SATUAN ACARA PENYULUHAN MIOMA
Pokok Bahasan : Mioma
Hari/Tanggal : / April 2015
Waktu Pertemuan : 20 menit
Tempat : Poli Kandungan RSUD dr. Soetomo
Sasaran : Seluruh pasien yang berada di poli kandungan
A.
Tujuan
1.
Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah melaksanakan kegiatan penyuluhan diharapkan peserta dapat memahami tentang mioma
2.
Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah mendapatkan penyuluhan diharapkan peserta mampu:
1. Menjelaskan pengertian mioma
2. Mengenali penyebab mioma
3. Mengetahui tanda dan gejala mioma
4. Mengetahui diagnosis mioma
5. Mengetahui penatalaksanaan mioma
6. Mengetahui komplikasi pada mioma
Seluruh pasien yang berada di poli kandungan
C.
Materi
Pokok bahasan : mioma
Sub pokok bahasan :
1. Pengertian mioma
2. Penyebab mioma
3. Klasifikasi mioma
4. Tanda dan gejala mioma
5. Diagnosis mioma
6. Penatalaksanaan mioma
7. Komplikasi pada mioma
D.
Metode Pembelajaran
- Ceramah
- Tanya jawab
E.
Media
- Flipchart
- Leaflet
F.
Kegiatan Penyuluhan
WAKTU
|
KEGIATAN PENYULUHAN
|
KEGIATAN PESERTA
|
MEDIA
&
ALAT
|
Pendahuluan | Mempersiapkan peserta, alat, dan pemateri | Peserta menyiapkan diri di tempat penyuluhan. | Flipchart, leaflet |
Pelaksanaan | 1. Pembukaan acara oleh moderator
2. Penyampaian materi oleh pemateri:
|
1. Mendengarkan pembukaan yang disampaikan oleh moderator
2. Mendengarkan dan memberikan umpan balik terhadap materi yang disampaikan. 3. Mengajukan pertanyaan mengenai materi yang kurang dipahami dan menjawab pertanyaan yang diajukan |
Metode:
Ceramah, Tanya jawab Media: Flipchart, leaflet |
Penutup | Penutup oleh moderator |
G. Pengorganisasian
Pembimbing : Ernawati, S.Kep.,Ns
K. Kasiati, S.Pd, M.Kes
Penyaji : Mahasiswi Profesi PSPB FK UNAIR 2014
H. Evaluasi
Struktur : Acara penyuluhan diikuti oleh semua pasien yang berada di poli jandungan RSUD Dr.Soetomo Surabaya. Semua sasaran hadir dalam acara penyuluhan.
Proses : Acara penyuluhan berlangsung dengan lancar. Peserta penyuluhan aktif untuk menyimak semua isi acara penyuluhan dan juga aktif mengajukan
pertanyaan kepada penyaji.
Hasil : Semua sasaran hadir dalam acara penyuluhan. Penyuluhaan berlangsung baik.
I. Daftar Pustaka
Llewellyn. Jones, Derek. 2002. Dasar-dasar Observasi dan Ginekologi Edisi 6. Jakarta: Hipokrates
Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Aesculapius
Saifuddin. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: YBPSP
______. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBPSP
MATERI MIOMA UTERI
A.
Pengertian
Mioma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya sehingga dalam kepustakaan disebut
juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid (Saifuddin, 2005). Mioma merupakan tumor yang paling umum pada traktus genitalis. Mioma terdiri atas
serabut-serabut otot polos yang diselingi dengan untaian jaringan ikat, dan dikelilingi kapsul yang tipis (Liewellyn, 2001).
B.
Penyebab
Menurut Saifuddin (2005), walaupun mioma uteri ditemukan terjadi tanpa penyebab yang pasti, namun dari hasil penelitian Miller dan Lipschlutz dikatakan
bahwa mioma uteri terjadi tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest” yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh hormon
estrogen. Namun demikian, beberapa faktor yang dapat menjadi faktor pendukung terjadinya mioma adalah: wanita usia 35-45 tahun, hamil pada usia muda,
genetik, zat karsinogenik, sedangkan yang menjadi faktor pencetus dari terjadinya mioma uteri adalah adanya sel yang imatur.
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit multifaktorial. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di
samping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.
1. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan
mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%),
perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%). Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan
anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas.
2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
3. Hormon Pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormone yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode
ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.
Faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu:
a) Umur
Mioma Uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering
memberikan gejala klinis antara 35 – 45 tahun.
b) Paritas
Lebih sering terjadi pada nulipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertilitas menyebabkan mioma
uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
c) Faktor ras dan genetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada
wanita dengan riwayat keluarga, ada yang menderita mioma.
d) Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarche, berkembang setelah kehamilan dan
mengalami regresi setelah menopause.
e) Berat badan
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa resiko mioma meningkat pada wanita yang memiliki berat badan lebih atau obesitas berdasarkan indeks massa tubuh.
Diet dan lemak tubuh juga berpengaruh terhadap resiko terjadinya mioma.
C.
Tanda dan Gejala
Faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi besarnya mioma uteri, lokasi, dan perubahan pada mioma uteri.
Gejala klinik terjadi hanya pada sekitar 35 % – 50% dari pasien yang terkena. Adapun gejala klinik yang dapat timbul pada mioma uteri:
1. Perdarahan abnormal
Merupakan gejala klinik yang sering ditemukan (30%). Bentuk perdarahan yang ditemukan berupa menoragi, metroragi, dan hipermenorrhea. Perdarahan dapat
menyebabkan anemia defisiensi Fe. Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain adalah:
a) Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma endometrium.
b) Permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasanya yang menyebabkan gangguan kontraksi otot rahim, distorsi dan kongesti dari pembuluh darah di
sekitarnya dan ulserasi dari lapisan endometrium.
c) Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
d) Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang
melaluinya dengan baik.
2. Penekanan rahim yang membesar:
a) Terasa berat di abdomen bagian bawah.
b) Gejala traktus urinarius
Pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis.
c) Gejala intestinal
Konstipasi dan obstruksi intestinal.
d) Terasa nyeri karena tertekannya saraf.
3. Nyeri, dapat disebabkan oleh:
a) Penekanan saraf.
b) Torsi bertangkai.
c) Submukosa mioma terlahir.
d) Infeksi pada mioma.
4. Infertilitas
Akibat penekanan saluran tuba oleh mioma yang berlokasi di kornu. Perdarahan kontinyu pada pasien dengan mioma submukosa dapat menghalangi implantasi.
Terdapat peningkatan insiden abortus dan kelahiran prematur pada pasien dengan mioma intramural dan submukosa.
5. Kongesti vena, disebabkan oleh kompresi tumor pada pembuluh darah dan pembuluh limfa menyebabkan edema ekstremitas bawah, hemorrhoid, nyeri dan
dyspareunia
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan
7. Abortus spontan
Mioma submukosum memudahkan terjadinya abortus karena distorsi rongga uterus.
Adanya mioma tidak selalu memberikan gejala karena itu mioma sering ditemukan tanpa disengaja, yaitu pada saat pemeriksaan ginekologik. Gejala yang
ditemukan sangat tergantung pada tempat sarang mioma itu berada, besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. (Saifuddin, 2005).
D.
Diagnosis
Pemeriksaan abdomen dan vagina mungkin menunjukkan uterus yang menonjol atau pembesaran uterus yang licin. Kalau serviks digerakkan, seluruh massa yang
padat bergerak. Pada beberapa kasus diagnosis jelas, pada kasus yang lain pembesaran yang licin mungkin disebabkan oleh kehamilan atau massa ovarium.
Pemeriksaan ultrasound pelvic dapat menegakkan diagnosis (Liewellyn, 2001).
Dapat ditegakkan dengan:
1. Anamnesis
Dari proses tanya jawab dokter dan pasien dapat ditemukan penderita seringkali mengeluh rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian bawah, kadang
mempunyai gangguan haid dan ada nyeri.
2. Pemeriksaan fisik
a) Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus.
b) Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh salah satu atau lebih massa yang lebih licin, tetapi sering sulit untuk
memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus (biomolekuler).
c) Palpasi abdomen didapatkan tumor di abdomen bagian bawah
d) Pemeriksaan ginekologi dengan pemeriksaan bimanual didapatkan tumor tersebut menyatu dengan rahim atau mengisi kavum dauglas
e) Konsistensi padat, kenyal, mobil, permukaan tumor umumnya rata
3. Pemeriksaan penunjang
a) Ultra Sonografi (USG): untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Ultrasonografi
transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil.
Uterus atau masa yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal
b) Magnetic Resonance Imagine (MRI): sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarng diperlukan. Pada MRI, mioma
tampak sebagai masa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan
jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.
c) Biopsi : untuk mengetahui adanya keganasan
d) Dilatasi serviks dan kuretase akan mendeteksi adanya fibroid subserous dan mendeteksi keganasan (Saifuddin, 2009).
E.
Penatalaksanaan
Penanganan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu penanganan secara konservatif dan penanganan secara operatif.
1. Penanganan konservatif sebagai berikut:
a) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
b) Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC
c) Pemberian zat besi
2. Penanganan operatif, bila :
a) Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu
b) Pertumbuhan tumor cepat.
c) Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
d) Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
e) Hipermenorea pada mioma submukosa.
f) Penekanan pada organ sekitarnya.
Menurut Llewellyn (2001), jenis operasi yang dilakukan dapat berupa:
1. Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman,
efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus,
juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat. Bila
miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan seksio sesarea.
2. Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala dengan
mempertimbangkan usia, ukuran cukup besar, fungsi reproduksi.
3. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Apabila wanita sudah dilakukan miomektomi kemungkinan dapat hamil sekitar 30–50%. Dan
perlu disadari oleh penderita bahwa setelah dilakukan miomektomi harus dilanjutkan histerektomi. Lama perawatan1 hari pasca diagnosa keperawatan dan 7 hari
pasca histerektomi/miomektomi. Masa pemulihan 2 minggu pasca diagnosa perawatan dan 6 minggu pasca histerektomi/miomektomi.
4. Penanganan radioterapi
Tindakan ini bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita mengalami menopause radioterapi ini umumnya hanya dikerjakan kalau terdapat
kontrak indikasi untuk tindakan operatif akhir-akhir ini kontrak indikasi tersebut makin berkurang. Radioterapi hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak
ada keganasan pada uterus.
a) Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).
b) Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
c) Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause. Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan.
F.
Komplikasi
Menurut Mansjoer (2001), berikut merupakan komplikasi mioma uteri:
1. Perdarahan sampai terjadi anemia.
2. Torsi tangkai mioma dari:
a) Mioma uteri subserosa.
b) Mioma uteri submukosa.
3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.
a) Pengaruh mioma terhadap kehamilan.
(1) Infertilitas
(2) Abortus
(3) Persalinan prematuritas dan kelainan letak
(4) Inersia uteri
(5) Gangguan jalan persalinan
(6) Perdarahan post partum
(7) Retensi plasenta.
b) Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
(1) Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen
(2) Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai
Menurut Saifuddin (2005), komplikasi mioma uteri antara lain:
1. Degenerasi Ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarcoma ditemukan hanya 0,32 – 0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50 – 75% dari semua sarcoma uterus. Keganasan
umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histology uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan apabila mioma cepat membesar dan apabila pembesaran
terjadi pada masa menopause.
2. Torsi (Putaran Tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadi sindrom abdomen
akut.
3. Anemia
Terjadi apabila penderita mengalami perdarahan yang banyak.
0 comments:
Post a Comment