindrom. Baik perkembangan fisik maupun mental. Hal ini yang menyebabkan keluarga sulit untuk
menerima keadaan anak dengan down sindrom. Setiap keluarga menunjukkan reaksi yang berbeda-beda terhadap berita bahwa anggota keluarga mereka menderita
down sindrom, sebagian besar memiliki perasaan yang hampir sama yaitu: sedih, rasa tak percaya, menolak, marah, perasaan tidak mampu dan juga perasaan
bersalah (Selikowitz, 2001). Untuk dapat membantu mengoptimalkan perkembangan anak dengan Down Sindrom, keluarga diharapkan untuk selalu memberikan
dukungan sosial kepada anak tersebut. Dukungan sosial berfokus pada sifat interaksi yang berlangsung dalam berbagai hubungan sosial sebagaimana yang
dievaluasi oleh individu.
Secara fisik dan psikologis anak- anak dengan sindrom ini mempunyai keistimewaan yang bisa dikembangkan. Secara fisik anak-anak ini memiliki
ligamen-ligamen elastis penyambung tulang lebih fleksibel, sehingga tubuh mereka lebih lentur dibandingkan anak nor mal. Apabila dilatih menari, gerakan
mereka terlihat indah. Mendidik anak down sindrom yang paling penting adalah fokus. Bila fokus pada satu bidang tertentu, mereka akan mengerjakannya dengan
sepenuh hati. Hanya saja dalam menangani anak yang menderita down sindrom perlu kesabaran ekstra. Untuk itu dalam hal ini sangat dibutuhkan dukungan sosial
keluarga untuk membantu mengoptimalkan perkembangan anak down sindrom (Ramelan, 2008).
1. 2 Tujuan
Tujuan umum
Melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan ISPA dan melakukan pendokumentasian dengan menggunakan asuhan keperawatan.
Tujuan khusus
1. Mengetahui pengertian sindrom Down
2. Mengetahui etiologi sindrom Down pada anak
3. Mengetahui manifestasi klinis sindrom Down pada anak
4. Mengetahui patofisiologi sindrom Down pada anak
5. Mengetahui pencegahan sindrom Down pada anak
6. Mengetahui penatalaksanaan sindrom Down pada anak
7. Dapat melakukan pengkajian dan pengumpulan data pada anak dengan sindrom Down
8. Dapat mengidentifikasi dan merumuskan diagnosa keperawatan anak dengan sindrom Down berdasarkan masalah.
9. Dapat menentukan intervensi, melakukan tindakan dan evaluasi pada anak dengan sindrom Down.
1.3
Pelaksanaan
Kegiatan praktik klinik dilakukan di Poli Anak RSUD Dr. Soetomo pada tanggal 17 Desember- 28 Desember 2012
1.4
Sistematika Penulisan
BAB 1
Pendahuluan menguraikan tentang latar belakang, tujuan, pelaksanaan dan sistematika penulisan
BAB 2
Tinjauan Pustaka menguraikan tentang konsep dasar down syndrome.
Konsep dasar managemen asuhan keperawatan menjelaskan tujuan serta langkah- langkah proses asuhan keperawatan pada anak dengan down syndrome.
BAB 3
Tinjauan kasus menguraikan tentang pengkajian data subyektif dan obyektif, interpretasi data dasar untuk menentukan diagnosa dan masalh aktual, menentukan
diagnosa dan masalah potensial, identifikasi kebutuhan akan tindakan segera, perencanaan, implementasi serta evaluasi.
BAB 4
Pembahasan menguraikan kesesuaian antara kenyataan yang terjadi dengan teori serta konsep asuhan keperawatan dengan kenyataan yang terjadi di lapangan.
BAB 5
Kesimpulan berisi tentang rangkuman asuhan keperawatan dan kesesuaian seluruh data dengan tujuan yang ingin dicapai serta saran yang dapat diambil dari
laporan ini.
Daftar Pustaka
Daftar pustaka berisikan seluruh buku dan sumber- sumber lain yang dijadikan panduan dalam membuat laporan asuhan keperawatan ini.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. 1 Definisi Sindrom Down
Sindrom Down (Down syndrome) adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan
kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Kelainan genetik yang terjadi
pada kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3, yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kromosom adalah merupakan serat-serat
khusus yang terdapat di dalam setiap sel di dalam badan manusia dimana terdapat bahan- bahan genetik yang menentukan sifat- sifat seseorang. Selain itu
down syndrom disebabkan oleh hasil daripada penyimpangan kromosom semasa konsepsi. Ciri utama daripada bentuk ini adalah dari segi struktur muka dan satu
atau ketidakmampuan fisik dan juga waktu hidup yang singkat. Sebagai perbandingan, bayi normal dilahirkan dengan jumlah 46 kromosom (23 pasang) yaitu hanya
sepasang kromosom 21 (2 kromosom 21). Sedangkan bayi dengan penyakit down syndrom terjadi disebabkan oleh kelebihan kromosom 21 dimana 3 kromosom 21
menjadikan jumlah kesemua kromosom ialah 47 kromosom.
Nama Down Syndrome sendiri berasal dari nama seorang dokter yang pertama kali melaporkan kasus hambatan tumbuh kembang psikomotorik dan berakibat gangguan
mental pada tahun 1866. Dokter tersebut adalah Dr. John Langdon Down dari Inggris. Sebelumnya kelainan genetika ini disebut sebagai “Monglismus”, sebab
memang penderitanya memiliki ciri fisik menyerupai ras Mongoloid. Karena berbau rasialis maka nama ini diganti menjadi Down Syndrome. Terlebih setelah
tahun 1959 diketahui bahwa kelainan genetika ini dapat terjadi pada ras mana saja tanpa membedakan jenis kelamin.
Sejak bayi baru lahir atau neonatus, Down Syndrome bisa dideteksi. Bahkan kemajuan teknologi memungkinkan dilakukannya amniosentesis, yaitu pengambilan
cairan kandungan untuk diperiksa keadaan kromosom janin bayinya. Berbagai teori telah diajukan untuk menerangkan berbagai kelainan klinis pada Down
Syndrome. Antara lain adanya suatu produk yang disebut sebagai radikal bebas yang bersifat toksik dalam jaringan. Dalam keadaan normal pun dalam tubuh kita
selalu terbentuk radikal bebas, tapi tubuh manusia normal dapat menetralisirnya. Pada kasus Down Syndrome karena ada ketidakseimbangan enzim tertentu maka
terjadi kelebihan radikal bebas. Penetralannya bisa dibantu dengan pemberian anti oksidan seperti vitamin E. Sayangnya telah terbukti bahwa pemberian anti
oksidan ini tidak terlalu membantu. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor lain yang belum kita ketahui. Sampai saat ini pemicu kelainan kromosom belum bisa
diungkap. Dalam dunia kedokteran, Down Syndrome tidak bisa diobati secara causatif karena kromosom yang mengalami kelainan itu sudah menyebar ke seluruh
tubuh. Yang bisa dilakukan hanya memberi latihan dan terapi fisioterapi agar otak dan organ tubuhnya bisa dirangsang berfungsi dengan baik.
2. 2 Epidemiologi
Sindrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan angka kejadiannya terakhir adalah 1 dari 700
kelahiran hidup. Angka kejadian pada saat konsepsi lebih besar, tetapi lebih dari 60% mengalami abortus spontan dan setidaknya 20% lahir mati. Angka
kejadian meningkat dengan meningkatnya usia ibu sehingga angka kejadian pada usia kehamilan 16 minggu (waktu tersering dilakukan amniosentesis) 1 dari 300
pada ibu berusia 35 tahun, meningkat menjadi 1 dari 22 bila usia ibu 45 tahun.
Sindrom down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan bahwa angka kejadiannya pada bangsa kulit putih lebih tinggi daripada kulit hitam, tetapi perbedaan
ini tidak bermakna. Sedangkan angka kejadian pada berbagai golongan sosial ekonomi adalah sama.
2. 3 Etiologi
Penyebab dari Sindrom Down adalah adanya kelainan kromosom yaitu terletak pada kromosom 21 dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan :
- Non Disjunction sewaktu osteogenesis ( Trisomi )
- Translokasi kromosom 21 dan 15
- Postzygotic non disjunction ( Mosaicism )
Selama satu abad sebelumnya banyak hipotesis tentang penyebab sondrom Down yang dilaporkan. Tetapi semenjak ditemukan adanya kelainan kromosom pada sindrom
Down pada tahun 1959, maka sekarang perhatian lebih dipusatkan pada kejadian “non disjunctional” sebagai penyebabnya, yaitu:
- Genetik
Diperkirakan terdapat predisposisi genetik terhadap “non disjunctional”. Bukti yang mendukung teori ini adalah berdasarkan atas hasil penelitian
epidemiologi yang menyatakan adanya peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan sindrom Down.
- Radiasi
Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya “non disjunctional” pada sindrom Down ini. Uchida 1981 (dikutip Pueschel dkk.) menyatakan bahwa
sekitar 30% ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down, pernah mengalami radiasi di daerah perut sebelum terjadinya konsepsi. Sedangkan peneliti lain
tidak mendapatkan adanya hubungan antara radiasi dengan penyimpangan kromosom.
- Infeksi
Infeksi juga dikatakan sebagai salah satu penyebab terjadinya sindrom Down. Sampai saat ini belum ada peneliti yang mampu memastikan bahwa virus dapat
mengakibatkan terjadinya “non disjunctional”.
- Autoimun
Faktor lain yang juga diperkirakan sebagai etiologi sindrom Down adalah autoimun. Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid.
Penelitian Fialkow 1966 (dikutip dari Pueschel dkk.) secara konsisten mendapatkan adanya perbedaan autoantibodi tiroid pada ibu yang melahirkan anak dengan
sindrom Down dengan ibu kontrol yang umurnya sama.
- Umur Ibu
Apabila umur ibu di atas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “non disjunction” pada kromosom. Perubahan endokrin,
seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor
hormon, dan peningkatan secara tajam kadar LH dan FSH secara tiba- tiba sebelum dan selama menopause, dapat meningkatkankan kemungkinan terjadinya non
disjunction.
- Umur Ayah
Selain pengaruh umur ibu terhadap sindrom Down, juga dilaporkan adanya pengaruh dari umur ayah. Penelitian sitogenik pada orang tua dari anak dengan
sindrom Down mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom 21 bersumber dari ayahnya. Tetapi korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.
Faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nukleolus, bahan kimia dan frekuensi koitus masih didiskusikan kemungkinan sebagai penyebab dari
sindrom Down.
2. 4 Patofisiologi
Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ dan menyebabkan perubahan sekuensi spektrum fenotip. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi
yang mengancam nyawa, dan perubahan proses hidup yang signifikan secara klinis. Sindrom Down akan menurunkan survival prenatal dan meningkatkan morbiditas
prenatal dan postnatal. Anak – anak yang terkena biasanya mengalami keterlambatan pertumbuhan fisik, maturasi, pertumbuhan tulang dan pertumbuhan gigi yang
lambat.
Kelainan bawaan pada sindrom Down disebabkan karena gangguan keseimbangan akibat kelainan aberasi kromosom. Aberasi numerik timbul karena terjadinya
kegagalan proses replikasi dan pemisahan sel anak saat proses meiosis yang disebut sebagai non disjunction. Sebagian besar kasus (95%) adalah trisomi 21,
kemudian 1% kasus dengan mosaik dan 4% translokasi.
Lokus 21q22.3 pada proksimal lebihan kromosom 21 memberikan tampilan fisik yang tipikal seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas, anomali pada
ekstremitas atas, dan penyakit jantung kongenital. Hasil analisis molekular menunjukkan regio 21q.22.1-q22.3 pada kromosom 21 bertanggungjawab menimbulkan
penyakit jantung kongenital pada penderita sindrom Down. Sementara gen yang baru dikenal, yaitu DSCR1 yang diidentifikasi pada regio 21q22.1-q22.2, adalah
sangat terekspresi pada otak dan jantung dan menjadi penyebab utama retardasi mental dan defek jantung (Mayo Clinic Internal Medicine Review, 2008).
Abnormalitas fungsi fisiologis dapat mempengaruhi metabolisme thiroid dan malabsorpsi intestinal. Infeksi yang sering terjadi dikatakan akibat dari respons
sistem imun yang lemah, dan meningkatnya insidensi terjadi kondisi aotuimun, termasuk hipothiroidism dan juga penyakit Hashimoto.
Penderita dengan sindrom Down sering kali menderita hipersensitivitas terhadap proses fisiologis tubuh, seperti hipersensitivitas terhadap pilocarpine dan
respons lain yang abnormal. Sebagai contoh, anak – anak dengan sindrom Down yang menderita leukemia sangat sensitif terhadap methotrexate. Menurunnya
buffer proses metabolik menjadi faktor predisposisi terjadinya hiperurisemia dan meningkatnya resistensi terhadap insulin. Ini adalah penyebab peningkatan
kasus Diabetes Mellitus pada penderita Sindrom Down (Cincinnati Children's Hospital Medical Center, 2006).
Anak – anak yang menderita sindrom Down lebih rentan menderita leukemia, seperti Transient Myeloproliferative Disorder dan Acute Megakaryocytic Leukemia.
Hampir keseluruhan anak yang menderita sindrom Down yang mendapat leukemia terjadi akibat mutasi hematopoietic transcription factor gene yaitu GATA1.
Leukemia pada anak – anak dengan sindrom Down terjadi akibat mutasi yaitu trisomi 21, mutasi GATA1, dan mutasi ketiga yang berupa proses perubahan genetik
yang belum diketahui pasti (Lange BJ,1998).
2. 5 Manifestasi Klinis
Gejala yang muncul akibat down syndrome dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas:
1. Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal
(microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar.
2. Sifat pada kepala, muka dan leher: penderita down syndrome mempunyai paras muka yang hampir sama seperti muka orang Mongol.
3. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar. Pangkal hidungnya pendek. Jarak diantara 2 mata jauh dan berlebihan kulit di sudut dalam.
Ukuran mulut adalah kecil dan ukuran lidah yang besar menyebabkan lidah selalu terjulur. Mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia).
Pertumbuhan gigi lambat dan tidak teratur. Paras telinga adalah lebih rendah. Kepala biasanya lebih kecil dan agak lebar dari bagian depan ke belakang.
Lehernya agak pendek.
4. Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds) (80%), white Brushfield spots di sekililing lingkaran di
sekitar iris mata (60%), medial epicanthal folds, keratoconus, strabismus, katarak (2%), dan retinal detachment. Gangguan penglihatan karena adanya
perubahan pada lensa dan kornea.
5. Manifestasi mulut: gangguan mengunyah menelan dan bicara, scrotal tongue, rahang atas kecil (hypoplasia maxilla), keterlambatan pertumbuhan gigi,
hypodontia, juvenile periodontitis, dan kadang timbul bibir sumbing.
6. Hypogenitalism (penis, scrotum, dan testes kecil), hypospadia, cryptorchism, dan keterlambatan perkembangan pubertas.
7. Manifestasi kulit: kulit lembut, kering dan tipis, Xerosis (70%), atopic dermatitis (50%), palmoplantar hyperkeratosis (40-75%), dan seborrheic
dermatitis (31%), Premature wrinkling of the skin, cutis marmorata, and acrocyanosis, Bacteria infections, fungal infections (tinea), and ectoparasitism
(scabies), Elastosis perforans serpiginosa, Syringomas, Alopecia areata (6-8.9%), Vitiligo, Angular cheilitis.
8. Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari- jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan
maupun kaki melebar.
9. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics).
- Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang lain. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease. Kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat. Masalah jantung yang paling kerap berlaku ialah jantung berlubang seperti Ventricular Septal Defect (VSD) yaitu jantung berlubang di antara bilik jantung kiri dan kanan atau Atrial Septal Defect (ASD) yaitu jantung berlubang diantara atrium kiri dan kanan. Masalah lain adalah termasuk saluran ateriosis yang berkekalan (Patent Ductus Ateriosis / PDA). Bagi kanak-kanak down syndrom boleh mengalami masalah jantung berlubang jenis kebiruan (cynotic spell) dan susah bernafas.
- Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia).
- Saluran esofagus yang tidak terbuka (atresia) ataupun tiada saluran sama sekali di bagian tertentu esofagus. Biasanya ia dapat dekesan semasa berumur 1–2 hari dimana bayi mengalami masalah menelan air liurnya. Saluran usus kecil duodenum yang tidak terbuka penyempitan yang dinamakan “Hirshprung Disease”. Keadaan ini disebabkan sistem saraf yang tidak normal di bagian rektum. Biasanya bayi akan mengalami masalah pada hari kedua dan seterusnya selepas kelahiran di mana perut membuncit dan susah untuk buang air besar. Saluran usus rectum atau bagian usus yang paling akhir (dubur) yang tidak terbuka langsung atau penyempitan yang dinamakan “Hirshprung Disease”. Keadaan ini disebabkan sistem saraf yang tidak normal di bagian rektum. Biasanya bayi akan mengalami masalah pada hari kedua dan seterusnya selepas kelahiran di mana perut membuncit dan susah untuk buang air besar. Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati- hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi.
- Sifat pada tangan dan lengan: Sifat-sifat yang jelas pada tangan adalah mereka mempunyai jari-jari yang pendek dan jari kelingking membengkok ke dalam. Tapak tangan mereka biasanya hanya terdapat satu garisan urat dinamakan “simian crease”.
- Tampilan kaki: Kaki agak pendek dan jarak di antara ibu jari kaki dan jari kaki kedua agak jauh terpisah dan tapak kaki.
- Tampilan klinis otot: mempunyai otot yang lemah menyebabkan mereka menjadi lembek dan menghadapi masalah dalam perkembangan motorik kasar. Masalah-masalah yang berkaitan dengan masa kanak- kanak down syndrom mungkin mengalami masalah kelainan organ- organ dalam terutama sekali jantung dan usus.
- Down syndrom mungkin mengalami masalah Hipotiroidism yaitu kurang hormon tiroid. Masalah ini berlaku di kalangan 10 % kanak- kanak down syndrom.
- Down syndrom mempunyai ketidakstabilan di tulang-tulang kecil di bagian leher yang menyebabkan berlakunya penyakit lumpuh (atlantoaxial instability) dimana ini berlaku di kalangan 10 % kanak-kanak down syndrom.
- Sebagian kecil mereka mempunyai risiko untuk mengalami kanker sel darah putih yaitu leukimia.
- Pada otak penderita sindrom Down, ditemukan peningkatan rasio APP (amyloid precursor protein) seperti pada penderita Alzheimer.
- Masalah Perkembangan Belajar
Down syndrom secara keseluruhannya mengalami keterbelakangan perkembangan dan kelemahan kognitif. Pada pertumbuhan mengalami masalah lambat dalam semua
aspek perkembangan yaitu lambat untuk berjalan, perkembangan motorik halus dan berbicara. Perkembangan sosial mereka agak menggalakkan menjadikan mereka
digemari oleh ahli keluarga. Mereka juga mempunyai sifat periang. Perkembangan motor kasar mereka lambat disebabkan otot-otot yang lembek tetapi mereka
akhirnya berhasil melakukan hampir semua pergerakan kasar.
- Gangguan tiroid
- Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa
- Usia 30 tahun menderita demensia (hilang ingatan, penurunan kecerdasan dan perubahan kepribadian)
- Penderita sindrom Down sering mengalami gangguan pada beberapa organ tubuh seperti hidung, kulit dan saluran cerna yang berkaitan dengan alergi. Penanganan alergi pada penderita sindrom Down dapat mengoptimakan gangguan yang sudah ada.
- Sebanyak 44 % klien syndrom down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yang mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya resiko terkena leukimia pada syndrom down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun.
2. 6 Diagnosis Sindrom Down
Diagnosis didasarkan pada adanya gejala klinik yang khas dan ditunjang oleh pemeriksaan kromosom. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan “brachycephalic”,
sutura dan fontanellla yang terlambat menutup. Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai sudut asetabular yang lebih lebar, terdapat pada 87% kasus.
Pemeriksaan kariotiping adalah untuk mengetahui adanya translokasi kromosom. Bila ada, maka ayah dan ibunya harus diperiksa. Bila ditemukan salah satu
adalah karier, maka keluarga lainnya juga perlu diperiksa, hal ini sangat berguna untuk pencegahan. Jika pembawa translokasi adalah ibu, kemungkinan untuk
mendapatkan anak dengan mongolisme lebih besar daripada jikalau ayahnya yang menjadi pembawa. Kontribusi ibu terhadap timbulnya ekstra kromosom adalah 85%
dan ayah 15%.
Kemungkinan terulangnya kejadian sindrom Down yang disebabkan oleh translokasi kromosom adalah 5- 15%, sedangkan pada trisomi hanya 1%.
Diagnosis antenatal dengan pemeriksaan cairan amnion atau vili korionik, dapat dilakukan secepatnya pada kehamilan 3 bulan. Dengan kultur jaringan dan
kariotiping 99% sindrom Down dapat didiagnosis antenatal, terutama pada ibu dengan umur di atas 35 tahun atau pada ibu yang sebelumnya pernah melahirkan
anak dengan sindrom Down. Bila didapatkan bahwa janin yang mengalami sindrom Down, maka dapat ditawarkan terminasi kehamilan kepada orang tuanya.
Pemeriksaan sindrom Down secara klinik pada bayi sering kali meragukan, maka pemeriksaan dermatoglifik (sidik jari, telapak tangan dan kaki) pada sindrom
Down menunjukkan adanya gambaran khas. Dermatoglifik ini merupakan cara yang sederhana, mudah dan cepat, serta mempunyai ketepatan yang cukup tinggi dalam
mendiagnosis sindrom Down (Winata, 1993).
2. 7 Tumbuh Kembang Anak dengan Sindrom Down
Keanekaragaman faktor biologis, fungsidan prestasi yang terdapat pada manusia yang normal, juga terdapat pada anak dengan sindrom down. Pertumbuhan
fisiknya dapat berkisar dari anak yang sangat pendek sampai yan tinggi di atas rata-rata. Dari anak yang beratnya kurang sampai yang obesitas. Demikian
juga kemampuan intelektualnya. Seperti halnya perilaku emosi juga bervariasi sangat luas. Seorang anak dengan sindrom down dapat lemah dan tak aktif, juga
ada yang agresif dan hiperaktif. Sehingga gambaran di masa lalu tentang anak dengan sindrom down yan pendek, gemuk, tak menarik, dengan mulut yang selalu
berbicara dengan lidah yang berjulur ke luar, serta retardasi mental yang berat adalah deskripsi yang tak sepenuhnya benar.
Kecepatan pertumbuhan anak dengan sindrom down lebih rendah dibandingkan dengan anak yang normal, sehingga perlu dilakukan pemantauan terhadap
pertumbuhannya secara berkelanjutan. Kita perlu memantau kadar hormon tiroid bila pertumbuhan anak tidak sesuai dengan usia, karena ada kemungkinan
mengalami hipotiroid. Selain itu kita juga dapat memantau perkembangan organ – organ pencernaan, nungkin terdapat kelainan di dalamnya. Atau mungkin
terdapat kelainan pada organ jantung yaitu penyakit jantung bawaan.
Gangguan makan juga dapat terjadi pada anak yang disertai dengan kelainan kongenital yang lain, sehingga berat badannya sulit naik pada masa bayi/
prasekolah. Tetapi setelah masa sekolah atau pada masa remaja, malah sering terjadi obesitas.
Pada umumnya perkembangan anak dengan sindrom Down, lebih lambat dari anak yang normal. Kebanyakan anak dengan sindrom Down disertai dengan retardasi
mental yang ringan atau sedang. Sedangkan perilaku sosialnya mempunyai pola interaksi yang sama dengan anak normal sebayanya, walaupun tingkat responsnya
berbeda secara kuantitatif. Program intervensi dini serta orang tua yang memberi lingkungan yang mendukung dapat meningkatkan kemajuan perkembangan yang
relatif pesat.
2. 8 Penatalaksaan
- Penanganan Secara Medis.
Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang sama dengan anak yang normal. Tetapi terdapat beberapa keadaan dimana anak dengan
sindrom Down memerlukan perhatian khusus, yaitu dalam hal:
a. Pendengarannya: sekitar 70-80 % anak syndrom down dilaporkan terdapat gangguan pendengaran sehingga perlu dilakukan tes pendengaran sejak dini dan secar
aberkala oleh ahli THT.
b. Penyakit jantung bawaan: 30- 40% sindrom Down disertai dengan penyakit jantung bawaan yang memerlukan penanganan jangka panjang oleh ahli jantung.
c. Penglihatan: perlu evaluasi sejak dini karena sering mengalami gangguan penglihatan atau katarak.
d. Nutrisi: akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi / prasekolah maupun obesitas pada masa remaja atau setelah dewasa sehingga butuh kerja sama
dengan ahli gizi.
e. Kelainan tulang: dapat terjadi dislokasi patela, subluksasio pangkal paha/ ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini sampai menimbulkan
medula spinalis atau bila anak memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolis, maka perlu pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan
diperlukan konsultasi neurolugis.
f. Lain- lain: aspek medis lainnya yang memerlukan konsultasi dengan para ahli, meliputi masalah imunologi, gangguan metabolisme atau kekacauan biokimiawi.
- Pendidikan
a. Intervensi Dini
Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberi lingkungan yang memadai bagi anak dengan syndrom down, bertujuan untuk latihan
motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa. Selain itu dengan mengajari anak agar menolong diri sendiri seperti berpakaian, makan,
belajar, BAB/BAK, mandi, akan memberi anak kesempatan untuk mandiri. Kualitas rangsangan lebih penting daripada jumlah rangsangan dalam membentuk
perkembangan fisik maupun mental anak. Oleh karena itu perlu dipergunakan stimuli- stimuli yang spesifik.
b. Taman Bermain/ Taman Kanak- Kanak
Peningkatan ketrampilan motorik kasar dan halus serta interaksi sosial dapat meningkat melalui bermain dengan temannya. Dengan memberikan kesempatan
bergaul dengan lingkungan di luar rumah, maka memungkinkan anak berpartisipasi dalam dunia yang lebih luas.
c. Pendidikan Khusus (SLB-C)
Pengalaman yang diperoleh anak di sekolah akan membantu mereka mendapat perasaan tentang identitas personal, harga diri dan kesenangan. Selain itu mengasah
perkembangan fisik, akademis dan dan kemampuan sosial. Sekolah hendaknya memberikan kesempatan anak untuk menjalin hubungan persahabatan dengan orang lain
serta mempersiapkannya menjadi penduduk yang produktif.
- Penyuluhan Pada Orang Tua
Begitu diagnosis sindrom Down ditegakkan, tenaga kesehatan harus menyampaikan hal ini secara bijaksana dan jujur. Hendaknya beri orang tua cukup waktu
untuk lebih beradaptasi dengan kenyataan yang dihadapi. Tenaga kesehatan harus menjelaskan bahwa anak dengan sindrom Down adalah individu yang mempunyai
hak yang sama dengan anak yang normal, serta pentingnya makna kasih sayang dan pengasuhan orang tua.
Orang tua harus diberi penjelasan apa itu sindrom Down, karakteristik fisik yang diketemukan dan antisipasi masalah tumbuh kembangnya, serta bahwa fungsi
motorik, perkembangan mental dan bahasa biasanya terlambat. Jelaskan pula hasil analisa kromosom dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh orang tua karena
penting untuk perencanaan kehamilan selanjutnya. Hati kedua orang tua perlu dibesarkan agar mau terbuka tentang masalah ini pada keluarga dan orang lain
sehingga tidak akan ada isolasi bagi anak serta harapan- harapan akan kemajuan perkembangan akan lebih baik.
Akan lebih baik lagi kalau kita dapat melibatkan orang tua lain yang juga memiliki anak dengan sindrom Down. Mendengar sendiri tentang pengalaman dari
orang yang senasib biasanya akan lebih menyentuh perasaannya dan lebih dapat menolong secara efektif. Sehingga orang tua akan lebih tegar dalam menghadapi
kenyataan yang dihadapinya dan menerima anaknya sebagaimana adanya.
2. 9 Prognosis
Sebanyak 44 % penderita syndrom down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada
penderita ini yang mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya resiko terkena leukimia pada syndrom down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit
Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun.
Prognosis penderita down syndrome sangat bervariasi, tergantung pada jenis komplikasi (cacat jantung, kerentanan terhadap infeksi, pengembangan leukemia)
dari masing-masing bayi. Keparahan dari keterbelakangan secara signifikan juga dapat bervariasi. Tetapi, kebanyakan anak-anak dengan down syndrome bertahan
hidup hingga dewasa. Namun, prognosis untuk bayi yang baru lahir dengan down syndrome lebih baik daripada sebelumnya. Karena pengobatan medis yang semakin
modern, dengan menggunakan antibiotik untuk mengobati infeksi dan pembedahan untuk mengobati cacat jantung dan duodenum atresia, harapan hidup mereka telah
meningkat pesat. Masyarakat dan dukungan keluarga memungkinkan penderita down syndrome memiliki hubungan yang berarti, serta dengan adanya program- program
pendidikan, dapat membantu penderita down syndrome untuk lebih survive, sehingga mereka pun dapat bekerja.
2. 10 Pencegahan
Konseling genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai akan sangat membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down. Selain itu dengan Biologi
Molekuler, misalnya dengan “gene targeting“ atau yang dikenal juga sebagai “homologous recombination “ sebuah gen dapat dinonaktifkan.
2. 11 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan pada Anak dengan Sindrom Down
1.
Pengkajian
Data Subyektif
a. Identitas.
Angka kejadiannya adalah 1,0- 1,2 per 1000 kelahiran hidup. Sindrom down dapat terjadi pada semua ras. Angka kejadian pada berbagai golongan sosial ekonomi
adalah sama. Apabila umur ibu di atas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “non disjunction” pada kromosom. Selain itu
penelitian sitogenik pada orang tua dari anak dengan sindrom Down mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom 21 bersumber dari ayahnya.
b. Riwayat Kesehatan.
1) Keluhan utama.
Penampilan fisik yang khas dengan wajah seperti orang Mongol, kelainan pada jantung, gangguan tumbuh kembang.
2) Riwayat penyakit.
Umumnya sindrom Down sudah dapat diketahui sejak bayi dengan pemeriksaan dermatoglifik. Bahkan sejak antenatal sudah dapat diteksi bila terdapat kelainan
kromosom pada janin.
c. Riwayat kesehatan keluarga.
Terdapat peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan sindrom Down.
d. Riwayat kehamilan dan persalinan
Sekitar 30% ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down, pernah mengalami radiasi di daerah perut sebelum terjadinya konsepsi. Selain itu, penelitian
Fialkow 1966 (dikutip dari Pueschel dkk.) secara konsisten mendapatkan adanya perbedaan autoantibodi tiroid pada ibu yang melahirkan anak dengan sindrom
Down dengan ibu kontrol yang umurnya sama.
e. Pola Fungsi Kesehatan
1. Nutrisi.
Gangguan makan dapat terjadi pada sindrom Down yang disertai dengan kelainan kongenital yang lain, sehingga berat badannya sulit naik pada masa bayi/
prasekolah. Tetapi setelah masa sekolah atau pada masa remaja, malah sering terjadi obesitas.
2. Aktivitas
Seorang anak dengan sindrom down dapat lemah dan tak aktif, juga ada yang agresif dan hiperaktif.
f. Riwayat psikososial dan spiritual
Pada umumnya perkembangan anak dengan sindrom Down, lebih lambat dari anak yang normal. Kebanyakan anak dengan sindrom Down disertai dengan retardasi
mental yang ringan atau sedang. Sedangkan perilaku sosialnya mempunyai pola interaksi yang sama dengan anak normal sebayanya, walaupun tingkat responsnya
berbeda secara kuantitatif. Dukungan dari orang tua dan keluarga lainnya terhadap kemajuan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan sindrom Down sangat
berperan penting.
Data Obyektif
a. Pemeriksaan umum
1) Keadaan umum: Baik
2) Kesadaran: Compos Mentis
3) BB dan TB sekarang: untuk mengetahui pertumbuhan yang terjadi pada anak.
4) HR: pada sindrom Down dapat terjadi kelainan pada jantung. Masalah jantung yang paling kerap berlaku ialah jantung berlubang seperti Ventricular Septal
Defect (VSD) yaitu jantung berlubang diantara bilik jantung kiri dan kanan atau Atrial Septal Defect (ASD) yaitu jantung berlubang diantara atria kiri dan
kanan. Masalah lain adalah termasuk salur ateriosis yang berkekalan (Patent Ductus Ateriosis / PDA). Bagi kanak-kanak down syndrom boleh mengalami masalah
jantung berlubang jenis kebiruan (cynotic spell) dan susah bernafas.
5) RR: kelainan jantung pada sindrom Down dapat mengakibatkan sukar bernapas.
6) LK: bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala: bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar, oksiput datar (brakisefali)
2) Wajah: paras muka yang hampir sama seperti muka orang Mongol, pangkal hidungnya pendek/ pesek.
3) Mata: Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds), fisura palbebra miring ke atas (upslanting
palpebral fissure) white Brushfield spots di sekililing lingkaran di sekitar iris mata, medial epicanthal folds, keratoconus, strabismus, katarak, dan
retinal detachment. Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea. Jarak diantara 2 mata jauh dan berlebihan kulit di sudut dalam.
4) Mulut dan Gigi: Mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Pertumbuhan gigi lambat dan tidak teratur. Dapat terjadi gangguan
mengunyah, menelan dan bicara.
5) Kulit: lapisan kulit biasanya tampak keriput, kulit lembut, keringdan tipis, Xerosis, atopic dermatitis, palmoplantar hyperkeratosis, dan seborrheic
dermatitis, Premature wrinkling of the skin, cutis marmorata, and acrocyanosis, Bacteria infections, fungal infections (tinea), and ectoparasitism
(scabies), Elastosis perforans serpiginosa, Syringomas, Alopecia areata, Vitiligo, Angular cheilitis
6) Abdomen: Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia)
7) Ekstremitas: tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. Tapak tangan
mereka biasanya hanya terdapat satu garisan urat dinamakan “simian crease”. Otot yan glemah menyebabkan mereka menjadi lembek dan menghadapi masalah dalam
perkembangan motorik kasar. Jari kelingking bengkok (klinodaktili)
8) Genitalia: Hypogenitalism (penis, scrotum, dan testes kecil), hypospadia, cryptorchism, dan keterlambatan perkembangan pubertas
c. Pemeriksaan penunjang :
1) Pemeriksaan Radiologi: pada pemeriksaan radiologi didapatkan “brachycephalic”, sutura dan fontanellla yang terlambat menutup. Tulang ileum dan sayapnya
melebar disertai sudut asetabular yang lebih lebar.
2) Pemeriksaan kariotiping: untuk mengetahui adanya translokasi kromosom. Bila ada, maka ayah dan ibunya harus diperiksa. Bila ditemukan salah satu adalah
karier, maka keluarga lainnya juga perlu diperiksa, hal ini sangat berguna untuk pencegahan kemungkinan terulangnya kejadian sindrom Down
3) Pemeriksaan dermatoglifik: pemeriksaan pada sidik jari, telapak tangan dan kaki yang akan menunjukkan adanya gambaran khas pada sindrom Down.
Dermatoglifik ini merupakan cara yang sederhana, mudah dan cepat, serta mempunyai ketepatan yang cukup tinggi.
2.
Analisis Data
Menyatukan antara data subyektif dengan data obyektif dan dibandingkan dengan teori yang nantinya akan di dapatkan masalah yang sebenarnya.
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pemenuhan nutrisi yang berhubungan dengan penyapihan.
2. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan kurangnya stimulasi di rumah dari pengasuh utama.
3. Kurangnya interaksi sosial anak berhubungan dengan keterbatasan fisik dan mental yang mereka miliki.
4. Defisit pengetahuan (orang tua) berhubungan dengan perawatan anak syndrom down.
5. Perubahan menjadi orang tua yang berhubungan dengan sistem dukungan yang tidak adekuat, mengalami kesulitan dalam koping terhadap stress, dan atau
kurangnya keterampilan menjadi orang tua.
6. Gangguan pertumbuhan pada fungsi jantung, pendengaran, penglihatan, pendengaran, serta kelainan darah berhubungan dengan komplikasi yang mungkin terjadi
pada sindrom Down.
3.
Intervensi Keperawatan
Dalam menentukan intervensi keperawatan harus di tetapkan dahulu tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai setelah pemberian intervensi ini. Dalam
pemberian intervensi harus mengaitkan dengan rasionalisasinya
1. Diagnosa I
a. Tujuan: Pemenuhan nutrisi pada klien akan terpenuhi dalam waktu 1 bulan
b. Kriteria hasil:
1) Terdapat kenaikan berat badan
2) Berat badan berada pada batas normal
c. Intervensi:
Pemantauan berat badan
R/ Pemantauan berat badan yang teratur dapat menentukan perkembangan perawatan selanjutnya
Mandiri
1) Periksa kemampuan anak untuk menelan
R/ kemampuan anak untuk menelan mempengaruhi masuknya asupan nutrisi untuk anak.
2) Beri informasi pada orang tua cara yang tepat dalam memberi makanan
R/ suasana yang menyenangkan selama makan dapat meningkatkan nafsu makan anak
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makan
R/ untuk mengetahui bagaimana cara meningkatkan nutrisi anak
d. Evaluasi
1) Mempertahankan diet yang menunjukkan masukan kalori yang adekuat sesuai selera.
2) Menunjukkan kemajuan penambahan berat badan.
2. Diagnosa II
a. Tujuan: klien akan mengalami kemajuan pertumbuhan dan perkembangan dalam waktu 1 bulan
b. Kriteria hasil:
1) Anak sudah dapat melakukan tugas- tugas perkembangan yang pada pertemuan sebelumnya tidak dapat ia lakukan
2) Anak dapat melakukan kegiatan yang sesuai dengan usianya
c. Intervensi:
Mandiri
1) Bantu anak dalam memberikan respons yang bermakna pada lingkungan.
2) Berespon pada isyarat anak.
3) Tanggapi anak dengan semangat dan antusiasme.
4) Atur jadwal kegiatan anak setiap hari meliputi 4-5 kali stimulus setiap hari.
5) Identifikasi tujuan perkembangan yang ingin dicapai secara spesifik.
6) Ajarkan orang tua pertumbuhan dan perkembangan anak.
7) Ajarkan orang tua stimulasi yang sesuai untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan.
Kolaborasi
Konsultasi pada ahli rehab medik dan/atau terapi okopasi jika dibutuhkan.
Evaluasi
Anak menunjukan tanda-tanda peningkatan perkembangan fisik dan emosional.
3. Diagnosa III
a. Tujuan: klien dapat berinteraksi dengan baik dengan orang lain dan lingkungannya dalam waktu 1 bulan
b. Kriteria hasil:
1) Anak dapat berinteraksi dengan teman- temannya
2) Anak tidak rewel ketika berada di lingkungan baru
c. Intervensi:
Mandiri
1) Motivasi orang tua agar memberi kesempatan pada anak untuk bermain dengan teman sebayanya
2) Memberi keleluasan/ kebebasan pada anak untuk berekspresi
3) Menganjurkan orang tua untuk mengikutsertakan anaknya di day care, play group atau sekolah
Evaluasi
Anak mampu bersosialisasi dan berinteraksi dengan baik sehingga anak dapat menjalin hubungan baik dengan orang lain
4. Diagnosa IV
a. Tujuan: orang tua klien lebih memahami mengenai sindrom Down
b. Kriteria hasil:
1) Orang tua memahami pengertian sindrom Down
2) Orang tua memahami mengenai cara mengantisipasi pertumbuhan dan perkembangan anak dengan sindrom Down yang cenderung lambat
3) Orang tua memahami dan dapat waspada terhadap segala komplikasi yang mungkin terjadi
c. Intervensi:
Mandiri
1) Gali pemahaman orang tua mengenai sindrom Down
2) Beri penjelasan pada orang tua tentang keadaan anaknya saat ini.
3) Beri informasi pada orang tua tentang perawatan anak dengan sindrom Down
4) Jelaskan pada orang tua mengenai berbagai kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi pada anak dengan sindrom Down
Evaluasi
Orang tua lebih memahami mengenai perawatan dan kebutuhan anak dengan sindrom Down.
5. Diagnosa V
a. Tujuan: orang tua memberikan dukungan penuh terhadap anaknya.
b. Kriteria hasil:
1) Orang tua dapat bersifat terbuka dan menerima keadaan anaknya
2) Orang tua dapat tidak merasa malu terhadap anaknya
3) Orang tua menyadari sepenuhnya bahwa peranan mereka sangat besar terhadap perkembangan anak
c. Intervensi:
Mandiri
1) Kaji interaksi anak –orang tua.
2) Sadari bahwa orang tua mempunyai tekanan yang cukup besar di rumah dan bahwa hal ini dipersulit oleh perawatan anak di rumah sakit.
3) Jalin hubungan dengan anak, anjurkan untuk saling mengutarakan perasaan antara orang tua dan anak.
4) Beri kesempatan orang tua mendiskusikan stressor yang mereka alami dalam kehidupan sekarang.
5) Anjurkan mereka terlibat dalam perawatan anak.
6) Izinkan orang tua untuk berpertisipasi dalam perencanaan jadwal kegiatan anak.
7) Berikan informasi secara tertulis atau lisan pada orang tua mengenai diet, tumbuh kembang anak dan stimulasi yang sesuai dengannya.
Evaluasi
Orang tua memperbaiki kemampuan koping mereka, mengidentifikasi dan berespon dengan tepat pada kebutuhan anak mereka dan mengungkapkan perasaan positif
dengan anak.
6. Diagnosa VI
a. Tujuan: komplikasi yang terjadi dapat segera ditangani dengan baik
b. Kriteria hasil:
1) Gangguan fungsi pendengaran dapat ditangani dengan baik
2) Gangguan fungsi jantung dapat ditangani dengan baik
3) Gangguan fungsi penglihatan dapat ditangani dengan baik
4) Kelainan darah dapat ditangani dengan baik
c. Intervensi:
Mandiri
1) Pemantauan terhadap pertumbuhan anak
2) Dengarkan setiap keluhan orang tua mengenai pertumbuhan anaknya
Kolaborasi
Konsultasi dan penanganan lebih lanjut oleh dokter ahli jantung, mata, THT dll.
Evaluasi
Komplikasi yang terjadi dapat diatasi dengan baik
DAFTAR PUSTAKA
Kosim, M. Sholeh dkk. 2012. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Ed2 Jakarta: EGC
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
0 comments:
Post a Comment